Mohon tunggu...
Jeni fitriasha
Jeni fitriasha Mohon Tunggu... -

Eks. mahasiswa Psikologi. Pemilik sunyiberdialog.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Toko Suka Miskin

20 Mei 2016   20:19 Diperbarui: 20 Mei 2016   21:49 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menerima ajakan pelayan toko tersebut. Aku melangkah pelan sambil mengamati setiap sudut toko. Ini adalah yang pertama kalinya aku berkunjung ke Toko Suka Miskin. Biasanya aku tidak mau karena kupikir ini adalah pelanggaran HAM. Namun sejak ayah menghadiahkanku rumah beserta mobil mewah ditambah sejumlah uang dalam tabungan, aku merasa ingin tahu tentang kemiskinan. Aku ingin tahu, mengapa orang-orang senang menikmatinya, menertawakannya, mengolok-oloknya, menangisinya dan terharu karena itu. Mereka bahkan berani mengeluarkan uang banyak demi dapat menikmati kemiskinan di rumah mereka.

Kota ini sejak awal sudah dipenuhi oleh 99% konglomerat dan para bangsawan. Gedung-gedung menjulang tinggi menyerupa kaki-kaki bagi angkasa. Mobil-mobil mewah keluaran merek ternama berseliweran di mana-mana. Sering kulihat mobil-mobil mewah itu terparkir lama di tepi jalan karena sudah tidak dipakai oleh pemiliknya yang sudah bosan dan memilih membeli mobil keluaran terbaru. Hingga akhirnya mobil derek datang dan membawa mobil-mobil itu ke tempat peleburan besi. Tidak ada angkutan umum di kota ini karena semua orang bisa membeli mobil apa saja.

Di kota ini orang berlalu-lalang memakai pakaian mahal dan mewah. Jam bermerek, sepatu bermerek, kosmetik bermerek, sampai pakaian dalam bermerek yang kisaran harganya berada di atas puluhan juta. Setiap sore mall-mall mengobral barang-barang dan makanan mewah.

Saat Toko Suka Miskin ini dibuka, betapa meriah penyambutannya. Karangan bunga memenuhi hampir semua jalan. Betapa tidak meriah? Orang-orang di kota ini sangat penasaran dengan apa itu kemiskinan. Bagaimana rupanya dan seperti apa ia bergerak. Mereka saking kayanya tidak pernah sedetik pun melihat sesuatu yang nestapa, sesuatu yang miskin. Sehingga kemiskinan menjadi mata kuliah wajib di beberapa universitas di kota ini. Mata kuliah tersebut mempelajari sejarah terjadinya kemiskinan, bagaimana caranya agar menjadi miskin, apa nilai-nilai yang terkandung dalam kemiskinan. Mata kuliah itu adalah mata kuliah yang paling diminati. Itulah istimewanya kota ini, orang-orang mau berpergian kemana pun demi mencari makna kemiskinan. Mereka rela meninggalkan perusahaannya, rumah dan mobil mewahnya demi bisa hidup dalam kemiskinan. Menyelami artinya dan terjun langsung ke dalamnya.

“Tuan, bagaimana menurut anda yang ini?” Aku terperanjat kaget. Lamunanku buyar setelah memperhatikan sudut ruang toko tersebut. Aku melihat ada banyak barang-barang murahan di sini. Seperti kipas angin, baju kaos pembagian dari sebuah partai, kompor minyak, juga sebotol air mata pengemis.

“Bukankah ini sangat indah? Ini jenis kemiskinan yang ditampilkan oleh seorang ibu yang pergi dengan kekasih gelapnya, meninggalkan suami dan anaknya ke kota tetangga untuk mencari makna kemiskinan. Ia tentu pernah menjadi golongan seperti kita karena pernah lama berada di kota ini.”

Mulutku terbuka lebar melihat perempuan setengah baya itu. Wajahnya lusuh, dengan rambut yang sangat kusut. Tidak ada tanda-tanda kebahagiaan pada air mukanya. Jari-jemarinya hitam dan kotor. Mulutnya terkatup kuat dan kering. Aku terdiam untuk beberapa detik dan tiba-tiba pikiranku melayang pada ingatan sepuluh tahun yang lalu. Ketika ibu pergi dari rumah dan tidak pernah kembali.

“Apa tuan tertarik dengan kemiskinan ini?”

***

Padang, 8 Juni 2014
Terbit di Padang Ekspres, Januari 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun