“Bermimpi meraih bintang namun tak pernah menggapai malam, menanti indahnya mentari namun tetap terbuai di ujung kelam” - JBS
Tidak bisa dipungkiri bahwa hidup dengan seluruh warna-warni yang menghiasinya layak disebut dengan sebuah paradoks tanpa akhir. Selalu berpasangannya antara 2 kutub yang bertolak belakang hingga menjadi siklus kehidupan.
Sebut saja baik vs buruk, suka vs duka, tawa vs tangis, dan pasangan kata yang berlawanan lainnya. Respon alamiah dari setiap orang adalah selalu berkeinginan untuk meraih dan menikmati yang “enak-enak” dan berupaya keras untuk terhindar dari yang “pahit-pahit”.
Bila ditanya pada diri, maka tidak akan munafik untuk memilih yang “enak-enak” seperti tren terkini ala-ala Tiktokers: visi “foya-foya” misi “foya-foya”, visi-misi “foya-foya terus”. Namun dipastikan paham ini adalah paham mimpi yang meracuni keserba-serbian dampak era disrupsi yang serba instan.
Pernahkah mendengar seorang berkata “Bagi saya yang penting lulus” sementara yang lain “Saya harus juara”, ada pula yang menegaskan “Hasil adalah segalanya” di pojok lain menyebutkan “Proses yang baik tak kan pernah menghianati hasil”. Mungkin setiap orang memiliki pengalaman yang sama dengan perkataan ini meski dengan dimensi dan situasi yang berbeda.
Bila ditilik secara tematik atau makna filosofis dari perkataan tersebut sesungguhnya akan mencerminkan paham atau pandangan yang terdiri atas kaum “pragmatis” dan kaum “idealis”.
Sesuatu yang lazim terdengar dan sebagian dari orang-orang telah dicap atau dihakimi oleh pembagian kaum ini. Pertanyaan selanjutnya adalah “Anda masuk paham mana? Idealis atau pragmatis?.”
Sebagai seorang yang tidak ahli tentang filsafat, saya coba mengulas paham ini berdasarkan pengalaman sekitar yang pernah dilihat dan dirasakan langsung. Mari kita coba tahu.
Si Idealis pekerja keras dan keras kepala
Dalam menjalankan dan menggapai visi dan misi baik itu anda sebagai pribadi maupun sebuah organisasi tidak pernah lepas dengan cara atau paham yang diyakini benar mencapai tujuan. Oleh karenanya akan selalu ada paham yang kemudian menjadi acuan untuk dilihat, dikecap dan dinikmati bersama. Terdapat dua pengelompokan paham, yang oleh sebahagian orang akan menstempel seseorang itu dengan label orang idealis atau orang pragmatis.
Dari berbagai sumber, pengertian paham idealisme (kaum idealis) adalah orang-orang yang lebih menekankan kepada hal-hal bersifat ide yang dianggap sebagai suatu kebenaran, dengan bersumber dari pengalaman, kultur budaya, dan kebiasaan. Nilai-nilai yang dianggap benar adalah sempurna adanya. Menjadi suatu ideologi untuk kemudian menjadi patron mencapai tujuan. Di luar ide atau nilai-nilai itu dianggap tidak sesuai dan bertentangan.