"Nggak juga, kang. Sudah aku persiapkan semalam. Ini tinggal dibungkus saja,"
Setelah meneguk hangatnya wedang jahe, Ki Baskara telah siap memulai perjalanan pulang ke desa Ngalam bersama Widura. Sebelum Ki Baskara pulang, dua bocah laki-laki dibangunkan kakaknya untuk melepas kepergian para tamu. Walau agak mengantuk, akhirnya dua bocah itu turut melepas kepulangan kakak sepupu dan pamannya itu.
Matahari masih malu-malu mengintip di balik bayangan perbukitan yang berderet di cakrawala timur. Dua sosok ayah dan anak berjalan menelusuri jalan penghubung kadipaten di wilayah kerajaan Semala. Mereka adalah Widura dan ayahnya. Mereka berjalan ke arah selatan menuju desa Ngalam. Sebuah desa yang lebih kecil bila dibandingkan desa Legang yang baru saja mereka kunjungi. Dua desa itu terletak di kadipaten yang berbeda, tapi masih di wilayah kekuasaan kerajaan yang sama. Desa Legang terletak di kadipaten Tanwe, sedangkan desa Ngalam termasuk wilayah kadipaten Dulki.
Ketika matahari mulai terasa memanasi kulit, setelah melewati beberapa desa, dua orang ayah dan anak ini berhenti berjalan. Mereka berteduh di bawah bayangan pohon yang tumbuh di dekat aliran sungai kecil yang bening menyegarkan. Setelah melepas penutup kepala yang terbuat dari anyaman bambu, Ki Baskara membuka bekal ubi rebus dari Nyi Sarwana.
"Widura, ayo ini dimakan. Lumayan untuk mengganjal perut," ucap Ki Baskara ke anaknya.
"Ayah, bagaimana kaalau aku ingin belajar silat?" ucap Widura sambil mengunyah sepotong ubi rebus.
"Kamu bisa memulai dengan belajar kepada Ki Jagabaya. Sebagai kepala keamanan di desa kita, ia bisa mengajarkan sedikit ilmu silat."
Bolehkah aku minta tolong ayah meminta kesediaan Ki Jagabaya?"
"Ayah rasa itu tidak perlu. Itu bisa kamu lakukan sendiri. Ki Jagabaya orang yang baik. Selama tidak merepotkan ia akan bersedia melatihmu ilmu silat," Ki Baskara berhenti sebelum mengajukan sebuah pertanyaan. "Apakah kamu benar-benar ingin menjadi prajurit?"
"Iya Ayah. Aku kan dari dulu memang ingin jadi prajurit. Setelah kemarin bertemu langsung dengan seorang prajurit, aku jadi tambah ingin menjadi seperti mereka."
"Bila kamu memang benar-benar ingin mewujudkan keinginanmu jadi prajurit, saat usiamu sudah cukup besar, maukah kamu Ayah kirim untuk belajar silat di sebuah padepokan? Ayah tahu beberapa padepokan yang pengasuhnya cukup baik"