Menyikapi perihal berjalannya proses belajar mengajar di satuan pendidikan, ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau biasa dikenal dengan KTSP.Â
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenal tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Â
Sedangkan KTSP itu sendiri merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan serta dikembangkan, ditetapkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan peraturan tentang kurikulum. Â Â
Pemahaman dan inovasi pengembangan dalam mengimplementasikan kurikulum setiap satuan pendidikan beragam. Di antara keberagaman tersebut terlihat ada satuan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi daerah dan potensi lingkungan di sekolahnya dan ada juga satuan pendidikan yang hanya berkutat di satu pola dan tidak ada sama sekali perubahan dari tahun ke tahunnya.Â
Itu semua diakibatkan karena masih ada beberapa pemimpin satuan pendidikan yang belum bisa menganalisis potensi yang dimiliki satuan pendidikan itu sendiri bahkan bisa terjadi dikarnakan karena satuan pendidikan ini belum pernah ada bimbingan khusus langsung dari Dinas Pendidikan terkait khususnya sekolah-sekolah yang baru berdiri yang semestinya perlu bimbingan khusus agar bisa mengikuti alur dan potensi yang sedang dikembangkan di daerah tersebut. Â
Bila melihat kondisi seperti itu, diperlukannya pemahaman dasar untuk memahami pengembagan KTSP. Gambaran KTSP itu perlu dijabarkan secara eksplisit agar mudah dipahami baik itu untuk sekolah yang baru berdiri maupun sekolah yang sudah lama, tidak menutup kemungkinan hal ini pun diperlukan.Â
Hanya saja, gebrakan dan gerakan seperti ini masih ada beberapa daerah dan sekolah belum merasakan bimbingan khusus tentang pengembangan KTSP dari dinas terkait dan masih dianggap merata bahwa sekolah itu mampu untuk membuat KTSP secara mandiri, padahal pada dasarnya bimbingan itu diperlukan untuk meluruskan dan memberikan arahan agar senantiasa satu arah dan satu tujuan yang disesuaikan dengan cita-cita serta visi misi daerah terkait untuk mengoptimalkan potensi daerahnya itu sendiri.
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 36 Ayat 2, kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik begitupun menurut PP SNP Nomor 57 Tahun 2021 Pasal 38 Ayat 2, pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.Â
Prinsip diversifikasi dalam pengembangan kurukulum dimaksudkan untuk menyesuaikan program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah masing-masing.
Dari sudut diversifikasi kurikulum berdasarkan karakteristik satuan pendidikan dapat dilihat dari keberagaman jenjang pendidikan, jenis pendidikan, layanan sekolah tertentu seperti sekolah berasrama, sekolah berbasis pesantren, sekolah alam, lokasi, sarpras dan bahkan pengembangan khusus untuk sekolah yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Â
Selanjutnya diversifikasi dari sudut potensi daerah bisa dikembangkan melalui keberagaman potensi yang dimiliki daerah tersebut, misalnya dari potensi alam yang berhubungan dengan maritim, dataran dan pegunungan, pertambangan, pertanian dan lain-lain.
 Dari potensi sosial ekonomi misalnya industri pertanian dan manufaktur, wisata, kerajinan dan lain-lain.  Begitupun potensi adat dan budaya tercermin dari keberagaman seni, tari, musik, pakaian, bahasa, dan norma-norma yang berlaku di setiap suku dan daerah.Â
Terakhir, diversifikasi dari sudut potensi peserta didik yang bisa dikembangkan melalui bakat, minat, kemampuan, tingkat emosional, ketekunan, dan kepercayaan diri, latar belakang sosial ekonomi, latar belakang budaya bahkan cita-cita para peserta didik yang harus kita tamping sebagai bahan untuk menyusun KTSP yang berdiversifikasi.
Untuk memahami kurikulum dalam satuan pendidikan salah satunya adalah pemahaman tentang pengembangan diversifikasi kurikulum. Menurut Sutjipto dalam Jurnal Penididkan dan Kebudayaan tahun 2015 menyatakan bahwa diversifikasi kurikulum adalah aktivitas penyusunan kurikulum di daerah atau sekolah dengan cara menjabarkan, memperkaya, memperdalam, menambah, memperluas, dan memodifikasi kurikulum nasional karena adanya keragaman karakteristik daerah.
Dalam konteks pengembangan diversifikasi kurikulum, adanya eksistensi keberagaman kurikulum di setiap daerah dan tetap koridornya mengacu pada kurikulum standar nasional merupakan bentuk dari desentralisasi pendidikan yang bertujuan memberikan kesempatan seluasnya kepada pemangku pendidikan di daerah untuk menggali potensi daerah masing-masing.Â
Maka dari itu, dapat dipahami bahwa aneka ragam kurikulum yang dimaksud adalah keanaekaragaman bahan kompetensi, materi pelajaran dan pendekatan yang terdapat dalam konsep kurikulum nasional dapat dijabarkan, diperkaya, ditambah ataupun dimodifikasi serta disesuaikan dengan keadaan, karakteristik dan kebutuhan daerah, peserta didik atau sekolah.
Bentuk pengembangan diversifikasi kurikulum itu sendiri tertuju kepada keberagaman dalam pengembangan intrakurikuler, kokulikuler, ekstrakurikuler dan pembudayaan ciri khas yang ada di satuan pendidikan. Pertama, dalam pengembangan layanan diversifikasi intrakurikuler di satuan pendidikan harus mampu mengembangkan strategi atau model pembelajaran sesuai saran kurikulum yang dikemas ke dalam tiga pola, yaitu Kontekstualisasi, integrasi dan mata pelajaran tersendiri.
Kontektualisasi dalam diversifikasi intrakurikuler merupakan pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks di sekitar siswa, lingkungan dan sosial budaya. Penyesuaian muatan atau materi disesuaikan dengan konteks.Â
Misalnya jika sekolah di daerah pantai, maka konteks terkait adalah tentang pantai pada berbagai mata pelajaran seharusnya lebih dalam dari pada konteks yang lain.Â
Selanjutnya, menggunakan asesmen diagnostik untuk mengetahui latar belakang, bakat, minat dan kemampuan awal peserta didik. Ini berimbas agar pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan.Â
Kemudian, penggunan strategi/model pembelajaran yang mengakomodasi keberagaman sesuai konteks peserta didik, cara belajar, aktivitas belajar. Misalnya; kooperatif, saintifik, PBL, PjBL, SOLE, dan lain-lain. Tidak hanya itu saja, penguatan kompetensi literasi dan numerasi dalam pembelajaran dengan konteks yang ada di sekitar atau dapat dipahami oleh peserta didik.
Pola yang kedua intrakurikuler yang terintegrasi keberagaman yang ada seperti potensi daerah, satuan pendidikan, atau karateristik peserta didik dengan kurikulum nasional atau bisa dilakukan secara webbed, artinya dikaitkan dengan beberapa KD melalui tema tertentu sesuai potensi daerah/konteks di lingkungan sekolah dan secara connected, yaitu dengan menghubungkan atau mengaitkan dengan keragaman yang dipilih, misalnya dengan lingkungan sekitar.Â
Pola terkahir dalam diversifikasi intrakurikuler adalah adanya mata pelajaran tersendiri seperti muatan lokal. Konteks dan karakteristik ini juga dapat menggunakan berbagai keunggulan yang sesuai misalnya kemaritiman, pertanian, jasa/niaga, atau sesuai dengan kewilayahan, geososiokultural maupun kebutuhan sekolah. Dalam pengimplementasiannya dapat bersifat kontinyu atau diskontinyu.
Pengembangan selanjutnya dalam diversifikasi kokulikuler. Kegiatan kokurikuler ini merupakan kegiatan untuk menghayati dan mendalami pembelajaran yang telah dilakukan termasuk untuk penguatan literasi dan numerasi.
Kegiatan kokurikuler ini pun bisa dilakukan oleh individu maupun kelompok, misalnya observasi lapangan, kunjungan wisata edukasi dengan hasil laporan peserta didik dalam bentuk tulisan, vlog, maupun film pendek agar para peserta didik tidak hanya sekedar berkunjung saja, sehingga setelah mereka bereduwisata diharapkan kegiatan kokurikuler ini mampu memperkuat layanan intrakurikuler dengan lebih memperhatikan keragaman peserta didik pada berbagai konteks.
Pengembangan yang ketiga dalam kurikulum adalah diversifikasi ekstrakurikuler. Pengembangan ini merupakan kegiatan di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler dengan kegiatan yang terprogram.Â
Kegiatan ini di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk memperkaya khasanah diversiifikasi dalam mencapai tujuan pendidikan.
 Adapun jenis kegiatan ini bisa berupa kegiatan ekstrakurikuler seni, bela diri, tari, fotografi, olaharaga di antaranya sepak bola, basket, voli, bulu tangkis dan lain-lain sesuai kebutuhan minat dan bakat peserta didik.
Pengembangan layanan diversifikasi kurikulum yang terakhir adalah pembiasaan budaya sekolah. kegiatan ini lebih kepada kegiatan rutinitas peserta didik secara terjadwal dan terus menerus dengan penekanan pada pembiasaan menjadi budaya sekolah. salah satu contohnya adalah satuan pendidikan atau sekolah membiasakan peserta didiknya sebelum masuk jam pertama dibiasakan membaca 15 menit, berdo bersama, memperingati hari-hari nasional, upacara, dan kebiasaan lainnya yang positif baik untuk peserta didik, guru dan seluruh warga yang sesuai dengan budaya sekolah, insan yang literat, serta nilai-nilai lokal yang positif dengan memperhatikan kebhinekaan.
Setelah menganalisis semua konteks diversifikasi kurikulum itu sendiri, maka selanjutnya para pemangku dan penyusun kurikulum harus mampu merumuskan dan menuangkan ide-ide diversifikasi kurikulum. Ide-ide ini nantinya mendiversifikasikan KTSP lebih sesuai dengan potensi daerah, karakteristik satuan pendidikan dan karakteristik peserta didik.Â
Di sinilah letak eksistensi satuan pendidikan akan terlihat jika mampu mengoptimalisasikan implementasi diversifikasi kurikulum ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain itu, refleksi dan tindak lanjut dari implementasi ide-ide yang akan dituangkan ke dalam Dokumen 1, Dokumen 2 dan Dokumen 3 tersebut perlu didiskusikan, disusun dan dikomunikasikan kembali ke Dinas Pendidikan agar hasil dan kendala dapat ditangani secara bersama dan menjadi tanggung jawab bersama untuk memajukan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H