Si Pragmatis yang taktis dan opurtunis
Segala aturan main yang telah tertuang dan menjadi patron terhadap pencapaian tujuan tidak jarang justru menjadi ancaman dan hambatan. Tidak terpatok hanya dengan satu cara atau ide yang telah pakem adalah salah satu pola pemahaman bagi para pendukung pragmatis. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan.
Dengan demikian, paham pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran atau nilai-nilai luhur saja. Hitam dan putih hanya akan menjadi dasar pertimbangan yang difokuskan pada hasil.
“Bagi saya yang penting lulus” suatu pernyataan yang berbeda dengan kaum idealis sebelumnya yang meletakkan tujuan menjadi jawara. Hasil akhir adalah lulus yang tidak terlalu muluk-muluk. Meletakkan tujuan yang tidak seindah dengan kaum sebelumnya karena berorientasi kepada kata lulus. Jauh dari fokus meraih kata jawara sebagai tujuan akhir.
Menikmati realita dengan cara yang berbeda dan tidak hanya dengan bekerja keras apalagi terbentur dengan keterbatasan yang dimiliki.
Bekerja keras terkadang hanyalah angan-angan apabila diperkirakan tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Perlu cara lain yang lebih lentur dan masuk akal sehingga hasil yang diharapkan adalah kata lulus. Bekerja keras bukanlah ide atau cara mumpuni apabila punya cara lain di luar kebiasaan.
Banyak cara atau ide dengan segala keperbedaan yang dimiliki adalah sesuatu yang dimaklumi untuk mencapai tujuan. Antisipasi terhadap keterbatasan membuat kaum ini paham betul antara kemampuan dengan keterbatasan berikut rangakaian peraturan atau nilai-nilai yang sulit diterabas. Untuk apa juga harus juara kalau lulus juga adalah pilihan yang menyenangkan hati.
Nilai-nilai kesempurnaan tidak musti dikejar apabila yang praktis dan cepat telah memuaskan dan bisa dinikmati dengan bahagia.
Mobil dengan mesin tercanggih tidak akan bermakna apapun apabila tidak bisa berjalan. Keindahan atau kemewahan mobil akan tidak ada gunanya apabila tidak bisa dimiliki dan dimanfatkan. Pemahaman ini yang terkadang membuat kaum pragmatis terkesan apa adanya, tidak punya tujuan yang jelas dan sempurna, dan kelenturan ide yang mengantipasi perubahan serta kegagalan mencapai tujuan.
Sehingga itu sering kaum pragmatis dilabel sebagai kaum opurtunis atau tidak punya prinsip.