Mohon tunggu...
Ibnu Jandi LKP
Ibnu Jandi LKP Mohon Tunggu... -

DIR LKP

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisa Kebijakan Joko Widodo “Presiden RI”

29 Agustus 2015   14:30 Diperbarui: 4 April 2017   16:29 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KOLEKTIF KOLEGIAL “Berjamaah”.

Apakah suatu kebijakan yang diambil secara kolektif kolegial, bila dengan salah satu pejabatnya terindikasi melakukan perilaku koruptif, kemudian dapat ditimpakan pertanggungjawaban pidananya kepada pejabat lainnya? Dalam ilmu hukum, pertanggungjawaban tergantung dalam ranah hukum terhadap apa perbuatan yang dilakukannya. Dalam hukum perdata dikenal tanggungjawab renteng atau kolektif kolegial bila keputusan diambil dalam suatu unit yang terdiri dari sejumlah orang. Para anggota direksi bertanggungjawab secara tanggung renteng atas keputusan yang diambil. Sedangkan hukum pidana “Tindak Tipikor” tidak mengenal tanggung jawab kolektif kolegial karena kejahatan dibebankan pada individu yang melakukan kejahatan.

YANG PERLU DIKETAHUI OLEH PRESIDEN RI “JOKOWI DODO”.

Yang perlu diketahui oleh Presiden RI “Jokowi Dodo” dalam penanggungjawab APBD adalah sbb:

  1. UUNo 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
  2. UU No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
  3. UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
  4. PP No 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
  5. Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

ANALISIS

Dalam pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Daerah, nyaris yang bertanggungjawab adalah; Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Mereka mereka para prkatisi PNS “Pegawai Negeri Sipil” yang sering menjadi korban masalah tindakan hokum hingga sampai ke jeruji besi “Penjara”. Sedikit saja mereka berbuat salah dan kesalahan “Walaupun Tidak Signifikan kerugian Negaranya” mereka sudah pasti akan menjadi pesakitan di pengadilan. Baik diperiksa oleh Kepolisian maupun oleh Kejaksaan. Dan terkadang mereka menjadi sarang empuk ATM pemerasan oleh oknum aparat penegak hokum “urusan harga ayam bisa menjadi harga sapi”.

Belum lagi para praktisi PNS tersebut didaerah dihadapkan dengan berbagai ragam pemeriksaan oleh Irjen - BPK dan BPKP yang metode dan pendekatan pemeriksaannyapun berbeda-beda, sehingga membuat kesan jenuh para praktisi PNS di daerah untuk melayaninya. Inilah yang salah satu diantaranya membelenggu PNS dan Kepala Daerah. Termasuk segudang peraturan dan perundang-undangan yang harus dikerjakan oleh Kepala Daerah dan Praktisi PNS.

PERTANYAAN KUNCINYA ADALAH:

Atas kebijakan kepala daerah: Contohnya: Ketika ada unsur sedikit kesalahan dalam proses adminitrasi keuangan atau tender PBJ yang tidak signifikan dampak kerugian kepada negaranya/kerugian daerah.

  1. Apakah Presiden “Jokowi Dodo” Mau Bertanggungjawab Ketika Kepala Daerah – PNS melakukan kebijakan “termasuk diskresi” dan terindikasi adanya sedidkit kesalahan, dan sedikit kesalahan tersebut kemudian berujung pada tindakan hokum “dikriminalisasi”, apakah Presiden mau bertanggungjawab?;
  2. Presiden Punya Masa Bakti. Apakah ketika Presiden Jokowi Dodo telah selesai masa baktinya, kemudian adanya sedikit kasus kebijakan seperti contoh tersebut diatas tidak akan dinganggu atau tidak akan dikriminalisasi oleh aparat penegak hokum? Begitupun juga ketika aparat penegak hokum berganti pimpinan apakah kebijakan aparat penegak hokum tersebut akan tetap menjamin tidak aka ada sanksi dikriminalisasi hokum kepada Kebijakan Kepala Daerah dan PNS?;
  3. Dan Begitupun juga Kepala Daerah Punya Masa Bakti. Apakah ketika selesainya masa bakti kepala daerah tersebut akan masih bisa menjamin ULP-PPK tidak terkena sanksi hokum atau dikriminalisasi atas adanya indikasi atau dugaan sedikit kesalahan yang pernah dilakukanya oleh ULP-PPK?;

Sebenarnya bagi Kepala Daerah dan Bagi Praktisi PNS adalah bukan pada persoalan lemahnya kepemimpinan dan lambanya birokrasi di daerah sehingga penyerapan Anggaran menjadi lamban, tetapi lebih kepada keterbelengguannya Kepala Daerah dan PNS terhadap banyaknya peraturan dan perundang-undangan yang kurang jelas dan membingungkan daerah, termasuk Perpres Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah. Perpres tersebut seperti malaikat si pencabut nyawa “menakutkan”.

Belum lagi rong-rong-ngan oleh perilaku oknum Wartawan Boderek – Oknum LSM Boderek – Oknum Aparat Penegak Hukum, Terkadan ada indikasi kerjasama antara oknum aparat penegak hokum dengan oknum wartawan boderek dan oknum LSM boderek, yang tujuannya adalah untuk memeras dan menaku-nakuti “mengancam PNS”. Sehinga timbul indikasi dugaan kuat bahwa Kepala Daerah dan PNS menjadi Ladang ATM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun