Mohon tunggu...
Jamila Naflah
Jamila Naflah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Andalas

Literasi, Ilmu pengetahuan dan Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengurai Benang Merah: Perspektif Multidimensi dan Strategi Mewujudkan Pendidikan Perempuan Sebagai Investasi Terbaik untuk Masa Depan

3 Mei 2024   01:25 Diperbarui: 3 Mei 2024   01:38 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan perempuan merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Michelle Obama, seorang pengacara, penulis dan mantan ibu negara Amerika serikat dalam setiap pidatonya selalu menekankan bahwa, "Perjuangan untuk pendidikan perempuan adalah investasi terbaik untuk masa depan yang lebih adil dan sejahtera." Beliau telah berpartisipasi dalam meningkatkan angka pendidikan dan kesejahteraan perempuan, tak hanya di negaranya, namun juga menginspirasi masyarakat Global. 

Beberapa program beliau diantaranya adalah Let Girls Learn Initiative, Reach Higher Initiative, dan advocacy and Awareness, yang dimana program-program tersebut merupakan bentuk dukungan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk perempuan (Obama, 2018).

Let Girls Learn Initiative bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia. Program ini berfokus pada memerangi hambatan yang menghalangi perempuan untuk mengakses pendidikan, seperti kemiskinan dan diskriminasi gender. Sementara itu, program Reach Higher Initiative mendorong remaja Amerika Serikat untuk mengejar pendidikan tinggi. 

Program ini memberikan dukungan dan sumber daya bagi siswa, guru, dan orang tua untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Program terakhir yaitu Advocacy and Awareness Campaigns adalah Michelle pidato dan wawancara di media massa untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan perempuan. Upaya-upaya ini adalah bagian dari komitmen Michelle Obama dalam memperjuangkan pendidikan sebagai kunci membuka peluang dan membangun masa depan yang lebih baik.

Di Indonesia, sosok Kartini telah menjadi sorotan utama terhadap perkembangan pendidikan perempuan, mengubah pandangan masyarakat dan meningkatkan nilai dari perempuan itu sendiri. Perjuangan Kartini menginspirasi banyak perempuan Indonesia untuk mengejar pendidikan yang setara dengan laki-laki. 

Pendidikan tidak hanya terpaku tentang memberi mereka pengetahuan, akan tetapi juga kebebasan dan kepercayaan diri untuk mengejar impian mereka. Meskipun telah lama berlalu sejak masa Kartini, semangatnya masih terus hidup membara dalam perjuangan perempuan masa kini, khususnya dalam bidang pendidikan.

Pendidikan perempuan saat ini telah mengalami kemajuan yang signifikan. Banyak perempuan Indonesia yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi dan bahkan meraih posisi penting dalam berbagai bidang, mulai dari politik hingga bisnis. Namun, masih ada kesenjangan gender dalam akses pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil. 

Pendidikan yang berkualitas dan setara menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan gender ini. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pemerintah menjamin kesetaraan akses dan kesempatan pendidikan bagi semua warga negara, termasuk perempuan. Poin ini telah merangkum hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Namun, meskipun kemajuan yang telah dicapai, tantangan dalam bidang pendidikan perempuan masih ada, terutama di daerah-daerah pedalaman dan perkotaan yang kurang berkembang. Infrastruktur pendidikan yang terbatas di daerah pedalaman seringkali menjadi hambatan utama, dimana sekolah seringkali jauh dari tempat tinggal, dan akses transportasi yang terbatas membuat perempuan kesulitan untuk mencapainya. 

Selain itu, norma budaya yang masih kuat cenderung mengekang dan mengarahkan perempuan untuk berperan sebagai pengasuh keluarga, sehingga pendidikan dianggap hanya dianggap sebagai prioritas sekunder. Ketika perempuan menghadapi tekanan untuk berperan dalam pekerjaan rumah tangga, peluang untuk melanjutkan pendidikan seringkali terabaikan.

Di kota-kota kecil, tantangan lain muncul dalam bentuk keterbatasan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Kebanyakan sekolah tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai atau sumber daya pendukung pembelajaran yang hanya seadanya. 

Selain itu, biaya pendidikan yang semakin meningkat menjadi beban finansial yang berat bagi pihak keluarga, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Pendidikan anak-anak perempuan selalu terkesampingkan dan lebih mengutamakan pendidikan anak laki-laki karena dianggap akan lebih berguna dalam mengangkat derajat dan perekonomian keluarga.

Tekanan budaya dan sosial untuk menikah secara dini juga dapat menghalangi perempuan untuk menyelesaikan pendidikan mereka, karena banyak yang dipaksa untuk meninggalkan sekolah demi melanjutkan kehidupan pernikahan. Pernikahan dini memiliki dampak yang signifikan terhadap pendidikan perempuan dan keberlangsungan keluarga. 

Pertama-tama, pernikahan dini seringkali mengakhiri peluang pendidikan perempuan secara prematur. Seorang perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda, prioritasnya akan berubah menjadi istri yang mengatur dan menyediakan keperluan domestik keluarga. Hal ini mengakibatkan banyak perempuan terputus dari jalur pendidikan mereka, bahkan sebelum mereka memiliki kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tingkat menengah.

Tak hanya di Indonesia, dunia secara global juga seringkali menghadapi permasalahan yang sama. Sebagai contoh, di beberapa negara Afrika Sub-Sahara, seperti Niger dan Chad, tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan masih tergolong rendah karena berbagai faktor, termasuk kemiskinan, kesulitan akses, dan tekanan budaya (Fuijoka, 2019).  

Sementra itu di India, terutama di daerah-daerah pedesaan, perempuan masih menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan karena norma sosial yang memprioritaskan pendidikan laki-laki, serta masalah kekerasan gender dan pelecehan seksual di sekolah. Permasalahan kasta juga sering menjadi permasalahan terhambatntya pendidikan di sana (UNICEF, 2020).

Tantangan-tantangan ini tidak hanya mengakibatkan penurunan tingkat partisipasi dan kelulusan pendidikan perempuan, tetapi juga berpotensi memperpetuasi siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat, untuk memperkuat infrastruktur pendidikan, menyediakan dukungan keuangan, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan perempuan, serta melatih tenaga pengajar yang sensitif gender. Dengan cara ini, dapat diharapkan bahwa setiap perempuan akan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan meraih potensi penuhnya.

Pendidikan pada perempuan memiliki dampak yang luas dan jangka panjang, baik bagi individu, masyarakat, maupun negara secara keseluruhan. Pendidikan memberikan perempuan akses ke lebih banyak kesempatan pekerjaan dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai kemandirian ekonomi. Menurut data Bank Dunia, setiap tambahan satu tahun pendidikan bagi perempuan dapat meningkatkan penghasilannya sebesar 10-20%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi, perempuan memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (World Bank, 2019).

Penelitian yang telah dilaksanakan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2020 telah menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik, termasuk penurunan angka kematian ibu dan anak. Mereka juga lebih cenderung mengakses layanan kesehatan yang berkualitas dan mengadopsi perilaku hidup sehat. 

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada perempuan berhubungan dengan penurunan angka kelahiran. Mereka cenderung menunda pernikahan dan kehamilan, serta memiliki keluarga yang lebih kecilyang berdampak positif pada kesehatan ibu dan anak, serta membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam dan lingkungan.

Berkaca dari kisah inspiratif Michelle Obama dan Kartini, maka langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan kesadaran diri bahwasanya pendidikan itu adalah perkara krusial bagi semua golongan, baik itu perempuan maupun laki-laki, yang tinggal di kota besaran maupun desa terpelosk sekalipun. 

Langkah selanjutnya adalah dengan mengembangkan program-program yang memastikan setiap perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas, termasuk di daerah-daerah terpencil dan komunitas yang terpinggirkan, memberikan pelatihan dan dukungan untuk guru perempuan agar dapat menjadi role model dan mentor bagi siswa perempuan, serta membantu meningkatkan kesadaran gender di lingkungan pendidikan.

Dalam era yang serba digital, maka pengajaran keterampilan teknologi yang mengintegrasikan pelajaran tentang teknologi informasi dan komputer ke dalam kurikulum pendidikan, sehingga perempuan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk sukses di era digital. Tak hanya sebatas bentuk pendidikan saja, namun juga untuk melindungi perempuan dari kejahatan cyber yang marak terjadi belakangan ini. 

Selain itu, membangun lingkungan pendidikan yang inklusif dan bebas dari diskriminasi gender, termasuk dengan mengadakan pelatihan untuk mengatasi stereotip dan prasangka gender di kalangan guru dan siswa juga sama pentingnya. Tentunya, kampanye tentang hak pendidikan juga tak boleh berhenti disebarkan sampai terciptanya lingkungan yang tidak mendiskriminasi.

Pendidikan perempuan adalah investasi yang sangat berharga untuk masa depan yang lebih baik. Meskuipun terdapat banyak tantangan, namun dengan memberikan akses yang setara dan dukungan, maka perempuan dapat lebih berkembang. 

Di masa depan, kita berharap untuk dapat melihat peningkatan signifikan dalam akses dan kualitas pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia. Dengan komitmen dan kesungguhan hati yang tulus, maka hal ini bukan tak mungkin akan terwujud dan menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik.

 

Daftar Pustaka

Fuijoka, Yuko. (2019). "Education in Chad: Challenges and Opportunities." International Journal of Educational Development, 65, 139-146.

Obama, Michelle. (2018). "Becoming." Crown Publishing Group.

United Nations Children's Fund (UNICEF). (2020). "Gender Equality in Education in India: Key Facts and Statistics." Retrieved from: https://www.unicef.org/india/what-we-do/gender-equality/education

World Bank (2019). "The Economic Benefits of Women's Education." https://www.worldbank.org/en/news/feature/2019/03/04/the-economic-benefits-of-womens-education

World Health Organization (WHO). (2020). "Education and Health." Retrieved from: https://www.who.int/news-room/q-a-detail/education-and-health

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun