Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku yang Pisahkan

23 Oktober 2016   20:19 Diperbarui: 31 Maret 2020   02:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration/Source: Weheartit

Entah bagaimana bisa, kejadian ini kusadari saat detik pertama aku jatuh cinta padamu. Ya, hari itu awan di wajahmu menyapaku lembut, telak jatuh cinta di kali pertama untukku. Aku tak pernah mendambakan memiliki sayap supaya bisa terbang, tapi jatuh cinta denganmu membuat sayap yang nyata adanya, kupastikan dengan menyentuh sesuatu di tubuh belakangku. Dan ya, sayap betulan!

Burung tercengang melihatku semenjak aku punya sayap, mungkin seperti itulah ekspresiku saat pertama kali melihat kamu. Aku tercengang dengan pesona aura yang kamu miliki, dengan tanpa sayap, kamu bahkan lahir untuk estetika tingkat langit. Naif kalau aku tak bilang menyukai parasmu yang tampan. Kamu tampan, aku suka. Berlama-lama mengawasimu dari kejauhan menjadi hobi sampinganku, visualisasi kamu adalah bentuk lengkap kriteriaku, dan rambutmu yang gondrong itu, aku jadi sadar aku suka laki-laki berambut gondrong. Fix.

*

Saat ini aku eratkan genggaman, bukan pada tanganku sendiri melainkan tanganmu. Kuharap kamu mengerti ini adalah simbol kepemilikan, bahwa kamu milikku, bahwa aku sedang menggenggam sesuatu yang milikku—penjagaan.

“Memangnya menjaga dari apa, Lore ?” tanyamu suatu ketika,

“Menjaga kamu dari gangguan?” jawabku agak ragu,

“Gangguan itu bisa berarti ujian, cobaan, dan godaan, Lore. Lantas yang kamu maksud yang mana kah?”

“Biar kita lalui saja bersama lah,” tutupku kemudian, kamu tidak sedang meremehkan aku kan?

Aku menyimpulkan tak hanya aku yang seperti ini, nyatanya kita semua akan menjadi serakah ketika menjaga sesuatu yang benar kita cinta. Tak usah muluk-muluk, induk ayam saja akan naik pitam melihat anaknya diganggu. Apalagi kalau dia godain kamu. Hm, maksudnya....

“Semisal aku digoda perempuan lain, kamu akan bagaimana?” tanyamu,

“Membuat perempuan itu gundul!” murka, sedikit. Kamu tertawa.

Sayapku semakin kuat, atau dalam kata lain; perasaanku padamu semakin dalam. Aku tak peduli ukuran perasaanmu padaku, tapi penting bagiku kadar kebahagiaanmu. Terlebih ketika bersamaku. Berbahagialah dengan murni, Akha. Kemudian kubawa kamu terbang mengelilingi danau biru sampai wajahmu berseri sejernih air danau yang terpapar sinar matahari. Lalu berpisah kala bulan semakin mendekat.

**

Kalender baru, hitungan kesekian masa aku bersama kamu. Belakangan kuperhatikan sayapmu tumbuh, mengapa baru sekarang? Kita akan terbang bersama-sama, ketika sesaat itu datang, kupu-kupu di perutku melakukan hal yang sama. Mereka terbang dengan riang yang liar.

“Celaka Lore! Kisah sayap tumbuh itu hanya pada mereka yang sedang jatuh cinta! Ketika pasanganmu meninggal, sayap itu akan menghilang seiring kepergian pasangan kita, seperti Mama-mu ini yang sudah tak memiliki sayap.” aku risau, Ma.

"Jangan ceroboh, nak." Mama mendekapku.

~

Kamu tak pernah datang padaku lagi, baiknya kubuat kamu datang padaku dengan alasan. Aku tak kenal perempuanmu itu, tapi pertemuan kami kemarin menyenangkan sekali. Kamu ingin tahu ceritanya tidak?

“Kau apakan dia Lore?!!” bentakmu tetiba, akhirnya kamu datang.

“Tapi mengapa datang-datang bawa amarah, Akha?”

“Maafkan aku Lore, tapi kamu tak sepantasnya begini!” sendumu,

“Pergilah,” aku tak bercanda kala mengatakan itu, Akha. Cukup hanya kugunduli perempuan itu, kamu tak tahu kebakaran di hutan hatiku. Kamu, ah Akha, kamu...

~

Sayap kananku terluka parah, secara tiba-tiba. Rupanya serpihan hatiku yang hilang itu penyebabnya. Hilang tak sengaja terbawa Akha sialan itu, barangkali. Ah! Terbang tak bisa, kesakitan iya. Sakitnya tak lengkap di permukaan, lara itu gerogoti ke dalam hatiku juga. Padahal dia sudah gundul, bukannya lari padaku kamu malah memikirkan perempuan itu! Ralat Akha, kadar kebahagiaanmu tak sepenting milikku, mulai sekarang.

Siapa yang tahu? Tak sampai sepekan, sayapku raib. Aku tak kesakitan lagi, ternyata benar kata Mama “Ketika pasanganmu meninggal, sayap itu akan menghilang seiring kepergian pasangan kita.” Aku benar-benar gerak cepat.

Aku tak pernah main-main,

Bandung, 23 Oktober 2016

Zahra,

Puisi : 

Seri Potret 
Potret I
Potret II

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun