Gaudeamus igitur … Juvenes dum sumus …
Paduan suara itu bagai bentara yang mengumumkan bahwa seluruh peserta dalam aula itu sudah siap untuk terjun ke dunia itu, dunia yang menyebabkan banyak keriput dan rambut putih kepada mereka yang sudah memasuki dunia itu sebelum mereka. Tidak peduli apakah benar semua orang sudah siap atau tidak.
Post jucundam juventutem … Post molestam senectutem …
Mungkin memang ada baiknya kamu tidak melihat diriku perlahan menjadi seseorang yang tidak dapat lagi kamu kenal. Mungkin memang ada baiknya kenangan terakhirmu tentangku adalah segala kenangan yang telah mempererat hubungan kita. Mungkin memang ada baiknya kamu tidak melihat siapa yang menikammu dari belakang.
Lagi, dan lagi, dan lagi …
Hingga kamu pucat tanpa napas.
Hingga napasku terengah-engah danair mataku kering.
Iya.
Mungkin ada baiknya.
Setidaknya kamu tidak perlu lagi memikul beban harapan orang-orang di sekitarmu, yang menyiksa waktu mainmu, yang membuatmu merasa tidak enak.
Biarkanlah beban itu sepenuhnya kutanggung, bersama dengan kejahatan yang telah kulakukan dalam pembunuhanmu.Â
Nos habebit humus … Nos habebit humus …
Sial. Kenapa paduan suara ini bagus sekali? Aku bisa merasakan air mata melarikan diri dari pelupuk mata.Â
Saksi mata yang membuktikan terdakwa bersalah tidak lain adalah mata sang terdakwa.