Aku mencoba menelan ludah. Mencoba membendungnya agar tidak keluar dari kekangannya.Â
Kita sudah menunggu lama untuk ini.
Ini harapan kita berdua. Aku harus tangguh menghadapinya.
Untukmu … dan untukku.
Lagu ini, yang kudengar sekarang, tidak, yang kurasakan sekarang, kudedikasikan kepada kematianmu.
Doakan, di mana pun kamu berada sekarang setelah kubunuh penuh tangisan, dunia dewasa ini tidak sekeji kata orang.
Karena di sinilah aku akan mulai tinggal, dan di sini pula aku akan beristirahat selamanya, dan ketika saat itu datang, aku akan memimpikanmu, supaya kita dapat sekali lagi tertawa, melakukan hal-hal gila, dan menangis, bersama.
Sampai jumpa, masa kecilku, beristirahatlah dengan tenang sampai kita ditemukan kembali.
Vita nostra brevis est … Brevi finietur …
---
Jaysen Ekajuve Thiadi, un homme de lettres