Paginya, ayam berkokok cukup kencang. Alarm ku pun kalah. Kali ini aku lebih bersemangat untuk bangun lebih awal dan melakukan pekerjaan rumah lebih cepat. Selesai memasak, aku bergegas menyiapkan hidangan dalam rantang kecil yang telah ku isi lengkap dengan buah-buahan seadanya.
Aku pergi menemuinya. “Selamat pagi” tidak ada jawaban. “Permisi, Arkan ?” masih hening. Aku memberanikan diri untuk masuk. Langkahku terhenti seketika melihat pemandangan pagi yang lebih indah dari mentari.
Dia tertidur pulas di sofa sambil memegang pensil dan ada kertas putih di meja. Matanya terpejam cukup rapat, nafas nya teratur, bibirnya bahkan tetap tersenyum saat sang empunya berada dalam alam bawah sadar.
Dan yang membuatku lebih takjub adalah dia menggambar seseorang yang sepertinya aku mengenalnya. “Ini aku” batinku menjerit tak tertahan. Tak sempat membangunkannya, aku hanya ingin pulang dan membayangkan betapa beruntungnya aku mengenalnya.
Malam kembali tiba, dan aku masih menunggu seseorang di teras rumah. Berharap dia kembali datang seraya memberi harapan seperti malam dan pagi tadi. Sambil terkantuk-kantuk, sekitar pukul 10.00 WIB malam aku melihat bayangan seseorang melangkah semakin dekat.
Belum juga aku tersadar, dia berkata “Ayla, ngapain malam-malam masih disini. Dingin loh, ayo masuk” ternyata Bu RT, namanya Bu Aini. Dia baik meski terkadang menyebalkan. Aku menyerah untuk terus begadang diluar.
Paginya, aku kembali menyiapkan hidangan untuknya. Aku berjalan sambil bersenandung ria dengan wajah yang berseri-seri. Tiba-tiba Bu RT datang lagi. “Ayla, ayo ikut ibu” ajaknya. “Kemana bu ? Saya ada perlu” ucapku penuh penolakan. “Mau kemana kok bawa hidangan banyak gitu ?“ tanyanya seakan-akan tak tahu bahwa ada orang baru di desanya sendiri.
Selagi mulai berjalan pelan aku menjawab “Buat Arkan bu, ituloh penduduk baru kasihan dia sendirian dan pasti tidak bisa memasak” jelasku panjang lebar. “Nggak. Ayo Ayla, ikut ibu sekarang!” beliau memaksa dan aku tidak mampu menolak.
Perjalanan bersama Bu RT cukup panjang, mungkin sekitar dua hingga tiga jam. Aku sampai di sebuah tempat bertuliskan Klinik Psikolog. Dan aku tak faham tempat seperti apa ini dan apa alasan aku dibawa ke tempat ini.
Setelah sampai dalam, aku ditanyai banyak sekali pertanyaan bahkan tentang Arkan. Aku bercerita dengan sangat antusias dan lengkap sekali. Entah mengapa ketika waktu selesai, aku diberi obat dan disarankan untuk kembali lagi dalam waktu dekat. Sungguh, aku tidak faham.
Sampai rumah, langit mulai petang. Bu RT tidak membiarkanku sendiri di rumah sesunyi ini. Beliau berkata aku sedang sakit. “Ayla, tolong dengarkan ibu. Dan tolong percaya ini. Kamu tahu rumah kosong diseberang ?” tanyanya pelan.