Siswa: Tidak pa.Â
Guru: Kenapa?
Siswa: Bapa & ibu saya pun belum bangun pa.
Guru: Berarti tadi tidak solat Shubuh?
Siswa: Tidak pa . . . Maaf.Â
Itu hanya salah satu contoh gambaran yang bisa kita jadikan ibroh (pelajaran), dan masih banyak hal-hal lain dari rumah yang membawa ketidaksuksesannya perilaku anak, ditambah bila lingkungan sekitar rumah yang tidak mendukung, sudah pasti menjadi sasaran empuk untuk jadi objek yang selalu dinasehati karena perilakunya baik dari temannya maupun guru-guru termasuk guru BK di sekolahnya.Â
Sampai saat ini, penulis belum yakin ada Guru Hebat yang bisa menjadikan Siswa Hebat tanpa didasari dari Keluarga Hebat. Keluarga Hebat itu bukan berarti orang tuanya yang berpendidikan tinggi dan berduit, tapi orang tua yang mampu intropeksi diri dalam perilakunya sendiri.Â
"Like Father, Like Son" tersirat bahwa peran orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anaknya (Linneman, 481:2014), itulah peribahasa yang bisa kita jadikan cerminan sebagai intropeksi diri kita sendiri dalam mendidik anak.Â
Kita ambil contoh sekolah yang polanya cetakannya mendidik, seperti Pesantren dan sekolah-sekolah berasrama lainnya, mereka dididik dan dicetak  sesuai pola yang ingin dicapai. Contoh lainnya sekolah yang pola nya memberikan pengajaran (transfer ilmu) saja tapi berusaha semaksimal mungkin untuk merubah perilaku siswanya seperti sekolah umum.Â
Ada juga pola yang hanya ingin mencapai tujuan tertentu dalam memperdalam dan mengembangkan suatu ilmu sesuai minat & bakatnya, itu bisa didapatkan di lembaga pelatohan atau kursus.Â
Tetapi, apakah semua itu mampu merubah perilaku anak secara kaffah (menyeluruh)? Jawabannya tidak semuanya mampu, karna ada porsi suapan dan takarannya masing-masing.Â