Cerita ini pun berakhir ketika Jusuf Kalla (JK) yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI berinisiatif: Harus ada bandara yang dibangun 100% oleh anak-anak negeri. Singkat cerita, tiga bandara karya anak negeri kini berdiri megah di Indonesia: Bandara Sultan Hassanuddin Makassar, Bandara Kualanamu Deli Serdang dan Bandara Internasional Lombok.
Melihat apa yang bisa diperbuat JK, tentu monorail tak seharusnya menjadi rumit dan bertahun-tahun menjadi hiasan manis di atas kertas. Politisasi proyek apapun termasuk monorail bisa terjadi bila memang tak ada kemauan. Bagaimana soal kemampuan? Orang pintar di dunia ini banyak sekali, dan monorail bukan hal yang baru pula. Kita tinggal belajar dari mereka. (Kisah JK mendorong pembangunan Kualanamu bisa dibaca di sini)
Seperti kata Prof Tjipta, sikap Ahok yang berlebihan memang disayangkan. Tak seharusnya ia banyak bicara banyak pada media soal masalah monorail ini. Simpanlah saja dibawah meja. Selesaikanlah tanpa membingungkan rakyat.
Di sisi lain, kekeukeuhan PT JM juga timbulkan tanda tanya. Mengapa? Mudah saja, kalau memang proyek ini menguntungkan DKI, tentu Ahok tak akan marah-marah, dan Jokowi membiarkannya. Melihat track record Ahok sebagai pejabat, kemarahannya tentu memiliki alasan.
Proyek monorail bukanlah proyek yang bisa mengasilkan keuntungan dalam waktu cepat. Belasan triliun harus digelontorkan untuk menyelesaikannya. Direktur PT JM ketika ditanya mengapa ia benar-benar getol ingin melanjutkan proyek ini adalah karena harga property yang dilalui oleh jalur ini kelak akan naik. Orang akan mudah berpikir: Ah, rupanya ini juga ada maunya. Tak salah memang orang berbisnis, tapi mungkin ini juga yang membuat Ahok marah.
Pada akhirnya, penjelasan panjang ini saya utakaman untuk kawan baik saya. Selesai acara, saya segera pergi pulang ke kosan. Sebenarnya ada makanan gratis, tapi rupanya keinginan untuk segera menyampaikan apa yang saya dapat dan pikirkan secepatnya pada Dhani. Saya jelaskan akar masalah silang sengkarut monorail di Jakarta ini.
Perkara monorail sebenarnya perkara mudah, tapi sepertinya perkara mudah belum mendapat tempat di sini. Diskusi alot selalu harus jadi bahan pembuka setiap keputusan di negara berjuluk Zamrud Khatulistiwa ini.
Saya juga katakan padanya, dulu banyak orang bilang kalau Singapura maju karena penduduknya sedikit. Banyak yang mengamini itu. Teknologi transportasi pun mudah diterapkan di sana. Waktu itu Jakarta tak punya monorail pun, masa bodoh.
Tapi kini China yang penduduknya 1 milyar lebih pun bisa maju. Kini orang merevisi pikiran-pikiran mereka. Seperti kata Jusuf Kalla, bahwa yang menjadikan sebuah negara maju itu bukan jumlah penduduk, sedikit atau banyak, tapi kemauan yang kuat dari bangsa itu sendiri.
Kalau memang DKI ingin punya monorail, tak seharusnya ini jadi manisan kertas yang sudah bertahun-tahun cuma jadi bahan perdebatan, penghias media massa dan pemberi harapan palsu.
Rupanya Dhani memahami, saya pun juga memahami. “Sudahlah, terima kasih penjelasannya, itu sudah cukup. Kalau pun memang tak bisa dibangun di sini, saya bisa ke Malaysia naik monorail di sana sambil kunjungi balik kawanku,” kata Dhani sambil mengangkat bahu. (*)