Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Khal-Ra

24 Juli 2022   13:16 Diperbarui: 24 Juli 2022   13:18 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : www.corbinkylibrary.org (Fransesco Ungaro)

Bicara tentang dosa, siapakah di dunia yang tak berdosa? Khal menelan ludah getir. Kerongkongannya ikut tersakiti. Klaim Bunda akan dirinya adalah sosok yang kejam, tak berhati nurani, egois. Selalu begitu, tak pernah ada yang bisa mengubahnya. Padahal, ooh, kalau Bunda memang sekejam itu, tentu Bunda akan membiarkannya terlantar di pinggir jalan atau menitipkannya di bilik-bilik panti dengan segala hal harus --bahkan untuk secuil kasih sayangpun-- harus mengantri. Tapi Bunda merengkuhnya dengan kasih sayang tak terbatas, terlebih ketika mommy-nya sendiri pergi. Khal mengingat dengan jernih dan perih, momen saat mommy tergopoh mendorong luggage bag. Dia yang terkecil bersama dua abangnya berebut menggelayut pada mommy. Sementara di sudut ruang tamu, daddy duduk terkulai, ditemani botol-botol berhawa tuak menyengat. Berserak tak tergapai. Mommy pergi. Tak menoleh lagi. Hanya syal di lehernya yang terus melambai, senarai dengan tangis tiga bocah berderai-derai. Khal mengenang masa itu dengan hampa. Bicara tentang luka, siapakah di dunia yang tak pernah  terluka?

Ia sudah cukup besar untuk mengingat semuanya. Butuh waktu dua tahunan untuk kembali kepada tatanan dunia yang normal. Dan itu berawal di musim panas yang cerah, ketika petugas dinas sosial yang berbeda, untuk ke sekian kalinya, datang mengetuk pintu. Kali ini seorang yang sangat Asia. Malaikat itu memiliki senyum yang hangat. Ia bicara dengan tonasi sangat ramah.

"Hello, gentlemen! My name is Bunda!"

Khal ingat, kala itu, ia berdiri menempel sisi pintu seraya memaksakan dagunya diangkat setinggi mungkin, agar bisa melihat sosok tamu yang datang dengan suara berlogat asing? aneh? yang menggelitik telinga dan tidak dimengerti namun sangat menghipnotis. Bahkan ia secara spontan, terbata mengeja: Bun-daa? Ia sendiri terkejut. Bagaimana bisa?

"Good boy!" perempuan berparas oriental kental itu mengacak rambutnya. "Yeah, right. That's how you're gonna call me from now on. B-u-n-d-a... Bun-da!"

Perlahan, Khal membaringkan Bunda. Ia yang sekarang berangsur kehilangan penglihatan, melemah, meringkih setiap kali masa berpuluh tahun itu datang menghantui. Khal lalu meredupkan lampu. Setelahnya, diam-diam mencuri sehelai foto dari dalam laci meja rias Bunda. Potret buram yang akan ia ekstradisi keluar dari Kanada.

~((*))~((*))~((*))~

...Dimana Kau?...

Ra melirik pesan singkat itu. Senyumnya terbit tipis, setipis gerimis yang ragu meluruh namun selalu sukses mengoyak serupih debu. Perlahan Ia  hanya membelai layar yang kembali pekat.

...Sudah makan?...

Ra tak bereaksi, hanya menatap sendu pesan kedua itu hingga melenyap dalam layar gelap. Pesan berikutnya akan terbaca : ...[Apa yang sedang kau lakukan?]... Mengingat ini, senyum Ra pun sedikit mengembang. Ia tahu tebakannya selalu jitu. Tiga tahun sudah dan ia tak pernah salah. Bahkan tak perlu bakat khusus semacam pembaca kartu Tarot untuk menebak pertanyaan keempat. ...[Sedang memikirkanku?]...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun