Mohon tunggu...
Jan Pieter Windy
Jan Pieter Windy Mohon Tunggu... staf -

melihat dari sudut yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yesus Orang Timor? (1)

22 September 2015   10:51 Diperbarui: 22 September 2015   13:26 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Sorga, Yesus melakukan monitoring dan evaluasi, melihat keberhasilan-Nya menebus dosa manusia. Ia sontak kaget ketika matanya tertuju ke arah Nusa Tenggara Timur, Telinga-Nya hampir ditutup mendengar kesombongan manusia yang membanggakan dosa-dosa.

Saat Siang hari di Sorga, Yesus mendengar doa seorang anak kecil yang mengeluhkan suhu daerah yang semakin lama semakin panas, doa seorang petani petani yang mengeluhkan hujan tidak turun tepat waktu, bahkan musim penghujan tidak menentu sehingga pak tani tidak sanggup menentukan waktu tanam yang tepat, bapak Boymau hanya menanam jagung secara spekulatif, sambil berharap-harap cemas semoga cepat turun hujan walau akhirnya hanya menyanyi “nina bobo” agar anaknya yang gizi buruk bisa tertidur.

Sore hari Yesus melihat wabah epidemik terjadi diberbagai belahan provinsi ini, banyak ternak warga ditemukan mati terkena wabah yang tidak diketahui sebabnya oleh masyarakat. Banjir saat terjadi hujan, dan kering saat terjadi kemarau. Sumber air hanya menyisakan lumpur, hasil panen menurun drastis, bahkan kebanyakan petani tidak dapat melihat tanamannya tumbuh akibat gagal tanam dan tanaman perkebunan warga hancur akibat wabah penyakit yang masih diteliti jenis dan cara mengatasinya oleh ahli sewaan Dinas Pertanian dan Perkebunan. Malam hari Nusa Tenggara Timur gelap akibat pemadamamn listrik bergilir dan Perusahaan Listrik empunya Negara (PLN) selalu beralasan alatnya rusak sejak tahun 1999 – 2010.

Koran pagi langganan sorga memberitakan begitu banyak Kejadian Luar Biasa Diare, Rabies, Malaria dan Demam Berdarah, Antrax dan begitu banyak bayi lahir dalam kondisi memprihatinkan akibat kurangnya asupan gizi serta begitu banyak ibu meninggal saat melahirkan. Belalang yang dulu menjadi penanda musim bagi petani kini berubah menjadi hama bagi petani. Bintang-bintang tidak lagi menunjukan kapan petani seharusnya menanam, bunyi burung “koa” yang selalu didengar sebagai perintah menanam kini sudah tidak terdengar akibat hutan yang habis dibabat.

Hutan yang sejak dulu dilindungi dan dimanfaatkan masyarakat adat sekarang telah menjadi cagar alam yang bebas dijual pemerintah pada pengusaha tambang hanya karena hak menguasai. Lahan pertanian penuh dengan lubang bekas menggali mangan, sebagian lubang yang digali justru menjadi kuburan sang penggali. Rumah bulat tidak lagi terisi jagung, saluran irigasi hanya dialiri angin tanpa air, pupuk menjadi barang langka, sementara setiap hari tiket pesawat terbang Kupang-Jakarta habis terjual kepada pejabat-pejabat yang melakukan studi banding dan bimtek. Setiap tahun catatan korupsi selalu berada pada angka rupiah berbunyi ratusan miryar.

Radio seken milik seorang malaikat memberitakan PKL diusir dari jalanan dan pasar-pasar, raskin digelapkan kepala desa, sementara rapat dewan dipenuhi bahasa-bahasa kotor layaknya preman jalanan. Hotel-hotel dipenuhi acara seminar, workshop dan FGD membicarakan tentang kemiskinan baik oleh pemerintah maupun LSM, tak tersisa depot, restoran, cafe dan warung-warung dipenuhi rapat-rapat membahas kondisi rawan pangan di Nusa Tenggara Timur.

Di saluran televisi lokal tertonton berita kepala daerah sibuk dengan mutasi pejabat serta menempatkan keluarga, kenalan dan selingkuhannya, sementara anggaran publik jauh dari otaknya. Seorang bapak menggendong mayat anaknya dari rumah sakit ke rumah hanya karena tidak sanggup membayar mobil jenazah, sementara banyak mobil pejabat diputihkan, anggaran pembelian mobil dinas terus ditingkatkan.

Saat seorang malaikat mengganti chanel ada acara berita, setiap sabtu malam jalan El Tari dipenuhi mobil dan motor mewah milik anak pejabat, sementara bapak Tius  kesulitan menjual hasil kebunnya dari kampung karena tidak ada angkutan umum. Ibu-ibu dan anak perempuan di kampung berjalan kaki puluhan kilo untuk mengambil air akhirnya acara berita terpotong iklan “sekarang sumber air su dekat”.

Setiap bulan masyarakat membeli 20 KG jatah raskin dengan harga Rp. 2000 di provinsi jagung. Kaum miskin terjerat hutang pada rentenir di provinsi koperasi, gagal panen rumput laut karena laut tercemar tumpahan minyak di provinsi kepulauan, dan bapak Lopis menjual sapinya dengan harga murah untuk membeli beras di provinsi ternak.

Tawuran antar warga, antar mahasiswa terjadi di Kota Kasih dan polisi selalu datang terlambat, ruang sidang pengadilan hanya diisi kekecewaan para pencari keadilan, banyak anak perempuan diperkosa dan dilecehkan di daerah dimana setiap minggu penduduknya selalu ramai ke gereja.

Bagian depan dan belakang media massa dipenuhi iklan dan janji politik kandidat pilkada diberbagai daerah. Birokrasi selalu mengeluhkan kekurangan staf sementara staf yang ada hanya membaca koran, berfacebook ria, atau bermain game computer selama jam kerja. Wisuda sarjana memproduksi 5000an pengangguran per tahun dan dijawab dengan janji kampanye penciptaan lapangan kerja oleh pimpinan daerah, yang diwujudkan lewat penerimaan CPNSD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun