Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Meniti Jalanan Setapak 16

13 Januari 2025   13:03 Diperbarui: 13 Januari 2025   13:03 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Adu Ketangkasan Bela Diri Silat untuk Anak-Anak di Festival Desa Turi Agung kali ini telah usai. Widura dan kelompoknya berpisah dengan Wira. Selain beroleh pengalaman persilatan, anak-anak ini mendapat teman baru dari desa lain. Mereka saling berjanji jika ada kesempatan, mereka akan saling bertemu lagi.

Widura dan kelompoknya berjalan kembali ke arah pasar. Mereka saat ini menikmati keramaian pasar dan melihat-lihat bermacam dagangan. Terkadang ada benda yang menarik, lalu mereka berhenti sejenak melihatnya.

Di sebuah lapak penjual pernik-pernik untuk perempuan, Widura berhenti sejenak. Ia tertarik dengan hiasan untuk rambut yang terlihat unik.

"Lho, kamu mau beli apa?" Sogol bertanya.

"Ingin beli sesuatu untuk Widuri. Ibu memintaku membeli sesuatu buat dia," jawab Widura. "Tadi belum kepikiran, setelah melihat hiasan rambut yang lucu itu, aku jadi ingin membelinya."

"Ayo adik, silahkan dipilih kalau mau beli," ujar perempuan penjaga lapak ketika empat anak itu mendekat.

"Ratri, menurut kamu hiasan ini bagus atau nggak?" tanya Widura sambil menunjuk ke sebuah kotak yang berisi hiasan rambut dengan beragam bentuk.

"Bagus-bagus sih," jawab Ratri datar.

"Hmm, jawaban kamu kok nggak mencerminkan ketertarikan?" ucap Widura.

"Begitu ya?" Ratri setengah bertanya. "Mungkin karena aku memang nggak terlalu tertarik. Hehehe."

"Makanya kamu nggak pernah terlihat memakai perhiasan," ucap Murti.

"Mungkin juga karena kamu keseringan main-main sama teman laki-laki, jadi nggak tertarik memakai perhiasan," timpal Widura.

"Bisa jadi," Ratri menyahut pendek.

Widura melihat-lihat kumpulan hiasan rambut sambil menentukan sekiranya mana yang paling menarik.

"Nyai, berapa harga untuk hiasan rambut ini?" tanya Widura.

"Satu keping tembaga untuk tiga hiasan," jawab perempuan penjaga lapak.

Widura memilih sebuah hiasan berjenis jepit rambut bermotif bunga dan dua yang lainnya bermotif kupu-kupu.

"Ini satu buat kamu," Widura menyerahkan sebuah hiasan yang bermotif kupu-kupu untuk Ratri. "Masak perempuan nggak pernah pakai perhiasan? Ini biar bisa kamu pakai sesekali."

"Wah, ini buat aku?" tanya Ratri.

Widura hanya mengangguk sambil menyerahkan sekeping uang tembaga ke penjual.

"Sebenarnya aku punya beberapa perhiasan di rumah, tapi memang pada dasarnya aku yang malas memakainya, hehe," ucap Ratri. "Tapi, terima kasih ya."

"Anggap saja itu hadiah tambahan keberhasilan kamu di pertandingan bela diri. Haha," jawab Widura.

Ratri lalu langsung memakai perhiasan itu, sedangkan Widura memasukkan oleh-oleh kecilnya ke dalam kantong.

Empat bocah itu kembali melanjutkan berbelanja pemandangan. Sesekali Sogol berhenti di lapak pengerajin karena mengamati satu atau dua benda yang ia rasa unik. Ia tertarik dengan pernak-pernik hasil karya pengerajin karena terkadang ia membantu ayahnya membuat perkakas dari bambu. Bagi Sogol, hasil karya para pengerajin itu bisa mendatangkan gambaran-gambaran baru sekiranya benda apa yang nantinya bisa dihasilkan.

Mereka akhirnya sampai di lapak Ki Ratmoko. Barang dagangan di lapak itu sudah hampir habis. Itu membuat raut wajah Ki Ratmoko berseri-seri.

"Ki Ratmoko jualannya laris sepertinya?" ucap Ratri menyapa.

"Iya ini. Syukur pada Sang Maha Pemurah, dagangan kali ini laris karena pengunjung acara ini ramai," jawab Ki Ratmoko.

Ki Ratmoko pun lalu bertanya-tanya kepada anaknya beserta teman-temannya tentang pengalaman di hari itu. Sogol dan yang lainnya bercerita secara singkat dan antusias.

Setelah cukup karena dirasa sudah waktunya balik ke Desa Ngalam, anak-anak itu bergeser ke lapak Ki Purnomo, mengantar Ratri. Ternyata barang dagangan yang dibawa ayah Ratri juga tersisa sedikit. Akhirnya disepakati mereka pulang bersama.

Rombongan yang terdiri dari empat bocah dan dua orang dewasa itu meninggalkan lokasi pasar saat mentari menggantung di sisi barat langit. Masih cukup banyak orang yang berdatangan di acara festival itu, sehingga membuat suasana Desa Turi Agung tetap semarak. Perwakilan pengurus desa menyapa Ki Ratmoko dan Ki Purnomo di gerbang pasar, mereka menyampaikan rasa terima kasih dan mengundang agar ikut lagi bila ada keramaian di masa mendatang. Di gerbang desa, tim keamanan desa dan beberapa prajurit kadipaten yang diperbantukan juga menyapa ramah sambil tetap menjalankan tugasnya.

"Ki Prajurit berjaga sampai nanti malam?" Widura tiba-tiba bertanya ke prajurit yang terlihat paling berumur.

"Iya nak. Kami menjaga keamanan acara ini hingga selesai," balas prajurit itu ramah.

"Selamat bertugas untuk Ki Prajurit semua!" ucap Widura kemudian.

Demikianlah ketika memasuki jalan yang menghubungkan antar desa, ada beberapa orang yang masih berdatangan menuju Desa Turi Agung. Mereka ada yang berjalan kaki, dan bagi yang berkecukupan mereka menunggangi kuda. Acara hiburan yang akan berlangsung nanti malam di Festival Desa rupanya menjadi magnet bagi orang-orang ini.

"Sogol, kamu tahu ketapel yang kita lihat di pasar tadi? Widura mengajukan sebuah pertanyaan di sela-sela obrolan. "Bisakah kamu membuat ketapel seperti itu?"

Sogol sejenak terdiam berusaha mengingat sebelum menjawab, "Aku rasa aku bisa membuatnya."

"Boleh kan bila kamu membuatkan sebuah untuk aku. Nanti aku beli dengan harga yang sama dengan yang di pasar," Widura berkata.

"Memang buat apa ketapel itu?" tanya Sogol.

"Aku ingin berburu memakai itu," jawab Widura.

"Oo, begitu. Baiklah," jawab Sogol singkat.

"Mungkin kamu bisa sekalian membuat beberapa buah. Nanti bisa dijual," usul Widura.

"Kalau itu kita lihat nanti saja. Kalau hasil buatanku bagus, mungkin bisa aku jual," balas Sogol.

Mereka terus berjalan sambil sesekali berbincang. Di sepanjang jalan, mereka beberapa kali berpapasan dengan warga Desa Ngalam atau Pandan Asri yang berniat ke Desa Turi Agung.

Ketika suasana mulai remang-remang, rombongan mereka memecah diri di persimpangan. Ratri dan ayahnya menuju ke Desa Pandan Asri, sedangkan Widura dan yang lainnya ke Desa Ngalam.

Setelah sampai ke rumah Sogol, Ki Ratmoko membawakan sebuah wadah makanan dari bambu yang masih baru kepada Widura dan Murti sebagai hadiah karena telah membantu sebelumnya. Nyi Ratmoko lalu mengisi wadah itu dengan jajanan sebagai tambahan.

"Silahkan kalian bawa ini sebagai hadiah. Terima kasih tadi pagi sudah dibantu," ucap Ki Ratmoko kepada Widura dan Murti sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing.

Setelah sampai rumah, Ki Baskara dan istrinya terlihat menunggu Widura di depan rumah sambil duduk-duduk di Bale Bambu. Wajah suami-istri itu menampilkan rona bahagia ketika sosok anaknya terlihat memasuki halaman.

"Bagaimana nak? Apa menyenangkan acaramu di Desa Turi Agung?" tanya Ki Baskara ke Widura setelah bersih-bersih tubuh.

"Lumayan. Aku hampir bisa menyelesaikan semua pertandingan," jawab Widura sebelum mengawali ceritanya.

Lalu Widura pun menceritakan pengalamannnya di hari itu.

"Itu sudah bagus. Kamu harus bersyukur kepada Sang Maha Pemurah, karena di kesempatan pertama kamu sudah bisa melangkah sejauh itu," ucap Ki Baskara setelah mendengarkan kisah anaknya.

Widura manggut-manggut sebagai jawabannya.

"Ibu, ini aku beli oleh-oleh kecil buat Widuri," ucap Widura kemudian sambil menyerahkan hiasan rambut dari kantongnya.

"Wah, anak laki-laki ibu ini baik banget sama adiknya," puji ibunya. "Tapi kamu di sana tidak lupa beli makanan buat kamu sendiri kan? Soalnya uang itu memang untuk kamu beli makanan dan jajanan di sana."

"Aku nggak lupa kok bu," sahut Widura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun