Ricky (bukan nama sebenarnya) seorang pria yang berperawakan kurus dengan kulit gelap dan berambut ikal. Dia bekerja cukup baik pada sebuah kantor survey. Sejak awal memang sudah terbiasa hidup mandiri dan bebas.
Kemudian dia menikahi seorang wanita yang sebelumnya telah saling mengenal hinggal satu tahun. Awal hubungan pernikahan mereka cukup baik. Mereka bahagia dengan apa yang ada dalam rumah tangganya.
Setelah memiliki anak dan berumur setahun Ricky mulai menunjukkan sikap aneh kepada istrinya. Dia mulai cemburuan dan sering marah-marah. Apalagi melihat istrinya pulang kerja sampai hari gelap. Sehingga sering terjadi sindiran dan intimidasi secara verbal.
Dari intimidasi meningkat menjadi bentakan. Akibatnya istrinya sering menangis. Pernah sekali istrinya melawan dengan menepis intimidasi suaminya itu. Namun sepertinya suaminya tidak terima kalau perkataannya itu dilawan. Akhirnya tanpa sadar di puncak pertikaian itu tangan Ricky melayang dan mendarat di pipi istrinya.
Seketika itu juga Ricky tersadar dan meminta maaf atas perlakuannya. Mengingat mereka sudah memiliki buah hati, istrinya pun memaafkan perbuatannya itu. Kemudian lama kelamaan Ricky mulai membujuk istrinya untuk berhenti bekerja.
Alasannya sederhana, untuk fokus merawat anak mereka yang masih batita. Akhirnya dengan berat hati istrinya meninggalkan pekerjaannya. Sehingga keluarga itu hanya mempunyai satu tulang punggung yakni Ricky seorang.
Ricky yang memang tempramen tidak jarang membawa permasalahan kantor ke rumah. Sehingga sangat sensitif dan mudah marah bila ada sesuatu yang tidak sesuai keinginannya terjadi di rumah. Dengan memikirkan beban pekerjaan yang menumpuk ditambah dengan tuntutan kebutuhan keluarga yang tidak sedikit membuat Ricky semakin gampak emosional.
Hingga suatu ketika Ricky gagal mendapatkan tender kerja yang potensial. Pelampiasan kekecewaannya dia tuangkan kepada istrinya di rumah. Kejadian serupa terulang lagi. Ricky yang terlanjur marah karena hal sepele di rumah lantas menampar istrinya. Bukan hanya itu, dia juga kembali mengintimidasi istrinya dengan caci-maki dan sumpah-serapah.
Istrinya yang shock masih tidak tahu harus berbuat apa. Pikirannya mulai kacau, bercampur antara sedih, menyesal dan marah. Dia tidak pernah bermimpi untuk menjadi tidak seberdaya itu. Akhirnya dia hanya bisa menangis dan mengurung diri di kamar bersama bayi mungilnya.
Â
Implikasi Buruk dan Trauma