Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

10 Cara Paling Efektif Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

6 Januari 2017   20:33 Diperbarui: 30 November 2020   17:58 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ricky (bukan nama sebenarnya) seorang pria yang berperawakan kurus dengan kulit gelap dan berambut ikal. Dia bekerja cukup baik pada sebuah kantor survey. Sejak awal memang sudah terbiasa hidup mandiri dan bebas.

Kemudian dia menikahi seorang wanita yang sebelumnya telah saling mengenal hinggal satu tahun. Awal hubungan pernikahan mereka cukup baik. Mereka bahagia dengan apa yang ada dalam rumah tangganya.

Setelah memiliki anak dan berumur setahun Ricky mulai menunjukkan sikap aneh kepada istrinya. Dia mulai cemburuan dan sering marah-marah. Apalagi melihat istrinya pulang kerja sampai hari gelap. Sehingga sering terjadi sindiran dan intimidasi secara verbal.

Dari intimidasi meningkat menjadi bentakan. Akibatnya istrinya sering menangis. Pernah sekali istrinya melawan dengan menepis intimidasi suaminya itu. Namun sepertinya suaminya tidak terima kalau perkataannya itu dilawan. Akhirnya tanpa sadar di puncak pertikaian itu tangan Ricky melayang dan mendarat di pipi istrinya.

Seketika itu juga Ricky tersadar dan meminta maaf atas perlakuannya. Mengingat mereka sudah memiliki buah hati, istrinya pun memaafkan perbuatannya itu. Kemudian lama kelamaan Ricky mulai membujuk istrinya untuk berhenti bekerja.

Alasannya sederhana, untuk fokus merawat anak mereka yang masih batita. Akhirnya dengan berat hati istrinya meninggalkan pekerjaannya. Sehingga keluarga itu hanya mempunyai satu tulang punggung yakni Ricky seorang.

Ricky yang memang tempramen tidak jarang membawa permasalahan kantor ke rumah. Sehingga sangat sensitif dan mudah marah bila ada sesuatu yang tidak sesuai keinginannya terjadi di rumah. Dengan memikirkan beban pekerjaan yang menumpuk ditambah dengan tuntutan kebutuhan keluarga yang tidak sedikit membuat Ricky semakin gampak emosional.

Hingga suatu ketika Ricky gagal mendapatkan tender kerja yang potensial. Pelampiasan kekecewaannya dia tuangkan kepada istrinya di rumah. Kejadian serupa terulang lagi. Ricky yang terlanjur marah karena hal sepele di rumah lantas menampar istrinya. Bukan hanya itu, dia juga kembali mengintimidasi istrinya dengan caci-maki dan sumpah-serapah.

Istrinya yang shock masih tidak tahu harus berbuat apa. Pikirannya mulai kacau, bercampur antara sedih, menyesal dan marah. Dia tidak pernah bermimpi untuk menjadi tidak seberdaya itu. Akhirnya dia hanya bisa menangis dan mengurung diri di kamar bersama bayi mungilnya.

 

Implikasi Buruk dan Trauma

Saat kekerasan dalam rumah tangga terjadi maka korban pasti akan sangat terguncang. Mulai dari merasa rendah diri hingga malu saat akan bersosialisasi dengan lingkungan. Dampak psikologis ini cenderung lebih sulit hilang karena membekas dalam ingatan begitu lama.

Karena pada umumnya pelaku kekerasan - baik fisik maupun verbal -  akan berusaha mengendalikan korbannya. Bahkan akan berusaha untuk menjauhkannya dari teman maupun keluarga. Lebih parah lagi saat kreatifitas korban sudah dikurung. Akibatnya korban merasa tidak berharga dan tidak berguna.

Seperti Ricky, kekerasan yang dia lakukan secara tidak langsung menegaskan otoritas penuh di dalam keluarga ada di tangannya. Baik masalah keuangan, sosial bahkan merasa berkuasa atas hidup istrinya. Sehingga dia berhak untuk membentak bahkan menampar istrinya itu.

Akibatnya korban yang terlanjur tidak berdaya, merasa begitu terbatas dalam banyak hal. Dengan begitu akan terasa berat untuk membuat pilihan apakah tetap bertahan atau pergi. Sementara segala yang mereka miliki ada dalam kendali penuh suaminya. Sehingga dilema untuk sebuah keputusan akhir akan terasa sangat sulit. 

Karena seandainya memutuskan untuk pergi, istrinya akan merasa tak berdaya karena tidak memiliki apapun untuk bertahan hidup sendirian. Ditambah lagi dengan keberadaan bayinya yang masih butuh asupan gizi yang tinggi untuk pertumbuhan maksimalnya. 

Mau tidak mau, istrinya harus pasrah tetap tinggal demi kelangsungan hidupnya dan anaknya. Meskipun dia tahu bahwa kejadian serupa akan terulang lagi.

Sementara dampak trauma meninggalkan masalah guncangan emosional dan psikologis yang tanpa sadar telah tertanam dalam diri korban. Beberapa dampak trauma yang bisa saja membekas antara lain:

1. Gangguan Ketakutan dan Kecemasan

2. Sering Mimpi Buruk

3. Sangat Mudah Terkejut

4. Merasa Minder dan Rendah Diri

5. Mudah Depresi

 

Pasca Pemulihan

Dampak buruk akibat kekerasan dalam rumah tangga dapat segera diatasi agar trauma tidak berkepanjangan dan berakibat fatal. Hal-hal yang dapat dilakukan pasca pemulihan adalah:

1. Ikhlas menerima tanggung jawab atas setiap keputusan yang menyangkut masa sekarang dan yang akan datang.

2. Membangun kembali hubungan baik dengan orang lain.

3. Mau memahami dan mengekspresikan diri dengan baik melalui bantuan terapis.

4. Menganggap diri sendiri sebagai seorang pemenang bukan lagi korban

5. Memutuskan rantai kekerasan melalui konseling

 

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Komisi Nasional Perempuan mencatat sebanyak 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2015, berarti sekitar 881 kasus setiap hari dan angka ini meningkat 9% dari tahun sebelumnya. 

Sementara itu KPAI mencatat terdapat 1.698 pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2015, dengan 53% di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Sisanya, yakni sebanyak 40,7% adalah penelantaran, penganiayaan, eksploitasi untuk seksual, dan bentuk kekerasan lainnya.

Bahkan setelah keluar dari cengkraman kekerasan dalam rumah tangga, korban tidak langsung bisa pulih total. Karena secara psikis dan psikologis, kekerasan tersebut membekas menjadi luka yang dalam. Sehingga sangat sulit untuk pulih kecuali benar-benar ingin berusaha keluar dari trauma tersebut.

Kekerasan dalam rumah tangga bisa berbentuk intimidasi yang disengaja baik secara verbal maupun fisik. Biasanya pelakunya adalah pasangan dalam rumah tangga. Bentuk kekerasan yang dapat terjadi antara lain pelecehan seksual, kekerasan fisik dan psikologis.

Kekerasan dalam rumah tangga biasanya dilakukan karena demi mempertahankan otoritas kekuasaan dan kendali atas pasangan. Ini menjadi fenomena yang kerap terjadi dalam kehidupan hampir setiap rumah tangga tanpa memandang latar belakang apapun.

Kekerasan tidak melulu harus berbentuk serangan fisik. Pelecehan seksual dan intimidasi sama berbahayanya dengan kekerasan fisik. Kerap kali pelaku kekerasan dalam rumah tangga melakukan pelecehan, mengekang, sering curigaan/cemburuan, suka menyelidiki, cenderung mengancam dan mengendalikan korban.

 

Akhiri Kekerasan Sekarang Juga

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyerukan gerakan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang serta mengakhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan yang disebut dengan Program Three Ends.

Program Three Ends mengajak seluruh unsur, baik dari keluarga, pemerintah, akademisi, praktisi, dan bahkan media termasuk blogger untuk tidak melakukan pembiaran atau bahkan ikut melakukan kekerasan secara terselubung.

 

Ada 10 cara paling efektif dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak yang bisa kita lakukan, antara lain:

1. Bersilaturahmi.

Bila ada indikasi kekerasan dalam rumah tangga terjadi di lingkungan tempat tinggal kita maka segera bertindak untuk mencegahnya. Luangkan sedikit waktu untuk bertamu, sekedar meminjam sesuatu. Dengan begitu saat kekerasan terjadi maka akan ada cukup saksi kalau-kalau kekerasan berpotensi membahayakan.

2. Membawa Pelindung

Jangan pernah melakukan perjalanan sendirian. Selalu ajak teman atau saudara sebagai pendamping untuk melindungi bila seandainya terjadi kekerasan yang tidak diinginkan.

3. Jadilah Pelindung

Bila kekerasan terjadi di depan mata, maka segeralah menjadi pelindung. Karena kehadiran kita akan menjadi peringatan keras bagi si pelaku. Yakinkan korban bahwa kita bersedia membantu dan melindungi kapanpun dibutuhkan.

4. Melapor Kepada Polisi

Selalu sediakan nomor darurat kepolisian di dalam ponsel. Sehingga bila sewaktu-waktu terjadi kekerasan akan sangat mudah untuk menghubungi pihak yang berwajib. 

5. Jadilah Pendengar Budiman

Saat korban kekerasan mulai membuka diri dan bercerita tentang keadaannya, dengarkanlah dengan baik. Yakinkan bahwa kita mempercayainya dan kita juga layak dipercayai. Dengan begitu kita akan dapat bertindak cepat untuk membantunya.

6. Selalu Bersiap

Bila ada kenalan atau saudara yang terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga, yakinkan mereka bahwa kita selalu ada untuknya. Dengan begitu sewaktu mereka membutuhkan pertolongan dapat segera dibantu.

7. Laporkan Kepada Lembaga Terkait

Kita harus mengetahui lembaga terkait yang menangani kekerasan dalam rumah tangga seperti Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan. Cari tahu informasi alamat dan nomor yang bisa dihubungi. Agar sewaktu dibutuhkan dapat dengan cepat dilaporkan.

8. Menyodorkan Bantuan

Setiap itikad baik meskipun kecil namun bisa sangat membantu memberikan meringankan dan juga membangun kepercayaan diri korban.

9. Peka Terhadap Sesama

Bila khawatir akan terjadi sesuatu kepada orang terdekat atau tetangga kita, tidak ada salahnya diperhatikan. Salah satu tindakan sederhana adalah menelepon atau mengirim pesan singkat. Dengan begitu kita dapat memastikan bahwa mereka dalam keadaan baik atau sebaliknya.

10. Dokumentasikan Setiap Kejadian Mencurigakan

Kepo memang tak selamanya salah. Bila merasa tetangga atau teman kita dalam posisi sedang mengalami kekerasa dalam rumah tangga dan terisolasi, tidak ada salahnya untuk mendokumentasikan kejadian-kejadian yang mencurigakan. Mencatatnya dalam kertas atau memotokannya.

Ingatlah bahwa para pelaku kekerasan sangat lihai dalam memperdayakan korbannya. Korban yang pernah mengalaminya pasti akan sangat tertekan, ketakutan, malu dan bingung. Oleh sebab itu mereka sangat butuh jalan keluar.

Namun karena hak untuk bersosial telah dirampas mereka menjadi sangat kesepian. Untuk itulah kita sebagai mahluk sosial harus mengambil peran dan langkah kongkrit dalam memutus tindak kekerasan yang mengancam perempuan dan anak ini.

Melalui salah satu dari cara sederhana di atas, kita berharap kekerasan akan berkurang. Satu tindakan sederhana akan memberi perubahan yang berarti daripada tidak sama sekali. Kalau tidak diakhiri sekarang juga, kapan lagi?

Share: Twitter & Facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun