Pemulung memainkan peran yang krusial dalam sistem daur ulang sampah di Indonesia.Â
Dengan memilah dan mengumpulkan barang-barang bekas, seperti botol plastik, kardus, dan logam, mereka membantu mengurangi jumlah sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).Â
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah per tahun, dengan sebagian besar berasal dari plastik.Â
Tanpa upaya pemulung, angka ini akan jauh lebih besar, dan dampaknya terhadap lingkungan akan semakin parah.
Sampah plastik, misalnya, membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk terurai secara alami.Â
Ketika sampah ini tidak dikelola dengan baik, ia akan mencemari tanah, air, dan udara.Â
Mikroplastik yang terpecah dari limbah plastik dapat masuk ke rantai makanan, membahayakan kesehatan manusia dan hewan.Â
Pemulung, dengan segala keterbatasannya, membantu mengurangi dampak ini dengan mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang.
Selain itu, aktivitas pemulung juga mendukung ekonomi sirkular, di mana barang-barang bekas diolah kembali menjadi produk yang berguna.Â
Dengan menjual barang-barang yang mereka kumpulkan ke pengepul atau pabrik daur ulang, pemulung membantu mengurangi eksploitasi sumber daya alam untuk memproduksi barang baru.Â
Ini adalah langkah kecil namun signifikan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan menciptakan keseimbangan ekosistem.
Stigma Sosial terhadap Pemulung
Sayangnya, meski peran mereka sangat penting, pemulung sering kali dipandang rendah oleh masyarakat.Â