Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ocehan Panjang: Asam Garam Menjadi Awardee Bidikmisi Selama 4 Tahun

18 April 2023   14:40 Diperbarui: 18 April 2023   14:41 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat tahun yang lalu diriku hanyalah seorang santri yang berkhidmat  bagi pondok pesantren tempatku menuntut ilmu. Melalui rutinitas dengan mengajar santri dan menjadi koordinator bagian bahasa seperti pada umumnya. Hingga diakhir penghujung semester genap, aku diberi mandat yang sebenarnya belum pantas kupegang karena sedikitnya pengalamanku.

Aku diberi tanggungjawab sebagai sekretaris panitia ujian semester genap. Seketika  kepalaku penuh dengan langkah-langkah apa yang harus kukerjakan sebagai sekretaris. Namun pada faktanya, posisiku lebih dari itu. Aku bagaikan ketua panitia  yang terjun langsung ke lapangan. Ketua asli sendiri nampak hanya mengendalikanku dari jauh tanpa hadir di lapangan. Wajar saja karena beliau adalah adik dari pimpinan pondok.

Beberapa bulan berlalu dan di penghujung mei, Tanggungjawabku sebagai panitia telah usai namun aku tertinggal dengan teman-teman lain yang sudah sibuk mendaftarkan perkuliahan mereka. Aku bingung dan dan harus kemana.

Kegentingan melanda pikiranku. Lantas aku ditelpon kakakku perihal tujuan setelah mondok. Beliau menyarankanku untuk lanjut kuliah dan segera mencari info kampus yang masih buka. Namun ia juga berpesan agar mencari dana bantuan untuk kuliah. Tak dapat dielak melanjutkan pendidikan memerlukan biaya yang lumayan padahal orangtuaku sendiri bisa dibilang belum sanggup untuk memmbiayai itu semua.

Akhirnya berbekal informasi yang kudapatkan dari kaka kelas yang sudah berkuliah di Malang terlebih dahulu, aku mulai tertarik mencari informasi kampus di Kota Malang. Lalu aku tertuju dengan kampus hijau yang terlihat asri dan rimbun. Itu adalah UIN Malang yang memiliki bangunan khas kehijauan dengan atap prismanya.

Aku mulai mengakses berbagai website UIN. Sampai aku mendapatkan website tentang Beasiswa Bidikmisi yang diperuntukkan bagi mahasiswa kurang mampu sepertiku. Setelah kuulik-ulik, lalu kucatat syarat-syaratnya, mulailah aku menentukan pilihan program studi.

Pilihan yang Sulit

Bisa dibilang UIN Malang bukanlah UIN Jakarta. UIN malang memiliki ciri khas tersendiri dan punya jurusan lebih sedikit timbang UIN Jakarta. Salah satu kekhasan UIN Malang adalah Mahad Sunan Ampel Al-Ali atau asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswa baru tahun pertama untuk mengenyam pendidikan ala ala pesantren.

Pada website pendaftaran , aku memilih tes masuk mandiri karena tidak ada lagi jalur yang bisa kutempuh selain jalur itu. Dengan kata lain aku harus pergi ke Malang untuk mengikuti tes itu. Akhirnya berhubung waktu itu pihak keluarga ingin berkunjung ke Jawa untuk silaturahmi maka aku memutuskan untuk ikut disamping juga untuk mengikuti tes.

Aku membawa berkas-berkas persyaratan beasiswa dan juga buku pelajaran sekiranya aku dapat belajar saat disana. Orangtua disana hanya tinggal kurang dari seminggu, namun aku tetap tinggal di rumah dulurku itu hingga dua minggu lebih menunggu waktu tes. Aku mengirim berkas beasiswa melalui kantorpos setempat.

Dua minggu di rumah dulur itu aku isi dengan belajar pelajaran fisika, biologi dan kimia dengan buku SBMPTN yang pernah dibelikan oleh kakakku. Aku jarang keluar dan hanya fokus belajar di ruang tamu dulurku tersebut.

Saat pemilihan jurusan, aku memilih tiga jurusan Saintek. Jika ditanya kenapa aku memilih saintek, karena disitulah peluang kuota bidikmisi sangat besar. Guruku saat MA juga pernah berpesan, terkadang memilih jurusan yang jarang dipilih seseorang akan memberikan peluang besar agar kita bisa diterima disitu.

Tiga jurusan tersebut adalah Fisika, Biologi dan Farmasi. Aku tiga jurusan ini mempunyai latar belakang masing-masing. Fisika, aku berpikir ingin belajar dari awal agar kelak ketika kembali mengajar mempunyai bekal yang cukup seputar rumus-rumus fisika. Biologi, pilihan favoritku semenjak kecil dimana aku sangat suka menghafal nama latin dan istilah serta menghafal proses suatu sistem biologis. Farmasi, aku beralasan jika jurusan ini akan mengantarkanku pada pekerjaan yang baik di bidang pengobatan. Di satu sisi aku juga ingin menjadi dokter pribadi atau ahli medis bagi ibuku sendiri .

Jadi Mahasiswa Fisika UIN

Baru setelah pengumuman resmi dari Website Resmi UIN. Aku diterima sebagai mahasiswa jurusan fisika UIN Malang. Namun aku belum begitu senang hingga pengumuman bidikmisi UIN Malang keluar seutuhhnya.

Bumm, seminggu kemudian pengumuman bidikmisi keluar. Rasa syukurku membuncah dan meletup-letup. Terharu karena aku diterima di UIN dengan bebas biaya. Apalagi mendengar jika di UIN harus tinggal di MSAA selama setahun dengan bayaran 10 juta.

Padahal aku sudah berniat jika tidak diterima di UIN maka aku akan lanjut kerja saja di Bogor namun takdir berkata lain. Allah menginginkan aku agar melanjutkan studi di Kota Malang. Akhirnya berbekal celengan recehan punya mamak. Aku dimodali ongkos untuk kembali ke Malang.

Tepat di akhir Agustus 2019, aku mengikuti validasi penerimaan mahasiswa baru. Bapak pun ikut hadir mendampingi. Padahal yang kutau bapak sangat jarang menemani anaknya perihal sekolah. Pandanganku makin takjub saat mengetahui jika UIN mempunyai asrama yang besar dan sangat layak dihuni. Tentunya bagiku sebagai santri yang pernah mondok di pesantren kecil dengan keterbatasannya, tinggal di MSAA sangatlah karunia terbesar yang aku miliki.

Mahasiswa yang Santri

Mahasiswa yang santri atau bisa disebut dengan mahasantri. Begitulah istilah yang dipakai di kalangan civitas UIN Malang. Aku menjalani kehidupanku sebagai mahasantri di tahun pertama. Asrama mempunyai sistem bak pesantren, ada pengurus yang disebut musyrif dan ada murobbi sebagai ketua asrama yang memiliki jabatan tinggi serta ada pengasuh yang dipegang oleh dosen dan bertindak sebagai sesepuh yang dihormati.

Kegiatan yang kujalani di MSAA sangatlah padat. Bangun tidur setelah subuh, mahasantri mengikuti acara Shobahul Lugoh setelah ikut ikut perkuliahan seperti biasa. Kemudian ada perkuliahan bahasa Arab dimulai dari jam 2 siang hingga 5 sore. Setelah itu setelah Isya ada taklim hingga jam 9. Padat, asik namun sangat capek. Aku sudah terbiasa dengan kepadatan aktivitas di MSAA namun beda halnya jika dibandingkan dengan kegiatan kampus.

Tantangan yang Sulit Di Kampus

Hal yang paling sulit dan membuatku tak bisa bersantai asik adalah perkara kuliah. Jujur bisa dibilang aku sangat mati kutu dengan mata kuliah yang ada di jurusan fisika. Meskipun itu baru dasarnya saja. Sebut saja fisika dasar, kalkulus, kimia dasar. Aku bergidik jika suatu saat dosen menunjuk tanpa persiapan. Ironi memang, aku yang lulus dan pernah mengajar IPA dulu saat pengabdian namun tak bisa berkutik saat menjawab soal dari dosen fisika dasar.

Pada kenyataanya saat di MA dulu, pelajaran umum macam fisika, kimia, biologi sangatlah dipandang sebelah mata oleh murid maupun gurunya. Porsinya pun sangat sedikit, hanya sejam perminggu. Belum lagi kalau gurunya tidak hadir. Bisa bisa pelajaran yang diterima akan mandeg begitu adanya. Bersandar dari poin-poin di ataslah aku menganggap mata kuliah adalah tantangan tersulit di kampus.

Pecandu Seminar dan Kegiatan

Entah karena masih baru menjadi mahasiswa atau euphoria yang terlalu berlebihan pada UIN Malang. Hampir tiap minggu aku mengikuti beragam kegiatan di MSAA. Mulai dari seminar dari berbagai jurusan, mengikuti pelatihan dari berbagai UKM, atau ikut Makrab Orda. Jika pun tidak ada kegiatan, aku mengajak teman untuk olahraga di hari sabtu atau minggunya. Bisa dibilang, tahun-tahun pertama sangat asik dengan hal-hal baru yang aku temukan.

Ikut Lomba Puisi di Fakultas Humaniora

Jurusan fisika tapi kok sukanya sastra?. Sejujurnya saat MA dulu, aku lebih berpengalaman dalam bidang sastra timbang sains. Pengalaman ikut teater, ikut bidang kepenulisan di jurnalistik, dan punya kebiasaan menulis membuatku jatuh cinta pada dunia literasi dan juga sastra.

Seperti kala itu, saat bulan November di tahun 2019, aku sengaja mengikuti lomba di fakultas humaniora tanpa ada seorangpun yang tau di jurusanku. Aku hanya latihan di kamar sendiri. Aku berlatih berdasarkan pengalamanku saat di MA dulu yakni menjadi peserta lomba puisi bahasa Arab meskipun tak juara ujungnya. Belajar dari pengalaman dan juga melihat gaya puisi Peri Sandi Huitche di Youtube, aku mendapatkan gaya puisiku sendiri. Di satu sisi juga banyak momen yang aku tuangkan dalam puisiku, seperti kebakaran hutan, dan suasana politik yang sedang memanas.

Dari situ aku mendapatkan piala pertamaku di UIN Malang melalui puisi. Aku mendapat juara 2 dan berkesempatan mendapatkan tiket VIP menonton konser Didi Kempot. Berhubung aku mendapat dua tiket. Jadi aku mengajak temanku yang satu asrama untuk menemaniku melihat konser tersebut.

Cairan Pertama

Cairan pertama adalah hal yang paling membahagiakan bagiku. Tanpa membayar UKT dan juga diberi uang saku sudah sangat membantu perekonomian keluargaku. Kalau tidak salah sekitar bulan September aku menerima cairan tersebut. Aku melihat cairan yang turun sebagai sesuatu yang sakral karena ini adalah sebuah amanah dan titipan dari pemerintah. Aku yang mendapat duit sebesar 4.2 juta lantas tak membuatku langsung kalap. Aku hanya menggunakanya jika ada perlu saja, misalkan membetulkan laptop yang HD-nya rusak. Serta membeli kebutuhan yang sekiranya urgent.

Ujian Akhir Semester Pertama

Segala hal yang pertama tak akan terlupa begitu kata seorang pujangga. Bulan desember adalah bulan. Tapi yang aku khawatirkan adalah mata kuliah eksak. Selain mata kuliah eksak, aku yakin bisa mengerjakannya seperti fiqih, pancasila, bahasa Indonesia dll. Namun saat mengerjakan fisdas, kimia, biologi dan kalkulus aku perlu effort lebih. Strategiku menghadapi UAS di pondok dulu, persis aku terapkan pada ujian di kampus. Yakni dengan banyak mencatat dan mengerjakan soal yang sekiranya keluar. Apalagi biologi, pelajaran perlu banyak hafalan dan juga catatan.

Akhirnya ujian selesai, nilai keluar satu persatu meskipun tak maksimal. Adapun nilai yang paling jelek adalah mata kuliah algoritma yang hanya mendapat nilai C. Yah mungkin aku tak berbakat menjadi seorang programmer.

Tiba-Tiba Covid Melanda

Memasuki tahun 2020, kegiatan mulai ramai kembali. Banyak pengalaman baru yang akan aku coba. Salah satunya study tour ke Jogjakarta dan Bandung yang diselenggarakan Jurusan Fisika. Selain itu aku didelegasikan untuk  lomba puisi Arab di Bandung sebagai perwakilan PKPBA. Tak hanya itu tim debat Ainus Syams milik Syariah rencananya juga mengajakku untuk lomba debat di Cirebon Jawa Barat.

Kesan persahabatan di kamar pun mulai terbangun. Mulai ada rasa betah dan juga nyaman di MSAA. Malahan aku ditawari menjadi musyrif oleh salah satu pendamping kamarku. Tak hanya itu, aku rencananya juga ikut menjadi tim dekorasi muwadaah atau perpisahan.

Namun takdir berkata lain, tiba-tiba dunia digemparkan dengan kehadiran penyakit misterius yang membuat semua orang parno dan ketakutan. Penyakit itu adalah COVID-19, penyakit saluran pernafasan oleh virus. Semuanya menjadi kalangkabut. Apalagi ditemukan kasusnya di depok, lalu menyebar perlahan-lahan hingga dicetuskanlah larangan sekolah secara tatap muka. Awalnya hanya dua minggu liburan, namun tak disangka berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Hal ini yang membuat segala rencana jadi sirna dan tak berkelanjutan , semua mahasantri pulang ke kampungnya masing-masing. Takut dan minder bertemu satu sama lain.

 

Mencari Suaka Setelah MSAA

Karena Covid-19, aku tinggal di MSAA tak sampai jangkep dua semester. Pada pertengahan semester dua kami pulang ke kampung masing-masing. Dan semua mata kuliah bertransformasi menggunakan platform online. Hingga empat bulan lamanya aku mendekam di rumah.

Tapi kehadiranku di rumah tak membuatku nyaman karena aku merasa kesepian dan juga tak adanya kegiatan yang berarti selain kuliah online. Dari situ kepalaku mulai berputar mencari ide. Aku memutuskan menjalankan kuliah online dari Malang bukan di rumah sendiri. Barangkali aku mendapatkan ilmu yang tak kudapat dirumah.

Pilihan pertamaku jatuh pada Pesantren Luhur yang bertempat di belakang UIN. Aku sudah lolos seleksi dan ditempatkan di kelas al-Ali. Namun karena kurasa terlalu ketat ditambah lagi masuknya yang cepat di bulan Juli membuatku mengurungkan niat terlebih dahulu untuk ke Malang.

Apalagi banyaknya syarat perjalanan saat pandemi juga membuatku bertahan sedikit di rumah. Akhirnya aku mencari suaka di pondok pesantren Darunun yang kurasa agak longgar dari segi aturan dan juga satu visi dengan cita-citaku yaitu dunia literasi, benar saja tanpa adanya kesulitan saat pendaftaran, aku langsung diterima di pondok itu yang mana masuknya pada bulan September.

Terlalu Nyaman itu Merugikan

Tahun ajaran baru semester tiga telah dimulai, meskipun belajarnya secara online tapi aku tetap memutuskan untuk kuliah di Kota Malang. Lantas bukan berarti aku tak betah di rumah melainkan ingin ada pengalaman dan juga menghindari konflik tak penting di rumah.

Aku menjadi santri baru di Darunnun, sebuah pondok yang bangunannya tak Nampak. Jadi darunnun ini adalah sistem yang menaungi santrinya. Sedangkan santrinya tinggal di kontrakan yang disewakan. Aku bertemu dengan kenalan dari berbagai jurusan. Mulai dari PBA, HKI, HTN, dan BSA. Aku merasa terlalu nyaman dengan tempat ini. hingga membuatku goyah dengan pendirianku.

Iklim belajarku yang cenderung fokus dan serius lambat laun terpengaruh oleh gaya belajar santri lain yang cenderung santai tanpa beban. Aku mencoba membaur agar bisa santai seperti mereka. Nyatanya itu malah membuatku jauh tertinggal dengan teman-teman sejurusanku. Membuyarkan kebiasaanku sehingga aku tak bisa mengukur kadar diri sendiri.

Hingga datang akhir semester, yakni saat menghadapi ujian. Pembawaanku yang biasanya serius kini menjadi santai karena lingkunganku di pondok itu. Yap benar saja, itu semua berdampak pada nilaiku. Untuk kali pertama, nilaiku anjlok dibawah 3.00 dan itu adalah alarm merah bagi anak bidikmisi sepertiku. Nilaiku hancur karena banyaknya mata kuliah yang mendapat B dan C, bahkan ada yang D (komputasi fisika).

Tetap Mencari Pengalaman Meskipun Sulit

Semenjak nilaiku anjlok sejadi-jadinya, aku mulai trauma untuk menjadi pribadi yang santai. Aku yang tadinya sangat ambisi dengan mengikuti kegiatan organisasi mulai terkikis dan mulai apatis. Aku memutuskan untuk fokus pada kuliah dan mengenyampingkan organisasi di luar pondok. Di satu sisi, pondok darunnun juga menjadi wadahku dalam pengembangan skill organisasi. Bisa dibilang aku selalu diajak dalam setiap kepanitiaan di pondok tersebut.

Di pondok aku sering ditunjuk menjadi MC, jikapun bukan MC aku pasti memegang divisi acara yang memegang peranan penting. Tak hanya itu aku juga memanfaatkan salah satu kegiatan pondok yaitu wajib nulis satu minggu sekali. Secara tidak langsung itu berdampak padaku agar selalu produktif membuat tulisan meskipun hanya sekedar puisi atau artikel ringan. Kemudian juga, aku masih mengasah intuisiku dalam sastra dengan berpuisi Arab tiap semester. Aku mengikuti lomba bahasa Arab meskipun kutau aku takkan menang karena aku masih belum menguasai teknik berpuisi Arab yang baik.  

Di Rumah Satu semester

Lagi-lagi trauma akan ujian kembali di semester empat ini. Aku mulai takut dan gusar pada mata kuliah yang makin mengerikan dari waktu ke waktu. Apalagi kuliah online membuat semua jadi terbatas. Sehingga dibutuhkan fokus lebih saat menyimak dosen mengajar di zoom. Belum lagi distraksi yang besar dari perangkat hape.

Semester 4 ini ada yang beda, karena bapakku sangat ingin membawaku pulang kampung ke kota Padang. Bagaimana pun aku tak bisa menolak permintaan bapakku ini. jika menolak pasti akan runyam jadinya apalagi bapakku ini tipe orang yang emosional jika tidak dituruti kehendaknya.

Akhirnya aku mengiyakan keinginan beliau, aku berlibur sambil kuliah online ke kota Padang. Aneh memang tapi begitulah kenyataan. Aku tak bisa santai selama disana, karena saat itu sangat genting. Waktu kian mendekati ujian semester, bapak malah mengajakku berlibur. Untungnya aku disana hanya 10 hari dan tak lebih. Sehingga aku bisa mengerjakan ujian dengan tenang di rumah.

Kenyamanan yang ditawarkan pondok darunnun membuatku memilih opsi berdiam di rumah. Bisa dibilang aku tak taat aturan dengan tak masuk pondok sesuai jadwal yang ditentukan. Tapi lagi-lagi ini demi pertaruhan. Aku bertaruh status beasiswaku dengan nilai IPK diatas 3.00. Di semester lima aku memutuskan memulai kuliah dari rumah. Aku berharap, ketidaknyamananku saat dirumah membuatku lebih awas dan waspada pada anjloknya nilai.

Semester Paling Sibuk

Semester lima ini adalah semester paling sibuk. Bayangkan saja dalam satu minggu aku bisa menggarap laporan praktikum sebanyak tiga judul dari mata kuliah yang berbeda. Pagi siang malam di tanganku hanya ada kertas, pulpen dan hape untuk melihat video praktikum. Sampai-sampai bapakku jenuh melihatku dan berkata " kok gak selesai-selesai nugasnya?".

Belum lagi tugas dari kuliah online yang tak tanggung-tanggung. Materi yang semakin dalam dan susah (Termodinamika, Kecerdasan Buatan, Fisika Zat Padat, Fisika Kuantum dsb) juga menghabiskan waktu yang banyak untuk memahaminya. Rasanya harus berkali kali melihat ppt atau modul agar paham materi, jika masih belum maka harus bertanya pada teman agar tau jawabannya, jika mereka masih tidak tau, youtube-lah pelariannya. Semua channel fisika manjadi sasaran agar pemahaman semakin kuat. Saat UAS, kebanyakan materi lebih bertumpu pada projek akhir dan tugas akhir, berbeda dengan mata kuliah semester awal yang cenderung berbentuk soal atau esai

 

Mencari Cuan Tambahan

Proses kreatif dalam mengola keuangan wajib dibutuhkan bagi mahasiswa. Berbekal saran dari abang, aku mulai untuk berjualan online. Harapannya aku dapat menambah pundi-pundi jajan agar tidak bergantung dengan beasiswa. Awalnya aku berjualan via facebook, lalu pindah ke shopee. Aku berjualan melalui sistem dropshiper dengan abangku sebagai penyetok barang.

Namun lambat laun karena dia terlalu sibuk mengurus barangnya sendiri, dari situlah aku mulai menyetok barang juga. Salah satu omset terbesarku, aku sempat menghasilkan pengeluaran sebanyak 500 ribu perbulan. Yah lumayan walaupun tidak banyak, namun dapat mendongkrak kebutuhan jajan dan sehari-hari. Dan bisa membeli oleh-oleh saat lebaran untuk orang rumah.

Aku berjualan dari pertengahan tahun 2021 hingga akhir 2022. Namun sayangnya mendekati penghujung tahun, omset penjualan toko onlineku turun drastis dan tidak sebanyak dulu. Hal ini karena aku tidak mengelola toko dengan baik. Disamping itu juga aku sibuk dengan urusan kuliah yang sudah mewajibkan tatap muka. Belum lagi urusan pinjam-meminjam motor teman.

Distraksi Lingkungan

Namanya juga hidup, selalu ada masalah dan tak pernah rata begitu saja. Sebelumnya telah dibahas bahwa aku tinggal di pondok pesantren Darunnun. Namun aku memutuskan untuk keluar. Ada beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbanganku keluar dari situ. Diantaranya adalah

-akses ke kampus yang terlalu jauh, tak mungkin bagiku untuk meminjam motor setiap hari ke temanku yang tentunya juga mempunyai hajat masing-masing

-Kurang update dengan perkembangan jurusan, Lingkungan yang variatif, terkadang membuatku tak fokus dengan apa yang aku kerjakan.melihat kondisi teman-teman pondok yang terlalu santai kadang membuatku lupa dengan perkembangan yang terjadi di jurusan.

-Kurang privasi, fasilitas pondok memang kurang seperti kamar dan juga ruang kumpul. Terkadang saat mengerjakan tugas, aku harus mengalah pada orang yang sholat di depanku. Barang-barang juga kurang aman karena ruang lingkup asrama pondok yang sempit.

Strategi saat Kuliah mulai Offline

Kuliah offline membawa dampak yang besar bagiku, aku memutuskan pindah tempat tinggal ke kontrakan bersama anak jurusan fisika. Berat memang karena aku masih dipercaya oleh pengasuh. Tapi aku memiliki alasan tersendiri. Aku tinggal di kontrakan dengan 7 orang temanku. Satu kamar terdiri dari dua orang. Harapannya aku lebih fokus belajar di semester akhir ini. walaupun pada kenyataannya tidak sesuai harapan. Aku memutuskan untuk tidak berjualan pada semester ini. Karena aku tak sanggup dengan kesibukanku mondar mandir ke kampus dan juga harus stand by dengan handphone saat ada notifikasi pembeli. Namun  aku berhasil memaksimalkan nilai IPK-ku disemester ini meskipun ada nilai PKL belum diinput sama sekali karena belum sidang PKL.

Sibuk di Lab dan Cari Topik

Di semester tujuh aku mendaftar asisten lab pada dua mata kuliah yang berbeda, eksperimen fisika dan juga fisika dasar 1. Tentunya ini bertujuan agar aku punya pengalaman ngelab  selama di UIN. Jadi kesibukanku bisa dibilang lumayan. Disamping itu selama beberapa bulan aku juga masih sibuk menentukan topik skripsi yang akan aku ambil.

Sempat suatu hari kala KRS, Dosen Pembimbing Akademik mengajakku untuk ikut penelitian tentang limbah grey water. Disitu aku disarankan agar memilih topik skripsi yang sama dengan beliau. Akhirnya berjalannya waktu aku memutuskan untuk mengambil penelitian tentang pengolahan limbah dengan koagulan alami. Tapi sayangnya usut punya usut proposal penelitian milik dosenku ini tidak diterima saat seleksi. Berhubung terlanjur sudah mendaftar judul penelitian maka kulanjutkan saja.

Pak Agus selaku dosen Biofisika berkali-kali memberi masukan topik skripsi pada mahasiswanya. Termasuk saat mata kuliah fisika kimia, beliau menyarankan topik skripsi tentang pengolahan limbah dengan elektrolisis. Disini aku mulai tertarik untuk mengambil topik penelitian yang menggabungkan dua metode tersebut.

Terakhir : Penelitian

Saatku menulis ini, aku berada di fase terakhir mahasiswa semester delapan yakni penelitian. Sempat beberapa kali ganti judul dengan beberapa ganti variabel dimulai dari "kecepatan pengadukan asam jawa", "tegangan terhadap kombinasi", hingga judul revisi yang diterima adalah "Analisis Pengaruh Kadar Asam Jawa Terhadap Karakteristik Limbah Cair Industri Tempe Menggunakan Metode Elektrokoagulasi"

Perjuangan yang panjang demi sebuah proposal yang diacc. Dimulai dari bulan januari lalu berlanjut ke bulan februari namun keluar jadwal seminar pada bulan maret 29. Dan kini tantangan terbesarnya adalah biaya penelitian yang mencapai tiga juta lebih jika dihitung.

Sepatah Kata untuk Bidikmisi dan Ibu

Terimakasih telah membantuku mengenyam pendidikan di UIN Malang. Dengan bidikmisi aku dapat sejajar dengan mahasiswa yang orangtuanya tergolong mapan dan mampu. Dengan bidikmisi aku dapat meringankan beban orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di Malang sebagai mahasiswa rantau. Terimakasih bidikmisi, denganmu aku mematahkan stigma negatif tentang santri jika  "santri hanya tau ngaji dan ceramah, santri hanya tau pelajaran agama". Dengan bidikmisi, aku ingin membuktikan jika santri bisa berkontribusi pada agama dan negaranya dengan ilmu pengetahuan.

Tak lupa aku berterimakasih pada sosok ibu yang menjadi generator utama sehingga aku bisa bertahan sampai penghujung semester ini dengan cucuran keringat dan air mata. Dan salah satu pesannya yang selalu kupegang adalah "walau susah jangan menyerah"

sumber: pribadi
sumber: pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun