Mohon tunggu...
Jalan Raga
Jalan Raga Mohon Tunggu... Petani - Human Being

Sejauh apapun pergi, pada rumah kita kan kembali.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jiwa adalah Nakhoda dan Raga adalah Bahtera

31 Maret 2017   03:10 Diperbarui: 1 April 2017   12:00 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Coba perhatikan dengan seksama gambar diatas, gambar tersebut dimaksudkan untuk memudahkan sahabat dalam memahami perumpaan yang akan saya paparkan berikut ini.

Nomor 1 merujuk kepada Nakhoda, nakhoda adalah pemimpin, pengendali atau penggerak utama bahtera, tanpa bahtera, nakhoda tidak akan mampu mengarungi samudera dan mencapai tujuannya. Nakhoda adalah jiwa (hati dan pikiran) kita. sesuatu yang tidak terlihat secara kasat mata (immateri/tak tampak, gaib).

Nomor 2 merujuk kepada Bahtera, bahtera adalah benda mati yang dikendalikan, dipimpin atau digerakan oleh nakhoda. Tanpa nakhoda, bahtera hanyalah susunan onggokan kayu yang tidak berguna, bahtera adalah raga (seluruh organ tubuh/panca indera) kita yang terlihat secara kasat mata (materi/tertampak, zohir).

Nomor 3 merujuk kepada Cuaca, cuaca dengan banyak bentuknya, kadang cuaca itu baik kadang buruk, kadang bersahabat kadang tidak, kadang terang kadang mendung, kadang cerah kadang menakutkan. Cuaca adalah orang-orang yang ada disekeliling kita (lingkungan keluarga : orang tua, suami, istri, kakak, adik, anak, saudara dan kerabat), lingkungan sosial : pertemanan, pergaulan, sekolah dan pekerjaan), serta lingkungan keagamaan.

Dan nomor 4merujuk kepada Gelombang, gelombang adalah situasi dan kondisi yang kita alami, gelombang pun sama dengan cuaca, ia labil, tak tetap dan selalu berubah-ubah, kadang gelombang itu tenang kadang besar menjadi badai. Gelombang adalah masalah, ujian, cobaan, rintangan, tantangan, musibah dan bencana.

Tanpa nakhoda, bahtera hanyalah susunan onggokkan kayu yang tak berguna, begitupan dengan manusia, tanpa jiwa manusia hanyalah onggokan daging dan tulang belulang tak bernyawa. Manusia dikatakan hidup karena jiwanya masih ada didalam raganya, jika jiwanya sudah tak lagi ada maka ia tak lagi disebut hidup.

Jiwa (hati dan pikiran) kita adalah pengendali, pemimpin dan penggerak raga, ia menjadi sumber utama yang mampu mengarahkan kemana bahtera (raga) hendak berlayar.

Dalam perjalanan berlayar mengarungi samudera kehidupan, tentu kita tidak mampu mengelak dari ketetapan (takdir) Tuhan, ketetapan bahwa kita akan dihadapkan pada orang-orang/lingkungan (cuaca) serta situasi dan kondisi (gelombang) yang akan selalu berubah.

Contoh sederhana, saat kita kecil kemudian beranjak remaja dan dewasa, berapa banyak teman-teman yang kita kenal, namun seiring waktu dan laju bahtera (raga), kita akan bertemu dan mengenal teman-teman baru, begitu seterusnya. Bisa jadi hari ini saya adalah teman anda disatu sekolah, satu kampus atau satu tempat kerja, namun saya tidak pernah tahu apakah esok kita masih satu sekolah, satu kampus atau satu tempat kerja.

Bisa jadi hari ini anda begitu senang karena mendapatkan sosok laki-laki atau perempuan yang anda harapkan, tapi saat anda ditinggalkan sebab kesalahan, maka bahagia anda sebelumnya akan berubah menjadi penyesalan dan kekecewaan, dan masih banyak contoh lainnya.

Begitulah samudera kehidupan dengan cuaca dan gelombang didalamnya, ia merupakan ketetapan dan kehendak Tuhan, segala persoalan dan masalah yang anda hadapi mungkin musibah atau bahkan bencana bagi anda namun bisa jadi hanya ujian bagi yang lain. Anda menganggap bahwa masalah anda adalah masalah besar namun bisa jadi bagi sebagian yang lain masalah anda hanyalah masalah kecil.

Ukuran besar dan kecilnya masalah menjadi amat relatif tergantung dari bagaimana anda mengenal, memahami dan memaknai persoalan yang menimpa anda dengan hati dan pikiran terbuka. Oleh karena itu menjadi amat penting untuk mengenal siapa diri kita sebenarnya, kita dimana dan akan kemana.

Kekeliruan dari tidak mengenalnya kita pada diri sendiri sebenarnya adalah akar persoalan yang membuat kita menjadi tidak terkendali, kalut, gelisah, bimbang, ragu, goyah dan tidak tenang dalam menghadapi perubahan cuaca dan gelombang.

Jika saja Nuh tidak terkendali, kalut, gelisah dan tidak tenang karena dihina, direndahkan dan dicemooh, maka tentu ia akan mendendam dan balik membalas hinaan dan cemoohan tersebut, jika saja Nuh tidak mampu mengendalikan dirinya, tentu Nuh akan stres, mengalami tekanan batin, bahkan depresi oleh situasi dan kondisi yang dialaminya.

Namun ingat ini baik-baik sahabatku, nakhoda sejati tidak akan dipengaruhi oleh gelombang dan cuaca yang selalu berubah-ubah karena ia mengetahui betul siapa dirinya, dimana ia dan akan kemana tujuan utamanya.

Nakhoda sejati tahu betul bahwa cuaca dan gelombang tidak sedikitpun mampu dirubah, karena cuaca dan gelombang adalah ketetapan (takdir) Tuhan, ia takkan pernah bisa merubah cuaca dan gelombang sekuat apapun ia berusaha untuk merubahnya.

Yang bisa dilakukan adalah merubah sudut pandang dan cara berpikir diri kita sendiri, merubah sudut pandang dan cara berpikir bahwa keinginan berlebih kitalah selama ini yang sebetulnya menjadi jeruji besi, membuat kita tidak merdeka dan tidak bahagia. Keinginan berlebih kita pada orang lain agar mereka menjadi seperti yang kita harapkanlah yang membuat hati dan pikiran menjadi sempit dan terbelenggu, keinginan berlebih kita agar tidak dihinggapi masalah yang membuat kita menjadi tidak terkendali, padahal masalah (gelombang) adalah ketetapan (takdir) Tuhan yang kapan saja bisa datang tanpa diundang.

Sebagai nakhoda yang dikarunia akal dan hati oleh Tuhan, kita tentu mampu menangkap gejala awal kenapa cuaca dan gelombang tersebut bisa terjadi, namun bukan dalam rangka merubah cuaca dan gelombang yang memang merupakan ketetapan Tuhan, karena bagaimanapun hebatnya kita, kita tetaplah manusia yang tidak akan bisa merubah cuaca dan gelombang, yang bisa kita lakukan adalah merubah cara pandang dan cara berpikir kita dalam menanggapi masalah yang hadir. Jika diluar anda dapati cuaca sedang hujan, apakah anda bisa merubah hujan menjadi tidak hujan? Atau apakah anda bisa menggeser hujan itu ke tempat lain?.

Kita takkan mampu menghentikan hujan, yang bisa kita lakukan adalah merespon positif setiap masalah dan ujian lalu merubahnya menjadi anugerah dengan bersyukur, kita merubah sudut pandang kita dalam melihat masalah bukan sebagai masalah, namun sebagai latihan-latihan pendewasaan. Kita melihat ujian bukan sebagai ujian namun bentuk cinta dan kasih sayang Tuhan pada hamba-Nya, bukankah semakin tinggi pohon maka semakin kencang angin yang menerpanya, bukankah juga semakin berlayar jauh ketengah semakin besar kemungkinan gelombang pasang yang akan kita hadapi.

Karena itulah Nuh tetap merdeka sedari hati dan pikiran, tidak sedikitpun terpengaruh oleh orang lain/lingkungan, situasi dan kondisi, ia fokus pada tujuannya yaitu janji Tuhan, ia menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan, memberi pemahaman tanpa berharap orang lain mengikutinya apalagi dengan jalan paksa apalagi kekerasan.

Begitulah nakhoda sejati yang mengenal betul siapa dirinya, ia adalah pengendali bagi dirinya sendiri dan menyaadari bahwa ia tidak akan mampu sedikitpun menjadi pengendali bagi jiwa (nakhoda) lain. Karena itulah ia merdeka dan bahagia, ia membebaskan dirinya dari jeruji penjara keinginan berlebih yang membuat derita, hal ini dapat dipahami sebab kesadarannya berangkat dari pemahaman kesyukuran dan keikhlasan untuk memberi dan menyampaikan pesan tanpa sedikitpun berharap balasan atas apa yang telah diberikan atau disampaikan. Inilah sebuah puncak pencapaian kesadaran tertinggi seorang nakhoda, ia tak lagi terjebak pada persoalan-persoalan timbal balik, untung rugi dan sebagainya yang bersifat materi.

Jika cuaca (orang-orang/lingkungan) mempengaruhimood kita, mencuri senyum dan canda tawa kita, kitalah yang akhirnya dikendalikan oleh cuaca. Kita seakan bergantung pada orang lain/lingkungan akhiryna, kemerdekaan dan kebahagiaan kita disetir atau dikendalikan oleh orang lain/lingkungan. Atau jika gelombang (masalah, ujian, rintangan, tantangan, musibah, bencana) membuat kita menjadi pribadi lusuh, kehilangan harapan dan keyakinan pada apapun dan siapapun, maka kitalah yang dikendalilan oleh gelombang, kita menjadi terombang ambing, mudah goyah, hilang kendali, hilang arah bahkan kehilangan tujuan.

Bukankah setiap nakhoda memiliki tujuan?, tujuan yang akan terus menjaga dan mengingatkan ia untuk apa dan untuk siapa ia berlayar. Tujuan yang menjadi harapan bahwa diujung sana ada Pulau Yang Dijanjikan Tuhan. Pulau yang penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, keselamatan dan kemenangan.

Pulau itu adalah “The Dream Island”,dan setiap kita (nakhoda) memiliki harapan dan impianyang membuat kita tetap tegak lurus memandang samudera hidup dan kehidupan dengan segala terpaan cuaca dan gelombang yang menghampiri.

Maka saat cuaca dan gelombang datang menerpa bahtera, menggoyahkan dan membuatnya oleng. Turunkanlah jangkar, menepilah sejenak, namun bukan untuk berhenti. Tenangkan nakhoda (hati dan pikiran) baikmu, berdialoglah dengannya, urai setiap gejala yang membuat bahtera menjadi oleng, fokuslah pada solusi, bukan pada masalah. Ingatkan ia untuk bersabar, bersyukur dan ikhlas, setelah itu angkat kepalamu dan tersenyumlah positif, kemudian tarik jangkar dan naikan layar dengan penuh semangat dan keyakinan untuk kembali mengarungi samudera kehidupan menuju Pulau Yang Dijanjikan.

Karena percayalah sahabat. Kita adalah nakhoda tangguh yang dilahirkan ke muka bumi untuk sebuah alasan yaitu menjadi sebaik-baiknya nakhoda bagi nakhoda yang lain.

Tetaplah menjadi satu-satunya pengendali bagi bahtera raga kita, memilih untuk merdeka dan bahagia sedari hati dan pikiran dengan senantiasa bersabar, bersyukur dan ikhlas.

Inilah pesan Nuh kepada kita semua agar senantiasa memilih untuk #JanganLupaBersyukur, karena syukur adalah jalan lurus, jalan nakhoda-nakhoda yang diberikan kenikmatan (kemerdekaan, kebahagiaan, kedamaian, keselamatan dan kemenangan) lahir dan batin, jiwa dan raga. Bukan jalan nakhoda-nakhoda yang dimurkai dan nakhoda-nakhoda yang disesatkan.

Wallahu a’lam bishowab.

Keep Calm, Smile and Happy

#JanganLupaBersyukur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun