Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namanya Si Jurig

18 Juli 2020   09:57 Diperbarui: 28 Juli 2020   14:31 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ceng , geura ka leuweng! bantuan bapak neangan hawu ulah cicing di imah !”[1] Bentak seorang Ibu  pada anaknya di pagi itu.

            “Muhun Mak !” Jawab anak itu dengan takut dan segera beranjak dari rumahnya.

            Dia adalah Afandi Nur , anak pedalaman pesisir banten yang tangguh dan sangat berkeyakinan tinggi. Sudah dua minggu lebih teman- temannya sering memanggil dengan sebutan Fandi si jurig.

            Tentu sebutan seperti itu bukan tanpa sebab  . Ada dua alasan yang membuatnya dipanggil jurig ; pertama yaitu karena ia sering berdongeng atau berkisah tentang makhluk halus yang disebut jurig dalam bahasa daerahnya , kedua karena ia suka bertingkah aneh menakut-nakuti layaknya jurig . Begitu pendapat teman-temannya. Fandi sudah terbiasa dengan ejekan semacam itu rupanya . Semua itu ia anggap bagai angin lalu saja .

            Julukannya yang begitu santer dan epic rupanya membuat beberapa temannya penasaran .  Iffan , Ucup dan Rifki mengikuti Fandi dari belakang . Mereka ingin tahu apa yang fandi lakukan di ladangnya , apakah benar ia bisa melihat atau berbicara  dengan makhluk halus.

Dibalik pohon pisang mereka bersembunyi  sambil mengintip bak detektif ke arah Fandi yang sedang mengikat kayu hasil potongan bapaknya.  Hampir 20 menit menunggu tapi belum ada tanda keanehan dari Fandi .

“ Pulang aja yuk , aku bosen nih !” ucap si Rifki mulai mengantuk.

“ih sabar dulu atuh ki , kita tunggu sebentar “ sergah Iffan  sambil tetap memerhatikan Fandi.

“Tuh tuh liat geh , si Fandi ngomong sama pohon waru , jangan-jangan dia lagi ngobrol sama penunggunya. Ekspresinya juga kaya orang serius seakan-akan dia lagi curhat dak” ujar Iffan.

“Udah yuk , mending kita pulang aja , merinding ngeliatnya , hayu dak” Paksa Ucup sambil menarik kedua baju temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun