“Aku terlalu lebih ngangenin buat kamu.”
“Aku terlalu cinta gila padamu,”
“Aku terlalu waras memilihmu.”
“Ah curang, kamu selalu bisa mengambil ide dari jawabanku..” akhirnya kamu mengeluh dengan manja, sebenarnya aku terlalu suka mata kamu, aku terlalu suka senyummu yang tidak terlalu manis karena bagaimana pun yang paling manis adalah senyumku yang mana senyum manis itu bisa mengembang hanya karena aku bersamamu, tentunya. Aku terlalu nyaman menggenggammu, aku terlalu erat memelukmu, aku terlalu tak bisa lepas dari memandangmu. Betapa berartinya kata ‘terlalu’ itu ketika kamu masuk ke kehidupanku, kamu tahu?
Di awal hari Minggu, ritual saling membangunkan meninggalkan kesan manis juga, kita sama-sama susah untuk bangun, semacam pasangan yang sama-sama dysania dan entah itu kombinasi yang baik atau sebaliknya. “Key, bangun,” aku lenturkan pipimu. Kamu hanya ber ‘hmmmm’ saja. Lucu, tapi aku lapar, bagaimana pun kamu harus bangun.
“Kalau kamu nggak bangun-bangun, aku mau jadi kelopak matamu deh.”
Tak lama kamu menyaut, mengerti ini akan dimulainya permainan,
“Aku mau jadi bulu matanya.” Jawabmu
“Aku mau jadi otot kelopak mata.”
“Aku mau jadi bola mata.”
“Aku mau jadi mimpi di tidurmu.”