Pemerintah telah bertekad untuk menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045. Untuk mencapai visi tersebut maka diperlukan lembaga litbangjirap yang dapat tercipta pembangunan pertanian yang lebih terarah dalam menghasilkan invensi dan inovasi pertanian. Teknologi pertanian hasil penelitian sangat dinantikan oleh masyarakat penyedia pangan yaitu para petani. Sangat sulit melacak hasil-hasil penelitian dan dampaknya terhadap perekonomian di Indonesia, saya ambil contoh hasil penelitian dan pengembangan di Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan setiap tahun menghasilkan ratusan invensi yang sangat dinantikan oleh dunia pertanian. Teknologi-teknologi inovatif tersebut sebagian besar menjadi domain publik yang langsung digunakan oleh masyarakat, dan sebagian lainnya didaftarkan perlindungan kekayaan intelektual (HKI) seperti paten, perlindungan varietas tanaman (PVT), hak cipta dan lain-lain.
Teknologi pertanian yang didaftarkan perlindungan HKI sampai akhir tahun 2022 mencapai 900 teknologi, kemudian HKI tersebut dialih teknologikan secara komersial kepada industri melalui mekanisme lisensi. Teknologi Pertanian tersebut sebanyak 92 dilisensi oleh 99 perusahaan yang tertuang didalam 211 perjanjian lisensi. Kegiatan komersialisasi teknologi Kementerian Pertanian ini menghasilkan perputaran ekonomi dimasyarakat mencapai Rp.200 miliar/tahun, sementara itu royalti yang dibayarkan perusahaan penerima hak lisensi kepada Kementerian Pertanian rata-rata mencapai Rp.4,5 miliar/tahun. Hal ini membuktikan bahwa Balitbangtan, Kementerian Pertanian sangat produktif dalam menghasilkan teknologi inovatif yang dibutuhkan oleh masyarakat dan industri pertanian.
Terintegasinya tusi litbangjirap dalam menghasilkan invensi dan inovasi menimbulkan harapan baik akan terciptanya pembangunan IPTEK yang lebih terarah, akan tetapi menyaksikan dinamika kinerja BRIN dalam mengelola organisasi dan SDM peneliti saat ini, siapapun boleh menaruh kekhawatiran masa depan inovasi nasional khususnya dunia pertanian. Jika situasi ini masih terus berlangsung, maka akan semakin memperparah indek inovasi global Indonesia yang saat ini berada pada urutan berada di peringkat ke-75 dengan nilai 27.9.
Kembali ke persoalan ijtihad bahwa justifikasi integrasi litbangjirap dengan membentuk badan riset dan inovasi nasional membutuhkan pemikiran yang holistik dengan melihat permasalahan secara jernih dan memberikan solusi yang tepat dengan tingkat risiko yang paling kecil. Jika dirasa integrasi tusi litbangjirap ke BRIN tersebut banyak mudharatnya daripada maslahahnya maka tidak ada masalah jika Bapak Presiden melakukan ijtihad ulang. Sebab jika ijitihad salah hukumnya dapat satu pahala, jika benar dapat dua pahala. Wassalam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI