"Sebenarnja saja djuga sudah tahu kalau gadis tjantik ini bernama Kanthi, tapi......." Gombal, tapi biasanja efektif.
"Mana Rudi?" tanjaku memastikan. Vulgar, tapi perlu dan harus ditanjakan. Agar tidak terdjadi hal jang tak diinginkan nantinja.
"Tidak tahu, mas. Mungkin tidak datang". Meski senjumnja menghilang, tapi, nah.... ini undangan. Hanja lelaki goblok jang tidak tahu kalau djawaban ini bukan undangan. Dan rasanja aku tidak termasuk.
Dan kamipun bergeser menjauhi medja hidangan. Lupa aku pada tuntutan perut. Lupa aku kalau harus menjalami kawan-kawan jang berangkat besok. Â Lupa..... lupa semua. Ada prioritas lain jang harus didahulukan. Dan di panggung, Bing Slamet jang biasa menabuh bongo, merebut microphone dan mulai memperdengarkan suara emasnja. Hadirin berdjingkrak bersama melantunkan lagunja. Nurlaila memang tjantik. Siapa kena lirik, hati bak didjentrik....
"Terlalu ramai di sini. Bagaimana kalau kita ke luar sadja?" adjakku. Dia mengangguk. Kamipun duduk berdua di tangga teras. Hanja berdua, jang lain apalah artinja?. Sedikit heran, mengapa bulan purnama malam ini djadi sangat indah.
Pertemuan malam ini tak kulupakan. Pertemuan kali ini membawa kesan. Aku enggan untuk pulang, walau pagi  t'lah mendjelang...... Dari dalam ruang sajup terdengar Anna Mathovani menjanji. Keterlaluan anak-anak panitia itu. Gadis ketjil pra remadja seperti dia disuruh menjanji djelang tengah malam seperti ini.
Dan waktupun berlari luar biasa tjepat. Dan akulah jang punja kesempatan pertama untuk mengantarnja pulang. Kami naik betjak berdua dari Salemba ke Tjikini, rumahnja. Heran sungguh, si abang mengajuh betjaknja sangat tjepat. Bisa lewat Mester sebenarnja, biar agak lama.....
Usai mengantarkan si gadis kembali pada orang tuanja, akupun bergegas pulang. Sudah lewat tengah malam. Ke Pegangsaan, asrama jang djadi rumahku. Djalan kaki sadja. Ada kemungkinan bisa ditangkap melanggar djam malam. Meski tidak djadi soal besar, tapi tjukup buang waktu. Ah biarlah...
Biarlah, karena masih ada hari esok. Pertjajalah esok akan tjerah, kawan!. Â Aku akan segera judisium tingkat achir, lantas lulus dan bekerdja!. Dan aku akan segera datang kembali, resmi ke orangtuanja untuk ......., untuk...........
Lamunanku bujar seketika karena bunji detjit rem  mobil di seberang. Beberapa kepala muntjul dari mobil terbuka itu, berteriak-teriak. Mobil itupun berputar balik. Karmann Ghia Bobby rupanja. Lalu Irman, David dan semuanja berteriak berebutan.
"Sennooooo....gila kamu! Dasar buaja! Semua sudah mengepak ranselnja ketjuali kamu! Djam tiga pagi ini kita harus berangkat dari Halim, bukan?. Â Kamu Kepala Regu atau bukan, sih?"