Jasmine No.71
-o-
Sebuah toko di jalanan sepi yang lebih tepat disebut gang dengan kaca besar terpampang. Putri berhenti sejenak, dan remaja itupun iseng mengaca, merapikan helai rambutnya yang melambai dan meninggalkan gatal di pelipis. Mendadak keasyikannya terganggu dengan ulah seseorang yang meniru persis ia punya laku.
“Fahmi!” pekik Putri pada si peniru di sampingnya itu. “Dasar penguntit! Sejak kapan kau mengikutiku?”
“Kata siapa aku mengikutimu? Memang hanya kau yang punya urusan di daerah sini? Ah, kebetulan, ayo lekas aku butuh bantuanmu,” Fahmi menggamit lengan Putri dan menyeretnya masuk ke dalam lorong buntu yang diapit dua toko.
“Ih, kok tumben susah ya?” gumam Putri, tangannya sibuk membenahi dasi di leher Fahmi yang tak kunjung ketemu simpulnya.
“Ini dasi khusus untuk para juri kejuaraan martial arts,” terang Fahmi bangga sedang matanya tak lekang mengamati raut cantik tepat di depan hidungnya. Kalau tak kuat iman di dada, mungkin sudah semenit yang lalu keliarannya menjelajah sabana mulus itu. Fahmi mengeluh.
“Oh, pantas…,” Putri ber-oh seraya mengatur nafas dan irama di dadanya yang kian sulit diatur.
“Ah, ini akan memakan waktu lama…” berkata begitu Fahmi lalu mengubah posisi berdirinya menjadi separuh berjongkok hingga nyaris pucuk hidung Putri menyentuh ujung hidungnya sendiri. Keduanya menahan nafas bersamaan. Degup di dada sayup memanggil bersahutan.
Jari jemari Putri kian tersesat dalam simpul-simpul yang berulang kali dilukar lalu diikat dan begitu seterusnya. Bukit pipinya kian menghangat menangkis dengus nafas lembut dari hidung Fahmi yang berjarak hanya sekian senti.
“Begini lebih mudah kan?” cetus Fahmi membuyarkan kecanggungan.
“Hah? Oh, iya…” Putri tergagap. Matanya hampir juling mencari celah yang dapat meloloskan dasi itu ke dalam simpulnya yang benar sambil berupaya keras berselibat dari tatapan Fahmi yang tak terhindari.
“Ah, punggungku pegal membungkuk terus! Begini sajalah…. Hap!” lalu sekonyong-konyong Fahmi mengangkat tubuh Putri tinggi-tinggi, menggendongnya, lalu mendudukkan bokong gadis itu di atas meja, dan ia sendiri berdiri rapat menghadap Putri.
Gadis itu masih belum pulih dari efek kejutan yang didapatkannya saat melayang, lalu terperangkap dalam dekapan yang memabukkan dan kini ia harus duduk berhadapan wajah, bertukar nafas dan tatapan nanar.
“Ayo, selesaikan! Atau kau ingin kita selamanya dalam posisi saling mengunci begini…hmm?” kata Fahmi seraya mengangkat alis matanya. Sesungguhnya lelaki itu sudah sampai pada batasannya. Matanya telah dapat menembus sepasang telaga jernih yang menawarkan kesejukan. Dan kuntum bibir mungil merah delima yang masih terlongong-longong separuh terbuka itu, ouh jangkrik! maki Fahmi dalam hati. Itulah sebenar-benarnya godaan yang merontokkan lelaki punya iman.
-o-
Kampret! Mengapa kenangan itu masih saja melekat erat walaubangkai Titanic telah terbenam di dasar samudera berabad-abad??
Sudut kafe berpendar cahya sendu nan temaram, tak samarkan wajah ayu seputih pualam, bukan oleh
tebalnya sapuan namun kecantikan alami yang membuat hati siapapun tertawan. Padahal sudah sekian puluh tahun, agaknya sang waktu sangat berpihak kepadanya, kepada Putri yang pernah sangat digilainya. Fahmi mendesah resah.
Pria itu melangkah gagah, tapi sial, mendadak hatinya melemah. Dadanya berdebar kencang menyambut senyum yang mekar. Diamput! Mengapa harus demikian gemetar sekedar membalas kata apa kabar, tak henti Fahmi memaki.
“Siapa nyana ya, kita akan bertemu lagi setelah sekian lama?” cetus Putri membuyarkan lamunan, parahnya disertai senyum manis yang membuat dada Fahmi seketika kembang-kempis.
Pada satu tegukan Americano Capuccino-nya, Putri bercerita tentang perjalanan karirnya yang cemerlang. Di tegukan kedua, wanita cantik nan elegan yang tak lagi dilingkupi kecanggungan itu, mulai nampak jengah menampung pujian. Sungguh aku tak sedang merayu, pujian itu nyata tulus, dan kuyakin ia tahu. Namun adakah Putri tahu bila kejantananku benar-benar tengah tergoyahkan? Bahkan setelah sekian puluh tahun tak bersua? Batin Fahmi diserbu banyak pertanyaan.
-o-
Janji temu berikutnya, di kafe yang sama, Fahmi gontai melangkah, lungkrah seperti pelepah pisang dibelah-belah, padahal ia tak datang sendiri. Bukan karena gentar, lantas ia membawa serta pendamping yang tak kenal kata sabar, Amanda. Selain dipaksa ikut oleh sang mama, anak gadisnya itu sendiri yang memaksa ikut. Amanda sangat penasaran dengan sosok Putri yang belakangan menjadi buah bibir dalam diskusi keluarga Fahmi.
“Aih, cantiknya Amanda, kelas lima kan?” tegur Putri dengan keluwesan yang mengesankan.
Wajah polos Amanda berbinar ceria, larut dalam buaian puja-puji dan janji apalagi tak lama kemudian Putri mengeluarkan kotak berbalut kertas kado cantik yang masih ditaruhnya pula dalam paper bag yang menarik. Gadis kecil itu lantas dengan riang menggilir cium tangan kepada Putri dan eyang kakungnya yang duduk merapat tak terpisahkan di samping Putri. Fahmi geleng kepala, nyata namun sulit untuknya percaya.
“Jadi Manda panggilnya apa dong, Yang Kung?” suara kenes Amanda bertanya kepada eyang kakungnya.
“Panggil Yang Ti, dong,” jawab eyang kakungnya dengan ketegasan khas mantan perwira penerbang.
Fahmi tak bicara. Buah jakunnya naik turun menelan ludah. Kerongkongannya tercekat walau berkali sudah diteguk secangkir hangat cokelat. Bintang-bintang berputar di atas kepalanya, sibuk mencari cara bagaimana menjelaskan kepada orang-orang di rumah, terutama istrinya yang terang-terangan menolak memperoleh mertua baru semuda dirinya, dan entah apa reaksinya bila tahu dahulu kala Putri pernah mendominasi hati dan pikirannya…
-o0o-
Cermin 800 kata oleh Jasmine nomor 71. Selamat menempuh bahtera hidup baru kepada Mas Fahmi dan Mba Putri. Semoga bahagia lahir batin dan sukses membina keluarga yang ma waddah wa rahmah. Cermin ini juga dipersembahkan kepada Eyang atas kesetiaannya tut wuri handayani, gunging samudra panuwun, Eyang.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dan silakan bergabung di FB Fiksiana Community
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI