Ketika tiba giliran Umar, ia menatap Samuel dengan sorot mata ragu. Samuel balas menatap, sama-sama diliputi konflik batin. Umar mengembuskan napas, menyerahkan tugasnya. Tak ada kejadian dramatis---sampai Samuel akhirnya maju dengan map tugasnya.
"Maaf, Pak," ujar Samuel kepada dosen. "Saya sudah berusaha menambahkan beberapa hal yang mungkin belum sempurna." Ia menyerahkan makalah, lalu menoleh pada Umar. "Marilah kita diskusikan bareng kalau masih kurang. Toh kita selalu belajar sama-sama."
Kalimat itu disampaikan di hadapan dosen dan Rahma yang mendengar dengan seksama. Umar menatap Samuel, terharu. Bagaimanapun, hubungan mereka tak sepatutnya rusak karena isu miring. Umar balas berkata, "Iya, Sam. Aku juga terbuka untuk revisi. Kita bisa kolaborasi lagi setelah ini."
"Lho, kok bisa akur lagi?" gumam Rahma setengah berbisik, kecewa karena 'dramanya' tak berlanjut.
Begitu mereka keluar dari ruang dosen, hujan semakin menderas, seakan menguji siapa pun yang hendak pulang. Samuel dan Umar saling pandang, lalu tertawa kecil dalam kelegaan. "Ada baiknya kita menunggu reda di kantin," kata Samuel.
Umar mengangguk, "Baru sekarang aku sadar, Sam, ada yang berusaha memancing kita agar bermusuhan." Ia tak perlu menyebut nama Rahma; keduanya sudah tahu.
Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor kampus, genangan air memantulkan lampu neon menjadi cahaya yang berpendar. Di sela-sela suara gemericik hujan, mereka menertawakan kegelisahan dan kesalahpahaman tadi. Rupanya, pertemanan lebih kuat daripada provokasi apa pun.
Beberapa saat kemudian, mereka duduk di kantin, menyesap teh hangat sambil menunggu hujan reda. "Aku senang kita menuntaskan ini sebelum jadi besar," ujar Samuel sambil menatap gerimis di luar kaca jendela. Bulan Januari mungkin basah dan suram, tapi bagi mereka, hujan kali ini justru membersihkan kerikil konflik yang sempat merenggangkan persahabatan.
Umar menimpali, "Kau benar. Dalam setiap hujan, ada selalu pelangi setelahnya---paling tidak, kalau kita sabar menunggu."
Di sudut lain, Rahma terlihat berlalu tanpa banyak bicara, mungkin kecewa karena 'dramanya' tak berbuah keretakan. Samuel dan Umar hanya saling tersenyum, menyadari bahwa persahabatan terkadang harus melewati badai, bahkan hujan Januari yang menyesakkan, agar tumbuh lebih kuat dan kokoh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI