Yang membuat digitalisasi terkesan mahal adalah ketika digitalisasi dijadikan proyek berbiaya besar. Seharusnya digitalisasi adalah pekerjaan biasa dengan alokasi biaya operasional seperti halnya pembelian alat tulis kantor, biaya telpon, air listrik dll yang memudahlan pekerjaan dan mengefisienkan waktu dan proses.
Dalam sebuah pelatihan pengawasan internal koperasi yang diikuti 29 orang peserta saya membuat kuesioner semacam pre-test dengan pertanyaan sbb :Â
Pengurus Koperasi masih banyak yang enggan melakukan digitalisasi karena :
a. Lebih suka konvensional = 4 orang (13,8 %)
b  Merasa sudah tua = 0
c. Mahal = Â 16 (55,2 %)
d. Takut ketahuan jika ada kecurangan = 9 (31%)
Menarik,  ternyata benar bahwa anggapan penerapan  aplikasi teknologi pada koperasi  itu mahal (55,2%) yang menjadi hambatan utama penggunaa aplikasi.Â
Yang menarik juga bahwa 31 % (9 orang) yang nota bene adalah Pengawas Koperasi menyatakan bahwa dengan digitalisasi takut ketahuan jika ada kecurangan. Artinya, mindset Pengawas masih belum berubah seolah Pengawas tambah kerjaan jika koperasi berdigital. Bah ! Padahal, justru dengan digitalisasi bisa mencegah kecurangan, meningkatkan kepercayaan anggota dan Pengawas lebih santai, heheh...
Lalu ada 4 orang yang menyatakan bahwa lebih suka konvensional. Ini pantas diteliti ulang apakah usia Pengawas atau Pengurus sudah uzur atau merasa gagap teknologi, tidak bisa mengolah lagi, heheh... Padahal kalau gagap, cukup  latihan supaya tidak gagap kan?