Mohon tunggu...
Penulis Senja
Penulis Senja Mohon Tunggu... Guru - Guru Honorer

Selamat Datang di Konten Blog saya, semoga dapat menghibur dan menginspirasi kalian semua. Silahkan tinggalkan jejak di kolom komentar untuk request cerpen, puisi, artikel atau yang lainnya. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya di Ujung Lorong

9 Mei 2024   13:57 Diperbarui: 9 Mei 2024   14:00 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kesunyian menggema di lorong-lorong panti asuhan Raya Surya, tempat Ani, seorang relawan muda, menghabiskan sorenya setiap Jumat. Tugasnya adalah membantu anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah mereka, tetapi yang lebih penting, ia di sana untuk memberikan kehangatan dan perhatian yang sangat mereka butuhkan.

Salah satu anak di panti itu, Budi, adalah anak yang paling membuat Ani penasaran. Budi selalu terpisah dari yang lain, sering kali ditemukan menyendiri di sudut ruangan dengan buku di tangannya.

Suatu hari, saat Ani sedang merapikan buku-buku pelajaran di perpustakaan panti, ia melihat Budi duduk sendirian di bawah cahaya lampu yang remang-remang. Dengan lembut, Ani mendekatinya.

"Hey, Budi, apa yang kamu baca hari ini?" tanya Ani sambil duduk di sebelahnya.

Budi menunjukkan buku yang sedikit usang di tangannya, "Kumpulan cerita pendek," jawabnya pendek.

Ani tersenyum, "Cerita mana favoritmu?"

Budi membuka buku pada halaman yang sudah dilipat pojoknya, "Ini, tentang seorang anak yang bisa mengubah dunia di sekitarnya dengan kebaikan hatinya."

Mendengar itu, Ani menjadi lebih tertarik. "Itu terdengar luar biasa. Boleh aku dengar salah satu kutipannya?"

Budi membacakan dengan suara yang hampir tidak terdengar, "'Kita tidak perlu menjadi super untuk melakukan hal yang luar biasa. Kita hanya perlu percaya bahwa apa yang kita lakukan, sekecil apa pun, bisa membawa perubahan besar.'"

Kutipan itu beresonansi dalam diri Ani, dan ia memandang Budi dengan kekaguman. "Itu sangat indah, Budi. Apa kamu percaya pada itu?"

Budi mengangguk, "Ya, tapi terkadang sulit melihat bahwa apa yang aku lakukan di sini, bisa berarti apa-apa."

Ani mengambil napas dalam-dalam, memilih kata-katanya dengan hati-hati, "Budi, setiap kebaikan yang kamu tunjukkan, setiap senyum yang kamu bagikan, setiap bantuan yang kamu berikan kepada teman-temanmu di sini, semua itu mengubah dunia. Mungkin bukan seluruh dunia sekaligus, tapi dunia seseorang."

Matanya berbinar ketika ia menambahkan, "Kamu mungkin tidak melihat perubahannya langsung, tapi itu tidak berarti itu tidak terjadi. Ingat, cahaya kecil dapat menerangi lorong yang gelap, dan terkadang, itu semua yang kita butuhkan."

Budi melihat ke atas, mata Ani bertemu dengan matanya yang mulai berkilau. Ada secercah pemahaman, dan mungkin, sebuah semangat baru dalam dirinya.

"Terima kasih, Kak Ani," katanya dengan suara yang sedikit lebih keras dari biasanya.

Dari hari itu, Budi mulai lebih banyak berinteraksi, berbagi, dan membantu teman-temannya. Ani menyaksikan bagaimana satu anak, dengan kepercayaan yang baru ditemukan pada dampak tindakannya, bisa benar-benar mengubah atmosfer sekitar.

Melalui kutipan sederhana dari sebuah buku dan percakapan yang tulus, Budi belajar bahwa dia memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan, tidak peduli seberapa kecil, dan Ani belajar bahwa kadang-kadang, menjadi guru paling berharga adalah menjadi pendengar yang baik.

Puisi:

Cahaya Kecil di Lorong Gelap

Di lorong sunyi panti asuhan,  
Dimana langkah kaki bergema,  
Ada seorang anak, Budi namanya,  
Menyimpan buku cerita di bawah sinar lampu yang remang.

Dia membaca tentang pahlawan tanpa jubah,  
Tentang kebaikan hati yang membelah gelap,  
Mengubah dunia dengan senyuman,  
Sekecil apapun, namun menggema.

Ani datang, dengan senyum dan tanya,  
Mendengarkan, bukan hanya mendengar,  
Dia menawarkan kata-kata, menggali makna,  
"Setiap kebaikanmu, Budi, membawa perubahan."

Di bawah cahaya yang lemah,  
Dua hati berbicara, membuka lembaran baru,  
Cerita tentang percaya pada kekuatan diri,  
Bahwa setiap tindakan, besar maknanya bagi yang memandang.

Dari bocah yang terasing,  
Kini berdiri seorang perubah,  
Berbagi tawa dan bantuan tulus,  
Merangkul dunia kecilnya dengan hati yang luas.

Budi belajar, dan Ani pun mengerti,  
Kita semua punya cahaya, meski kecil,  
Dapat menerangi lorong yang paling gelap,  
Dan itulah semua yang kadang kita butuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun