Cukup puas menikmati keindahan ukiran di medali, Ratri membuka bingkisan hadiahnya. Ternyata itu sebuah baju untuk berlatih silat. Kainnya terasa lembut dan terdapat hiasan batik di beberapa tempat yang menunjukkan ciri khas buatan Desa Turi Agung.
Sesudah merapikan bingkisan, Ratri baru merasakan sedikit pegal dan linu di anggota gerak tubuhnya. Ia pun menggosok tubuhnya yang terasa tidak nyaman dengan minyak obat pereda nyeri.
Widura mendapat giliran penutup di putaran ketiga. Kali ini ia akan menghadapi anak angkuh yang sebelumnya mengalahkan Murti.
"Kebetulan nih. Kamu bertemu dia di putaran ini. Kalau kamu dapat mengalahkan dia, aku bakalan senang banget," ucap Murti.
"Wah, jantungku jadi berdebar nih. Semoga aku bisa mengalahkan dia. Biar bisa membalaskan kekalahanmu," jawab Widura.
Untuk mengurangi ketegangan, Widura mengambil nafas panjang beberapa kali. Setelah sejenak merenung, Widura ingin melepas pemberat di kakinya. Ia berpikir ingin mempercepat gerakan kaki.
"Murti, aku titip pemberat kakiku. Aku ingin merasakan kecepatan gerak kaki ini bila tanpa beban," ucap Widura sambil menyerahkan pemberat yang baru dia lepas.
Anak angkuh yang mengalahkan Murti di putaran sebelumnya bernama Ponton. Ia adalah seorang murid dari sebuah padepokan silat. Ketika Widura akan memasuki arena, Ponton sudah bersiap menunggu di tengah arena.
Saat dua anak berdiri berhadapan, Ponton memasang wajah merendahkan, sedangkan Widura memasang pandangan datar. Mereka berdiri dengan jarak yang cukup dekat, berkisar dua langkah.
Sekejap setelah wasit meneriakkan aba-aba mulai pertandingan, Widura langsung melesat maju menyodokkan lututnya ke bagian perut Ponton. Karena beban di kaki Widura telah dilepas, gerakannya jadi lebih cepat dari biasanya. Ponton tidak siap menerima terjangan Widura yang sangat cepat dan mendadak. Walhasil sodokan itu mengenai perut Ponton dengan telak.
Ponton mundur beberapa langkah sambil memegangi perutnya sebelum jatuh terduduk. Wajahnya memerah menahan sakit. Wasit mendatanginya dan menanyakan kondisi yang ia rasakan. Pertandingan pun terhenti sejenak. Namun setelah beberapa saat mengambil nafas panjang, Ponton kembali berdiri dan menyatakan kesanggupannya.