"Nah sekarang air kembang yang ada di dalam baskom ini kalian bawa pulang  untuk dipakai mandi di rumah. Air ini fungsinya untuk menghilangkan aura negatif karena bagaimanapun juga kalian berdua sudah terlibat dalam ritual tadi,"ujar Mbah Warno  yang lalu mengambilkan dua botol air mineral satu literan sebagai wadah air kembang untuk dibawa pulang Wuryani dan Mintarsih.
Keesokan harinya, Wuryani membaca berita di sebuah koran harian yang beredar di kota Jogja yang memberitakan adanya sebuah kecelakaan tunggal yang terjadi daerah Kaliurang. Sebuah mobil sedan keluaran terbaru buatan negeri Ginseng terjun ke jurang saat tengah malam. Pengemudinya adalah seorang wanita muda yang mati secara mengenaskan dimana bagian leher dan dadanya terluka parah, tersobek hingga menganga,  dan  menurut hasil otopsi dokter Rumah Sakit Swasta di Sleman disebutkan bahwa organ jantungnya hilang.  Perempuan itu meninggal dalam kondisi mata melotot dan tubuh berlumuran darah, dan mayatnya sekarang masih disimpan di kamar mayat rumah sakit itu.
Sedangkan penumpang yang berada disebelahnya adalah seorang laki-laki dengan inisial P, Â yang saat ditemukan di TKP dalam keadaan selamat. Hanya saja kondisinya masih dalam keadaan shock sehingga belum bisa dimintai keterangan sampai dengan berita tersebut diwartakan.
Membaca berita itu perasaan Wuryani menjadi tidak enak. Segera dihubunginya Mintarsih dan diajaknya untuk melacak sumber berita itu ke kamar mayat Rumah Sakit Swasta yang berada di Sleman tersebut. " Asih, perasaanku jadi tak enak, apa mungkin yang mengalami kecelakaan itu Mas Purnomo dan si Frida ya? Kalau melihat ciri-ciri mobil dan plat nomornya itu mobil yang dulu dibawa Frida ke rumah yang katanya dibelikan oleh Mas Purnomo," ujar Wuryani.
"Maaf, apa ibu berdua ini mempunyai hubungan dengan sang korban?" tanya petugas rumah sakit swasta itu yang kemudian diteruskan ke petugas kepolisikan yang mengurusinya.
"Saya isteri dari lelaki yang selamat itu pak," jawab Wuryani yang kemudian meminta ijin kepada pihak rumah sakit dan juga kepada pihak kepolisian yang menangani kasus tersebut untuk melihat keadaan suaminya.
Bapak polisi dan petugas rumah sakit itu kemudian mengantarkan Wuryani dan Mintarsih ke zal perawatan khusus. Di zal itu dilihatnya Purnomo tertidur dengan infus terpasang di tangannya. "Kondisi suami ibu tidak menguatirkan, mudah-mudahan dalam tiga hari ke depan sudah bisa pulang ke rumah," begitu kata petugas rumah sakit yang dijawab dengan anggukan dan ucapan terima kasih oleh Wuryani.
"Boleh bertanya bu, apakah ibu juga mengenal perempuan yang meninggal dalam kecelakaan bersama suami anda itu?" tanya Bapak Polisi itu kepada Wuryani. "Soalnya jenazahperempuan itu dari sejak  ditemukan di TKP hingga saat ini belum bisa diketahui identitasnya karena tak ditemukan tanda pengenal mengenai dirinya," imbuh Bapak Polisi itu yang kemudian bersama petugas rumah sakit mempersilakan Wuryani dan Mintarsih untuk masuk ke kamar mayat.
Setelah kain penutup bagian atas tubuh jenazah dibuka, Wuryani dan Mintarsih menjerit karena merasa ngeri sekaligus kaget, dan hampir bersamaan keduanya spontan menutup kedua mata dengan kedua telapak tangannya. Setelah kekagetan dan kengerian itu mulai sirna,  kemudian dilihatnya mayat yang tak lain adalah mayat Frida itu benar-benar dalam kondisi yang mengerikan. Wajah mayat itu pucat dengan mata melotot dan mulutnya terbuka lebar, sepertinya pada saat-saat terakhirnya dia mengalami kesakitan yang luar biasa. Bagian leher yang terkoyak  dan dadanya yang berlobang  menganga disumbat dengan tissue kapas.
"Saya mengenal perempuan yang sudah jadi mayat itu pak, dia dulu mengaku sebagai isteri siri suami saya," kata Wuryani setelah mereka semua keluar dari kamar mayat. "Tapi apakah  mereka benar-benar telah menikah siri, saya sama sekali tidak tahu," imbuh Wuryani.
Seorang petugas rumah sakit tampak berjalan mendekati Wuryani dan Mintarsih yang kemudian mengajukan pertanyaan," Maaf, Ibu Wuryani yang mana ya? Itu suaminya sudah bangun dan minta bertemu segera."