Kedua, unsur dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum mengakses computer dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik. Hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan juga keterangan Ahli : AULIA BAHAR PERNAMA, S.Kom,M.ISM, dan mendengarkan keterangan terdakwa, bahwa terdakwa membeli data Kartu Kredit tersebut di akun facebook dengan nama Nanda Novriansyah. Dalam pembelian tersebut terdakwa menggunakan akun dengan username densc0der.151 dengan password Jancok123!!. Terdakwa menjelaskan kegunaan data kartu kredit tersebut dipergunakan untuk melakukan pembayaran pembelian Voucher Hotel yang terdakwa lakukan melalui website www.studentagecy.cz sesuai dengan identitas data kartu kredit yang sudah terdakwa beli, dalam transaksi pembelian voucher hotel terdakwa login ke website yang dituju kemudian memesan voucher hotel sesuai dengan identitas yang diminta oleh pelanggan terdakwa, kemudian pembayaran dari transaksi tersebut terdakwa menggunakan kartu kredit (CC) dengan pemilik United States (US). terdakwa membeli data kartu kredit (CC) yang kemudian digunakan untuk membeli voucher setiap voucher hotel adalah 50 % dari harga yang sebenarnya yang ditawarkan seperti apabila harga tiket Rp.1.000.000,- terdakwa menjualnya hanya Rp.500.000,- dan hasil penjualan barang-barang tersebut terdakwa memperoleh keuntungan yang terdakwa gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, terdakwa telah nyata mengakses komputer dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik, maka menurut Majelis Hakim unsur “dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik” di dalam dakwaan ini telah terpenuhi.
Unsur dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No. 86/Pid.sus/2018/PN.Lmg. Pertama, unsur Setiap orang. Hakim mempertimbangkan bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam pemeriksaan perkara ini, baik keterangan saksi-saksi maupun Terdakwa, Terdakwa mengaku bernama TRISNA HANDYARTO alias MR.Bl4ckr053, dengan identitas sebagaimana yang dicantumkan dalam surat dakwaan sehingga dengan demikian tidak terjadi salah orang (“error in persona”). Bahwa selama pemeriksaan dipersidangan, Terdakwa dapat menjawab secara jelas, lengkap, terang, dan terperinci tentang segala sesuatu yang ditanyakan kepadanya, oleh karena itu Terdakwa adalah subyek hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dengan demikian unsur pertama telah terpenuhi.
Kedua, unsur dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik serta Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik milik pemerintah dan atau yang digunakan untuk layanan public. Hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa Terdakwa telah dengan sengaja melakukan perbuatannya karena menghendaki mengakses situs web/website http://bareskrim.sipp.polri.go.id mendapat link url : http://bareskrim.sipp.polri.go.id/_sisbinkar_/backup/wso.php, dengan harga Rp.20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) dari Herman. Bahwa situs web http://bareskrim.sipp.polri.go.id merupakan situs web milik Bareskrim Polri yang berisi aplikasi yang menghimpun data-data personel seluruh anggota Polri dan PNS Polri yang berada di satuan Kerja Bareskrim Polri, sehingga situs web tersebut adalah milik pemerintah dan berisi dokumen elektronik dan yang berhak masuk ke dalam situs web tersebut sebatas Anggota Bareskrim Polri. Berdasarkan fakta hukum bahwa Terdakwa bukan merupakan anggota Polri, sehingga Terdakwa tidak ada hak untuk masuk ke dalam situs web http://bareskrim.sipp.polri.go.id dan Terdakwa masuk ke dalam situs web tersebut dengan cara melawan hukum yaitu melakukannya tanpa ijin dari Bareskrim Polri sebagai pemilik situ web tersebut dan Terdakwa melakukannya dengan sebutan cara “back dor” atau pintu belakang. Berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut Majelis Hakim menyimpulkan bahwa unsur ini telah terpenuhi.
Unsur dalam Pasal 35 UU ITE yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No. 268/Pid.Sus/2012/PN.Skh. yaitu: Pertama, unsur Barang siapa. Menurut Hakim, yang dimaksud dengan unsur “ barang siapa “ adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang merupakan pelaku dari tindak pidana tersebut, di mana maksud dari barangsiapa di sini adalah agar tidak adanya kesalahan orang atau error in persona antara dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan diri Terdakwa yang dihadirkan di persidangan dan orang tersebut mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut secara hukum. Bahwa identitas diri Terdakwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah ANDRIYANI, S, SI Bin SUMARI mana identitas tersebut adalah benar adanya sebagaimana keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa sendiri dan Terdakwalah yang memiliki identitas tersebut dan Terdakwa adalah orang yang telah dewasa yang sehat jasmani dan rohaninya, tidak dalam keadaan terganggu ingatannya serta mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan di depan persidangan, dengan demikian unsur barangsiapa dimaksud adalah diri Terdakwa, sehingga unsur ini telah terpenuhi.
Kedua, unsur dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum. Hakim mempertimbangkan fakta hukum yang terungkap di persidangan melalui keterangan saksi-saksi. Maka Hakim menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan manipulasi dan perubahan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi dan/atau dokumen elektronik dianggap seolah-olah data yang otentik. Akibat perbuatan terdakwa, calon mahasiswa yang ia gantikan mendapatkan hak untuk masuk sebagai mahasiswa UMS. Hak tersebut adalah hak yang tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur. Berdasarkan uraian tersebut, maka dengan demikian unsur “dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum “ telah terpenuhi.
Ketiga, unsur melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik. Hakim mempertimbangkan bahwa dari keterangan saksi-saksi, bukti surat, ahli, keterangan terdakwa, dan dikaitkan dengan barang bukti yang satu sama lain saling bersesuaian terdapat fakta – fakta hukum bahwa merupakan perbuatan manipulasi dan perubahan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi dan/atau dokumen elektronik dianggap seolah-olah data yang otentik. Akibat perbuatan terdakwa, calon mahasiswa yang ia gantikan mendapatkan hak untuk masuk sebagai mahasiswa UMS. Hak tersebut adalah hak yang tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur. Dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi.
Keempat, unsur dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik. Hakim mempertimbangkan bahwa perbuatan manipulasi dan perubahan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi dan/atau dokumen elektronik dianggap seolah-olah data yang otentik. Akibat perbuatan terdakwa, calon mahasiswa yang ia gantikan mendapatkan hak untuk masuk sebagai mahasiswa UMS. Hak tersebut adalah hak yang tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur bahwa dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi.
Berdasarkan pada uraian mengenai unsur-unsur dalam pasal yang diterapkan hakim dalam memutus perkara tersebut maka, penulis berpendapat bahwa Majelis Hakim melalui Putusan No.132/Pid B/2012/PN.PWK, Putusan No.268/Pid.Sus/2012/PN.Skh, Putusan No.253/Pid B/2013/PN Jmr, Putusan No.86/Pid.sus/2018/PN.Lmg, Putusan No.6/ Pid.Sus/2019/PN Mlg memberikan pemahaman bahwa terhadap norma yang abstrak, samar atau bahkan tidak jelas sehingga terjadi multi intepretasi dapat diselesaikan dengan cara penemuan hukum agar supaya dapat memecahkan masalah tersebut. Ilmu penemuan hukum menurut teori Keadilan Bermartabat menjelaskan selengkap-lengkapnya dan sejeles-jelasnya mengenai unsur yang termuat dalam pasal yang diajukan oleh JPU terhadap Terdakwa. Hakim kemudian mengelaborasi antara fakta yang terungkap terkait duduk perkara dalam putusan dengan memperhadapkan secara diemetral dengan unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan. Ketika ditelaah oleh Hakim secara holistik, maka dengan hak dan kewajiban untuk mengadili suatu perkara diajukan kepadanya memberikan putusan yang adil berdasarkan pada Pancasila, sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Putusan-putusan hakim mengenai akses ilegal sebagimana telah diuraikan di atas menunjukan bahwa melalui penemuan hukum, hakim dapat menyelesaikan keempat persoalan hukum tersebut. Dalam kaitanya dengan pengaturan akses ilegal di Indonesia, kesepuluh putusan tersebut juga membuktikan bahwa tidak terdapat kekosongan oleh karena hakim dalam memutus perkara tersebut mengacu pada UU ITE sebagai landasan yurisdis, sekaligus juga mebuktikan bahwa tidak terdapat pertentangan ataupun konflik hukum yang mengatur mengenai ilegal akses di Indonesia.
Pertama, isu mengenai kekosongan peraturan perundang-undangan atau wet vakum. Secara teoritis, konsep kekosongan peraturan perundang-undangan, berarti bahwa tidak ada pengaturan mengenai ilegal akses, atau dengan kalimat lain tidak mengatur mengenai perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaannya. Pernyataan ini senada dengan pandangan yang dikemukakan oleh Titon Slamet Kurnia bahwa: “Masalah kekosongan bersumber dari kodrat manusia yang merumuskan peraturan (legislator maupun regulator). Pandangan bahwa sistem peraturan bersifat lengkap dan mampu menjawab pertanyaan secara substansif adalah bertentangan dengan kodrat manusia.”