Mohon tunggu...
Jasmine
Jasmine Mohon Tunggu... Wiraswasta - Email : Justmine.qa@gmail.com

Just me, Jasmine, just a tiny dust in the wind

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saputangan Genta... [1/3]

20 Mei 2016   21:01 Diperbarui: 26 Mei 2016   20:02 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sudah, Gentong! Aku sudah berkaca tadi pagi dan cerminku mengatakan aku baik-baik saja tuuh,” anak itu menyahut enteng seraya menceraikan Genta dari jarak pandangnya.

Genta mengekang geramnya. Ia memang acap tak paham akan prahara yang tengah menimpa dirinya. Ia heran, mengapa selalu dirundung gelisah dan merasa terganggu oleh ketenangan anak itu. Di saat semua anak perempuan ripuh mendewakannya, anak ini justru asyik berkebun atau sibuk berdagang. Padahal hanya kacang pedas-manis yang ia jajakan dari kelas ke kelas selama jam istirahat. Harganya pun tak seberapa. Genta bisa memborong habis dagangannya dengan uang saku yang diperolehnya tiap hari dari ayah-bunda.

“Kau itu tak ada apa-apanya dibanding Gina. Kau mengerti!” kata Genta dengan keji yang lantas segera ia sesali. Tapi sungguh, sumpah mati ia merasa punya alasan tersendiri. Genta meraba saku celananya, di sanalah alasan itu bersemayam dalam diam.

“Paham, Kawan. Aku paham sekali,” jawab anak itu tenang, namun tidak dengan genangan di matanya yang perlahan mulai bergejolak.

“Ok, baguslah. Jadi kuingatkan sekali lagi, jangan pernah bermimpi untuk menyukaiku. Kau mengerti?” Genta sadar akan ke-tidak masuk akal-an ucapannya belum lama berselang. Tapi apa lacur bila sudah sejauh ini ia memahat goresan demi goresan luka yang memerih di sana… di hati si anak aneh yang selalu berusaha tampil setegar dinding sedimen Grand Canyon.

“Baik. Kalau begitu, mengapa kau tak segera menarik jarak sejauh mungkin dariku? Jangan gentayangan dan gentawilan di sekitarku, ok? Dan mulai saat ini juga, ku mohon, Gentong, berhentilah cari-cari masalah denganku. Kau mengerti?”

Genta terperangah dibuatnya. Tak menyangka sama sekali akan mendapat maneuver setajam ini. Tenang dan begitu tepat sasaran. Seperti laku burung hantu dalam setiap intai dan sergap mangsanya secara senyap.

**

[G is for Gone]

**

Sudah seminggu sejak anak itu mencetak kata abstain dari buku kehadiran siswa. Genta lemas. Seperti udara, sesalnya seakan tak berkesudahan. Ia mulai tak memberi maaf pada dirinya sendiri. Hingga datang suatu hari, seorang pria tua yang ia kenali sebagai Pak Bon, petugas penjaga sekolah merangkap tukang kebun yang juga diamanahi menjadi imam masjid di sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun