Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara di atas Agama: Refleksi dari New Zealand sampai Arabia Era Rasulullah

10 November 2017   09:33 Diperbarui: 10 November 2017   10:34 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan gereja di Wellington sebelum dirobohkan (Stuff.co.nz)

Di Indonesia, saya melihat setiap pemerintah yang berkuasa seperti setengah-setengah pendiriannya. Inginnya semua berada dalam satu payung hukum. Inginnya harus ada rule of law. Tapi di sisi lain suka mengakomodir agama dengan berbagai perbedaan tafsirnya.

Di NZ terdapat pastor yang kena penjara rumah karena memalsukan dokumen imigrasi seseorang yang ia rekomendasi untuk masuk NZ. Kata pastornya, ia ingin membantu seseorang demi Tuhan agar orang tersebut punya masa depan baik. Tapi bagi imigrasi NZ, apa yang pastor lakukan itu melanggar hukum. Jadilah dia dipenjara tak peduli dia adalah pemimpin agama. Orang yang ia bawa ke NZ akhirnya dideportasi.

Di Indonesia, beberapa ustadz dan kiai jelas-jelas tidak mengakui demokrasi dan pancasila. Secara hukum, seharusnya mereka perlu dicabut kewarganegaraannya dan dideportasi. Itu solusi simulasi sederhana dari saya. Maksudnya, kalau ada yang tidak sejalan dengan hukum dan paling penting ideologi dasar negara, baik itu secara aksi maupun hanya ide, bagi saya mereka perlu segera ditindak secara hukum yang berlaku.

Saya yakin kalau ada orang yang tinggal di Saudi lalu macam-macam tidak sejalan dengan fatwa ulama-ulama utama negara tersebut, sudah dipastikan mereka akan kena hukuman. Begitu juga di Iran. Bukan berarti saya setuju Wahabisme atau Shiah, akan tetapi saya harus apresiasi ketegasan dari negara-negara tersebut dalam menegakkan hukumnya.

Dari diskusi sederhana ini, kita melihat bahwa Indonesia perlu atau bisa belajar dari negara-negara yang yang telah tegas menetapkan hukum dalam negaranya baik itu rule of law (NZ), rule of Sunni-Wahabism (Saudi), maupun rule of Iranian Shi’ism (Iran).

Siapa tafsirkan rule of law di Indonesia?

Kongkret nya bagaimana untuk Indonesia? Kita telah banyak mendengar Pancasila, UUD 45 dan akhir-akhir ini Islam Nusantara. Saya melihat tiga hal itu dapat menjadi rujukan tunggal pemerintahan di Indonesia. Tiga hal itu, jika dilihat kembali, seperti gabungan antara rule of law dan rule of religion. Jadi ketika ada yang tidak bisa sejalan dengan dasar negara tersebut, mereka bisa diproses secara hukum dan dihapus kewarganegaraannya.

Pertanyaannya, bagaimana kalau ada beda penafsiran soal dasar negara tersebut? Siapa yang berhak memberikan penafsiran? Siapa yang berhak menjadi rujukan tafsir yang utama? Sekali lagi, jawabnya pasti pemerintah yang sedang memimpin. (saya mau bilang pemerintah yang berkuasa, rasanya negatif sekali)

Memang ini kesannya mengarah ke rezim makiavelian atau otoritarian. Saya awalnya juga berpikir begitu. Tapi kalau kita bicara rule of law, pada akhirnya pemerintah yang punya keputusan akhir di setiap proses-proses dan kejadian-kejadian di negaranya. Kita bisa berdebat di pengadilan soal tafsir hukum, tapi ketika palu sudah diketok, semua harus taati keputusan.

Suka atau tidak, kita semua tidak akan pernah punya satu tafsir yang disetujui semua umat atas hukum atau agama. Karena itu dalam bernegara, adanya tafsir utama sangat diperlukan.

Pasti ada yang tidak terakomodasi. Ya itu konsekuensi dalam berkomunitas. Di dalam keluarga saja kita sering punya perbedaan pendapat soal macam-macam dari makanan hingga agama. Kalau ide soal tafsir utama ini mengarah ke makiavelian, bagi saya itu karena masalah manusianya. Kalau dapat pemimpin yang kapabel ya akan jadi seperti NZ, kalau tidak kapabel ya jadi seperti Yaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun