Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan sebagian gugatan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang diajukan oleh Partai Buruh.Â
Dalam putusan tersebut, MK mengoreksi 21 pasal, menandakan perhatian serius terhadap isu-isu ketenagakerjaan dan kesejahteraan buruh di Indonesia.Â
Langkah ini memberikan harapan baru bagi pekerja yang selama ini merasa hak-haknya tergerus oleh ketentuan-ketentuan UU Cipta Kerja.
Menyoroti Esensi Perubahan Pasal: Hak-Hak Pekerja di Garis Depan
Putusan ini mencakup banyak aspek yang menyentuh langsung kesejahteraan pekerja. Beberapa poin perubahan mengembalikan hak-hak buruh yang dinilai berpotensi dirugikan.Â
Salah satunya adalah penegasan bahwa jabatan untuk tenaga kerja asing harus mempertimbangkan prioritas terhadap pekerja lokal. Dengan demikian, pemerintah diharapkan lebih selektif dalam pengelolaan tenaga kerja asing, terutama dalam jabatan-jabatan yang membutuhkan kompetensi tertentu.Â
Hal ini penting karena keberadaan tenaga kerja asing yang terlalu banyak berpotensi menurunkan kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal yang sebenarnya juga memiliki kapasitas memadai.
Penegasan Hak Dasar dalam Perjanjian Kerja dan Pengupahan
MK juga menegaskan kembali pentingnya perjanjian kerja yang tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia, memberikan jaminan hukum yang lebih kuat bagi pekerja dalam memahami isi kontrak mereka.Â
Selain itu, perubahan pada pasal 88 terkait pengupahan menggarisbawahi hak pekerja atas penghasilan yang layak. Ini mencakup kemampuan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, faktor-faktor yang sangat esensial bagi kualitas hidup mereka.Â
Putusan ini mengingatkan perusahaan agar tidak hanya memandang buruh sebagai tenaga produktif, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki kebutuhan dan hak dasar yang wajib dipenuhi.
Reformasi dalam Pelaksanaan Sistem Pengupahan
Keputusan MK tentang pelibatan dewan pengupahan daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan juga membawa perubahan positif.Â
Dengan melibatkan pemerintah daerah, penetapan kebijakan pengupahan dapat lebih memperhatikan dinamika ekonomi daerah yang berbeda-beda.Â
Kebijakan ini diharapkan menghindari keputusan sentralisasi yang kurang peka terhadap situasi spesifik di setiap daerah, menjadikan sistem pengupahan lebih adil dan relevan bagi pekerja di berbagai wilayah.
Perlindungan Lebih pada Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Perubahan di aspek PHK sangat signifikan, di mana PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya, perusahaan tidak bisa dengan mudah melakukan PHK tanpa melalui mekanisme musyawarah dan proses hukum yang seimbang.Â
Hal ini melindungi pekerja dari keputusan sepihak yang kerap kali merugikan mereka. MK juga mempertegas bahwa dalam kasus perselisihan, perusahaan wajib melalui tahap perundingan bipartit dengan musyawarah mufakat, sebagai upaya akhir sebelum memutuskan PHK.
Mengapa Putusan Ini Bermakna bagi Masa Depan Perburuhan di Indonesia?
Putusan MK ini menunjukkan bahwa revisi UU Cipta Kerja tidaklah sekadar kosmetik, tetapi benar-benar merespon kritik dari berbagai elemen masyarakat yang merasa terpinggirkan.Â
Dengan keberpihakan yang lebih jelas pada pekerja, negara hadir melalui pengawasan lebih ketat dan aturan yang memberikan keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan pekerja.Â
MK telah menunjukkan bahwa kebijakan perburuhan harus berlandaskan keadilan sosial, bukan semata-mata pada efisiensi ekonomi yang sering mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.
Tantangan ke Depan: Implementasi dan Pengawasan
Walau putusan MK ini memberi angin segar bagi buruh, tantangan terbesar tetap terletak pada penerapan di lapangan. Pemerintah, bersama pengusaha dan serikat pekerja, perlu mengawal implementasi aturan-aturan baru ini agar tidak hanya menjadi teks hukum tanpa realisasi.Â
Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan ini harus diutamakan agar perusahaan benar-benar mematuhi peraturan yang telah disepakati.
Penutup
Putusan MK terhadap UU Cipta Kerja memberi dorongan baru bagi terciptanya keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja serta pengusaha.Â
Perubahan ini bukan hanya soal menyesuaikan ketentuan hukum dengan konstitusi, tetapi juga tentang membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih manusiawi.Â
Mari kita harapkan bahwa langkah ini akan membawa Indonesia menuju kondisi ketenagakerjaan yang lebih adil, sejahtera, dan berkeadilan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H