Mohon tunggu...
Jatmika AjiSantika
Jatmika AjiSantika Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

Serius banget orangnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Huru-Hara yang Pernah Terjadi di Mekkah

12 Juli 2023   18:20 Diperbarui: 12 Juli 2023   18:32 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 20 November 1979, seseorang bernama Mohammed Abdullah al-Qahtani menyatakan bahwa dirinya adalah Imam Mahdi. Semula ia ragu, namun keraguan itu ditepis setelah kawan sejawatnya bernama Juhayman al-Oteibi meyakinkan dirinya, al-Oteibi mengaku “didatangi” oleh Tuhan melalui mimpi dan mengabarkan bahwa al-Qahtani adalah benar-benar Imam Mahdi.

Mohmmed Abdullah al-Qahtani dan Juhayman al-Oteibi memiliki latar belakang sebagai narapidana karena menghasut pemberontakan. Selepas bebas dari penjara, kelompok ini mulai menebar pemahaman mereka kepada mahasiswa teologi di Universitas Islam Madinah. Kelompok ini menginginkan ajaran Islam dipraktikkan seutuhnya tanpa ada percampuran dengan nilai-nilai dari Barat. Mereka menginginkan tatanan dunia Islam yang baru dengan menghancurkan kerajaan Islam yang sedang berdiri, kerajaan Arab Saudi. Raja yang memimpin dan ulama yang mendukung penguasa dianggap sebagai pendosa karena menjadi antek asing dengan menjual minyak ke Amerika Serikat.            

Untuk mewujudkan mimpi tersebut, Juhayman Oteibi dan al-Qahtani melancarkan pemberontakan. Gerakan ini diikuti oleh lima ratus orang pemberontak, di antaranya berasal dari Arab Saudi, Yaman, Kuwait, Mesir, dan beberapa orang Amerika pengikut Black Muslim. Mereka menyediakan persenjataan dengan cara mencuri dari gudang senjata Garda Nasional dan mengirimnya secara diam-diam menggunakan keranda masjid. Pemberontakan ini menyasar masjidil haram tempat ibadah umat Islam, mereka menyandra orang tidak berdosa, entah itu orang yang sedang beribadah maupun para haji. Sesekali mencari perlindungan di ruangan bawah tanah masjidil haram. Pendudukan ini berlarut-larut hingga dua minggu. Pada akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan setelah seorang bernama Turki menyusun siasat pembebasan masjidil haram dari tangan pemberontak, yaitu melempar granat ke bawah tanah dan memaksa para pemberontak lari ke tempat yang lebih terbuka agar dapat dilumpuhkan oleh penembak jarak jauh yang sudah bersiap. Salah satu kisah unik dalam operasi pembebasan ini adalah adanya kelompok tentara asing Prancis dari grup d’Intervention de la Gendarmerie Nationale  yang terlebih dahulu berpindah memeluk agama Islam (mualaf) agar dapat memasuki tanah suci Mekkah dan membantu operasi pembebasan tersebut. Alhasil, para pemberontak ini akhirnya menyerah. Juhaiman Oteibi, pemimpin gerakan tersebut, sempat meminta permohonan ampun kepada Turki “Mohon mintalah kepada Raja Khaled untuk mengampuniku ! Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi!” pangeran Turki menjawab “Pengampunan ? Mintalah pengampunan dari Tuhan!”.

Juhaiman Oteibi dan 62 pemberontak lainnya, satu sama lain digiring ke 8 kota yang berbeda, mereka dieksekusi mati pada tanggal 9 Januari 1980. Hukuman ini merupakan eksekusi terbesar dalam seajrah Arab Saudi.

Pemberontakan ini menyebabkan korban meninggal sebanyak 127 orang keamanan dari pihak pemerintah Arab Saudi dan 461 lainnya mengalami luka-luka. 12 orang jemaah haji terbunuh dan 117 orang pemberontak berhasil ditumpas. Laporan tidak resmi menyatakan lebih dari 4000 orang kehilangan nyawa akibat dari gerakan pemberontakan ini. Berkaca dari pengalaman tersebut, Arab Saudi memperketat hukuman bagi siapa saja yang bertindak kriminal.   

Kesimpulan

Mekkah sebagai kota suci umat Islam seringkali dinodai oleh pertumpahan darah. Pertumpahan darah ini selalu disebabkan oleh motif politik ; zaman Umayyah, Abbasiyah, Ottoman hingga masa kerajaan Arab Saudi. Motif politik dan doktrin agama juga bercampur aduk  dalam wacana gerakan yang mereka lakukan. Alhasil terjadilah bentrokan di kota suci Mekkah, di tempat yang seharusnya dijaga kesuciannya, banyak darah tumpah, banyak nyawa hilang. Sebuah tempat yang seharusnya memancarkan ketenangan bagi orang-orang didalamnya menjadi tempat tumpahnya amarah, kenyamanan disulap menjadi huru-hara, disebabkan oleh manusia-manusia yang tidak bisa menekan sesuatu yang mencelakakan dirinya, yaitu ego, hasrat, nafsu.  

Daftar Pustaka

Abd al-Ameer Abd Dixon,The Umayyad Caliphate 

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII 

Farag Fouda, Kebenaran yang hilang Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan Dalam Sejarah Kaum Muslim 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun