Nyx, Bukan Sebuah Cerita Pendek..
Pada awalnya, judul itulah yang ingin kutuliskan. Sebab ceritanya memang amat panjang dan sejujurnya aku kesulitan meringkasnya. Aku sempat didera amuk khawatir dengan tindakanku menyusutkan sebahagiannya yang bisa saja menodai perjalanan epik yang telah susah payah dilaluinya. Jadi, dengan apa yang ada kini, kumohon bermurah hatilah, berilah kelonggaran waktumu untuk menemui... Nyx.
Figs!
Restoran terkemuka itu adalah tempat Nyx bekerja. Di garda belakang, tubuh mungilnya tenggelam oleh diameter besar bak metal pencucian. Tangan dan punggungnya akan selalu bergerak dalam alur dinamis, gesit mengelola seabreg perabotan dapur sebuah plaza kuliner bersemat bintang yang kompetetif dan penuh kebanggaan, Michellin Star. Seperti kebanggaan Nyx dengan profesinya yang dianggap melampaui batas gender. Tidak umum, namun Nyx berhasil mendobrak tradisi bahwa tukang cuci piring tak harus pria. Heran, padahal di kampungnya, para pria sangat tidak dianjurkan mengemban jabatan sebagai tukang cuci piring, atau ‘Dishwasher’,kerennya. Bagaimana dengan ‘Kitchen Utensil Hygiene Operator? Cukup fancy bukan? Apapun sebutannya, Nyx hanya peduli kecintaaannya pada pekerjaannya itu.
Dapur Figs tak pernah dirundung sepi. Teriakan Sang Super Chef yang lekas disahuti oleh para co-chef-nya, jerit bel yang mendengking-dengking, hentakan pisau merajah bebahan makanan, besi dan kayu yang saling beradu, raungan minyak bersuhu panas tinggi karena sepercik air, suara lidah api yang membara-bara. Sungguh, tak seharipun dapur besar itu steril dari keriuhan. Barangkali hanya seorang Nyx yang bertahun betah melipat lidah, berpuasa suara. Bukan, bukan karena kendala bahasa karena diam-diam Nyx mampu mengurai Kanton, Mandarin dan Inggris walau tak seorang staff pun mengetahuinya.
Sociophobia-kah Nyx? Hmm, menurutku tidak, ia hanya sedikit introvert dan (mungkin) merasa nyaman dengan ‘tak menjual’ siapa dirinya, berbagi info apapun tentang dirinya, baik di lingkungan kerja ataupun bahkan di media daring yang marak dilakukan banyak orang di belahan dunia manapun saat ini. Nyx tak punya cerita dan koneksi hebat untuk dipajang di dinding-dinding digital. Ia bahkan tak mengenal asal benih dirinya. Malaikat penjaganya sejak kecil hanyalah seorang pria renta yang kelak di kemudian hari ia ketahui tak berbagi sesel pun DNA dengan dirinya. Kakek itu wafat, sehari setelah menitipkan Nyx pada tetangga yang dalam sekejap tega membuangnya ke sebuah panti di kota.
Walau hidup telah berulang kali menyudutkannya pada situasi luar biasa pahit, Nyx kerap heran sendiri mengapa hidup masih saja melekat dan terus memberinya peranan hingga ke negeri beton ini. Pasti Tuhan punya suatu alasan, Nyx yakin begitu dan bertekat mencari alasan tentang kesanggupannya bertahan dan terus lolos dari banyak ujian.
Selesai!
Usai mensterilkan sarung tangannya pada mesin otomatis, hati-hati Nyx mengambil satu demi satu piring-piring berdisain simple namun sisi eleganity-nya begitu tinggi. Menyusul mangkuk-mangkuk bercocor bebek dengan ragam fungsinya di atas meja-meja perjamuan. Lalu sendok, garpu, pisau, sumpit dan gunting makan yang selalu harus tampil cantik dengan kilau yang membuat silau. Semua disusunnya rapi dalam kemasan khusus. Akhir dari perlakuan istimewa terhadap material mahal itu adalah lemari penyimpanan bersuhu tertentu dan minimal jumlah bakterinya yang telah disertifikasi aman. Ini semua belumlah seberapa dibandingkan dengan departemen penyedia bebahan dasar kuliner penggoyang lidah para elite. Brioche khusus diterbangkan dari pedesaan Perancis. Sejumlah mahluk kecil pernah pula didatangkan dari peternakan di sebuah pedesaan UK, The Pharaoh Ants. Namun tidak semua bahan harus menumpang cargo pesawat komersial mahal, masih banyak lagi vegetasi organik yang dipetik dari perkebunan Figs. Setelah semua itu terkumpul, barulah tangan Midas seorang Todd akan menyihirnya menjadi sajian kuliner upper crust.
Hari ini restoran tutup dua jam lebih larut dari biasa. Penguasa setempat dan jaringan kroninya dengan sewenang-wenang telah memakai kredensial kekuasaannya untuk menekan Figs agar memperpanjang jam operasional, demi selebrasi sebuah hari jadi. Sebab itulah yang telah membuat Todd berang. Sejak tadi si jenius chef itu mondar-mandir di lorong-lorong dapur sambil menebar umpatan.
“Damn it! Damn it! Mereka itu hanya mau makan gengsi, for God’s sake! Bukan adi kulinerku! Manusiadengan uang dan keangkuhan sialan mereka itu! Damn it! Damn it!”Apron putih berbordir nama dirinya itu dicampakkan kasar. Tangannya gemas berkacak pinggang. Rahang abu-abunya menegang. Raut wajah Kaukasianya untuk saat ini sangatlah tak sedap dipandang.