Mohon tunggu...
Penulis Senja
Penulis Senja Mohon Tunggu... Guru - Guru Honorer

Selamat Datang di Konten Blog saya, semoga dapat menghibur dan menginspirasi kalian semua. Silahkan tinggalkan jejak di kolom komentar untuk request cerpen, puisi, artikel atau yang lainnya. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berlian di Pasar Malam

27 Mei 2024   23:05 Diperbarui: 27 Mei 2024   23:39 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, langit gelap tanpa bintang. Pasar malam di kota kecil bernama Ladang Senja mulai ramai. Lampu-lampu warna-warni dan suara musik memenuhi udara, mengundang penduduk setempat dan wisatawan untuk menikmati berbagai wahana, makanan, dan permainan. Di antara kerumunan, seorang pria tua bernama Pak Joko duduk di kios kecilnya, menjual pernak-pernik dan benda-benda antik.

Pak Joko terkenal dengan cerita-cerita misteriusnya. Banyak pengunjung yang datang bukan hanya untuk membeli barang, tetapi juga untuk mendengarkan kisah-kisahnya yang penuh teka-teki. Malam itu, seorang wanita muda bernama Lisa mendekati kios Pak Joko. Matanya tertarik pada sebuah kalung berbandul berlian yang terpajang di sana.

"Bolehkah saya melihat kalung itu, Pak?" tanya Lisa.

Pak Joko mengangguk dan menyerahkan kalung tersebut. "Ini bukan kalung biasa, Nona. Ada cerita di baliknya."

Lisa tersenyum. "Saya suka cerita misteri. Apa yang istimewa tentang kalung ini?"

Pak Joko mulai bercerita. "Kalung ini konon milik seorang bangsawan kaya yang tinggal di sini lebih dari seabad yang lalu. Dia memiliki kekayaan yang luar biasa, tetapi suatu malam, dia menghilang tanpa jejak, bersama dengan semua hartanya. Satu-satunya yang tersisa hanyalah kalung ini, yang ditemukan di tempat tidurnya."

Lisa memandang kalung itu dengan lebih seksama. "Jadi, tidak ada yang tahu ke mana perginya bangsawan itu?"

"Benar," jawab Pak Joko. "Namun, beberapa orang percaya bahwa arwahnya masih berkeliaran di sekitar pasar malam ini, mencari harta yang hilang. Ada yang mengatakan bahwa jika Anda memakai kalung ini, Anda bisa melihat hantu bangsawan itu."

Lisa tertawa kecil, merasa cerita itu hanyalah bualan untuk menarik pembeli. Namun, ada sesuatu dalam cara Pak Joko berbicara yang membuatnya ingin mencoba. "Berapa harganya, Pak?"

Pak Joko tersenyum tipis. "Untuk Anda, Nona, cukup lima puluh ribu rupiah."

Lisa membayar dan mengenakan kalung itu. Dia melanjutkan perjalanannya keliling pasar malam, menikmati wahana dan permainan. Namun, semakin larut malam, dia mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Suhu udara tiba-tiba menjadi dingin, dan dia merasakan kehadiran seseorang yang mengamatinya.

Tiba-tiba, di antara kerumunan, dia melihat sosok seorang pria dengan pakaian gaya klasik abad ke-19. Pria itu tampak tidak biasa, tidak seperti pengunjung lainnya. Dia berjalan perlahan mendekati Lisa dan berhenti tepat di depannya.

"Apakah Anda yang memegang kalung itu?" tanya pria itu dengan suara tenang namun dingin.

Lisa terdiam sejenak, terkejut dan bingung. "Ya, saya yang memakainya."

Pria itu tersenyum samar. "Kalung itu milik saya. Saya mencarinya selama bertahun-tahun."

Lisa merasakan bulu kuduknya berdiri. "Apakah Anda... bangsawan yang hilang itu?"

Pria itu mengangguk perlahan. "Ya, saya adalah bangsawan tersebut. Saya terjebak antara dunia ini dan dunia lain karena kutukan. Hanya dengan menemukan kalung ini saya bisa bebas."

Lisa merasa takut namun juga iba. "Apa yang harus saya lakukan?"

"Saya butuh Anda untuk mengembalikan kalung ini ke tempat asalnya, di rumah tua di ujung pasar malam ini. Setelah itu, saya akan bisa beristirahat dengan tenang," kata pria itu dengan suara yang mulai terdengar putus asa.

Dengan hati-hati, Lisa mengikuti arahan pria itu. Dia berjalan ke rumah tua yang dimaksud, bangunan yang sudah lapuk dan hampir runtuh. Dengan perasaan cemas, dia memasuki rumah tersebut dan menemukan sebuah kotak kayu kecil di sudut ruangan. Dia meletakkan kalung itu di dalam kotak, dan seketika, dia merasakan angin dingin berhembus kencang, kemudian menghilang.

Pria itu muncul kembali, kini dengan senyum lega. "Terima kasih, Nona. Kini saya bisa beristirahat dengan tenang."

Lisa mengangguk, merasa lega telah membantu. Ketika dia keluar dari rumah tua itu, dia merasa udara malam kembali hangat dan normal. Pasar malam terus berlanjut dengan riang gembira, seolah tidak ada yang terjadi.

Keesokan harinya, Lisa kembali ke kios Pak Joko, tetapi pria tua itu dan kiosnya sudah tidak ada. Seorang pedagang lain mengatakan bahwa tidak pernah ada yang bernama Pak Joko di pasar malam itu. Lisa hanya tersenyum samar, menyadari bahwa dia telah mengalami malam yang penuh misteri yang tak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun