Mohon tunggu...
Jamila Naflah
Jamila Naflah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Andalas

Literasi, Ilmu pengetahuan dan Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengurai Benang Merah: Perspektif Multidimensi dan Strategi Mewujudkan Pendidikan Perempuan Sebagai Investasi Terbaik untuk Masa Depan

3 Mei 2024   01:25 Diperbarui: 3 Mei 2024   01:38 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Selain itu, biaya pendidikan yang semakin meningkat menjadi beban finansial yang berat bagi pihak keluarga, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Pendidikan anak-anak perempuan selalu terkesampingkan dan lebih mengutamakan pendidikan anak laki-laki karena dianggap akan lebih berguna dalam mengangkat derajat dan perekonomian keluarga.

Tekanan budaya dan sosial untuk menikah secara dini juga dapat menghalangi perempuan untuk menyelesaikan pendidikan mereka, karena banyak yang dipaksa untuk meninggalkan sekolah demi melanjutkan kehidupan pernikahan. Pernikahan dini memiliki dampak yang signifikan terhadap pendidikan perempuan dan keberlangsungan keluarga. 

Pertama-tama, pernikahan dini seringkali mengakhiri peluang pendidikan perempuan secara prematur. Seorang perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda, prioritasnya akan berubah menjadi istri yang mengatur dan menyediakan keperluan domestik keluarga. Hal ini mengakibatkan banyak perempuan terputus dari jalur pendidikan mereka, bahkan sebelum mereka memiliki kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tingkat menengah.

Tak hanya di Indonesia, dunia secara global juga seringkali menghadapi permasalahan yang sama. Sebagai contoh, di beberapa negara Afrika Sub-Sahara, seperti Niger dan Chad, tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan masih tergolong rendah karena berbagai faktor, termasuk kemiskinan, kesulitan akses, dan tekanan budaya (Fuijoka, 2019).  

Sementra itu di India, terutama di daerah-daerah pedesaan, perempuan masih menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan karena norma sosial yang memprioritaskan pendidikan laki-laki, serta masalah kekerasan gender dan pelecehan seksual di sekolah. Permasalahan kasta juga sering menjadi permasalahan terhambatntya pendidikan di sana (UNICEF, 2020).

Tantangan-tantangan ini tidak hanya mengakibatkan penurunan tingkat partisipasi dan kelulusan pendidikan perempuan, tetapi juga berpotensi memperpetuasi siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat, untuk memperkuat infrastruktur pendidikan, menyediakan dukungan keuangan, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan perempuan, serta melatih tenaga pengajar yang sensitif gender. Dengan cara ini, dapat diharapkan bahwa setiap perempuan akan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan meraih potensi penuhnya.

Pendidikan pada perempuan memiliki dampak yang luas dan jangka panjang, baik bagi individu, masyarakat, maupun negara secara keseluruhan. Pendidikan memberikan perempuan akses ke lebih banyak kesempatan pekerjaan dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai kemandirian ekonomi. Menurut data Bank Dunia, setiap tambahan satu tahun pendidikan bagi perempuan dapat meningkatkan penghasilannya sebesar 10-20%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi, perempuan memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (World Bank, 2019).

Penelitian yang telah dilaksanakan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2020 telah menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik, termasuk penurunan angka kematian ibu dan anak. Mereka juga lebih cenderung mengakses layanan kesehatan yang berkualitas dan mengadopsi perilaku hidup sehat. 

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada perempuan berhubungan dengan penurunan angka kelahiran. Mereka cenderung menunda pernikahan dan kehamilan, serta memiliki keluarga yang lebih kecilyang berdampak positif pada kesehatan ibu dan anak, serta membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam dan lingkungan.

Berkaca dari kisah inspiratif Michelle Obama dan Kartini, maka langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan kesadaran diri bahwasanya pendidikan itu adalah perkara krusial bagi semua golongan, baik itu perempuan maupun laki-laki, yang tinggal di kota besaran maupun desa terpelosk sekalipun. 

Langkah selanjutnya adalah dengan mengembangkan program-program yang memastikan setiap perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas, termasuk di daerah-daerah terpencil dan komunitas yang terpinggirkan, memberikan pelatihan dan dukungan untuk guru perempuan agar dapat menjadi role model dan mentor bagi siswa perempuan, serta membantu meningkatkan kesadaran gender di lingkungan pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun