Sayapku semakin kuat, atau dalam kata lain; perasaanku padamu semakin dalam. Aku tak peduli ukuran perasaanmu padaku, tapi penting bagiku kadar kebahagiaanmu. Terlebih ketika bersamaku. Berbahagialah dengan murni, Akha. Kemudian kubawa kamu terbang mengelilingi danau biru sampai wajahmu berseri sejernih air danau yang terpapar sinar matahari. Lalu berpisah kala bulan semakin mendekat.
**
Kalender baru, hitungan kesekian masa aku bersama kamu. Belakangan kuperhatikan sayapmu tumbuh, mengapa baru sekarang? Kita akan terbang bersama-sama, ketika sesaat itu datang, kupu-kupu di perutku melakukan hal yang sama. Mereka terbang dengan riang yang liar.
“Celaka Lore! Kisah sayap tumbuh itu hanya pada mereka yang sedang jatuh cinta! Ketika pasanganmu meninggal, sayap itu akan menghilang seiring kepergian pasangan kita, seperti Mama-mu ini yang sudah tak memiliki sayap.” aku risau, Ma.
"Jangan ceroboh, nak." Mama mendekapku.
~
Kamu tak pernah datang padaku lagi, baiknya kubuat kamu datang padaku dengan alasan. Aku tak kenal perempuanmu itu, tapi pertemuan kami kemarin menyenangkan sekali. Kamu ingin tahu ceritanya tidak?
“Kau apakan dia Lore?!!” bentakmu tetiba, akhirnya kamu datang.
“Tapi mengapa datang-datang bawa amarah, Akha?”
“Maafkan aku Lore, tapi kamu tak sepantasnya begini!” sendumu,
“Pergilah,” aku tak bercanda kala mengatakan itu, Akha. Cukup hanya kugunduli perempuan itu, kamu tak tahu kebakaran di hutan hatiku. Kamu, ah Akha, kamu...