Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerukunan Beragama Ideal untuk Masyarakat Kalbar

8 Maret 2016   15:07 Diperbarui: 8 Maret 2016   15:29 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk ketiga kalinya dalam dua tahun terakhir saya mendapat kesempatan berbagi pengalaman dengan para tokoh agama di Kalbar yang diorganisir Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Tahun lalu bicara tentang pendidikan multikultur dan tahun ini, tentang kerukunan umat beragama dalam acara “Rapat Kordinasi Kerukunan Umat Beragama, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Hotel Aston, Pontianak, 3 Maret 2016.

Kerukunan umat beragama akan tercipta jika terjadi kombinasi dari tiga tri kerukunan, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Konflik-konflik yang bernuansa agama pada umumnya terjadi karena ketidakrukunan antarumat beragama.  Secara umum, meski di beberapa tempat terjadi konflik agama, kerukunan umat beragama di Indonesia sudah terjalin baik. Mari kita liat beberapa fakta berikut ini.  

1. Muslim dan Nasrani di Solo

Sejak zaman kemerdekaan, Muslim dan Nasrani di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan Solo, mempunyai tempat ibadah yang saling berdampingan, selalu saling bantu dan saling menghormati satu sama lainnya, tanpa pernah diwarnai gesekan sedikit pun.
 Umat Islam di wilayah ini, melaksanakan kegiatan salat dan ibadah lainnya di Masjid Al Hikmah (dibangun tahun 1947). Sedangkan umat Nasrani melaksanakan ibadatnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan (dibangun 1937). Uniknya kedua tempat ibadah tersebut saling bersebelahan dan hanya dipisahkan tembok batu bata. Bahkan kedua tepat ibadah tersebut mempunyai alamat yang sama yakni Jalan Gatot Subroto No 222, Solo. "Kami sudah terbiasa saling bantu, saling menghormati sejak puluhan tahun. Masjid dan gereja ini, punya alamat sama, Jalan Gatot Subroto No 222," ujar Takmir Masjid Al Hikmah, Haji Muhammad Nashir Abu Bakar (www.merdeka.com/peristiwa/muslim-dan-nasrani-di-solo.html)

2. Umat Islam dan Katolik di Malang.

Pelaksanaan Salat Idul Fitri beberapa hari lalu Masjid Jami' Kota Malang biasa memanfaatkan halaman gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' sebagai tempat salat. Kejadian seperti ini sudah terjadi sekian tahun lamanya. "Beberapa masjid sudah lama bekerja sama dengan gereja, termasuk masjid Sabilillah di Blimbing dengan gereja Albertus di depannya," kata Ketua FKUB Kota Malang, Joko Santoso. Perlu diketahui, karena jumlah jamaah salat Idul Fitri 1436 H di Masjid Agung Jami Kota Malang membludak, panitia memanfaatkan halaman gereja. Jamaah meluber hingga halaman Gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' yang berjarak 100 meter.

3. Warga Tionghoa dan umat Hindu di Kuta

Jelang perayaan Imlek yang jatuh pada 19 Februari lalu kesibukan sudah mulai nampak di berbagai Kongco di Bali. Tidak terlepas juga adanya Kongco Dwipayana Tanah Kilap, Kuta Bali. Hal menarik di areal Kongco yang dikenal nama 'Ling Sii Miao', juga terdapat bangunan pelinggih Padmasana dan Betara Lingsir tempat pemujaan bagi umat Hindu Bali. "Di sinilah letak perpaduan dan keeratan hubungan kami, intinya semua sama dan tertuju kepada hal yang sama dengan penuh kasih sayang," tutur Ratu Bagus.

Selain itu juga ada tempat pemujaan 7 Bidadari yang dipercaya memberikan cinta kasih kerejekian dan peningkatan spiritual. "Biasanya umat Hindu yang datang ke Kongco ini sehabis dari Padamasana langsung menghaturkan bhaktinya ke Tuju Bidadari," ungkapnya. Dijelaskannya, setiap hari-hari besar umat Hindu di Bali Kongco ini ramai dipadati umat Hindu. "Menariknya saat hari sembahyangan umat Hindu, saling berbaur dengan warga kami yang juga sembahyangan," ungkap pemangku di Kongco Dwipayana.

4. “Indonesia adalah contoh kerukunan agama terbaik di dunia dalam  keanekaragaman dan kehidupan demokrasi,” kata Farah Anwar Fandith, Utusan Khusus untuk masyarakat Muslim Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (www.nu.or.id).

5. Di Kalimantan Barat belum pernah terjadi konflik yang bernuansa agama, baik intern umat maupun antar umat beragama. 

Konsep kerukunan ideal dalam konteks Kalbar

Dalam konteks masyarakat Kalimantan Barat, jika berbicara tentang kerukunan umat beragama tidak terlepas dari harmonisasi antar etnis. Sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah terjadi konflik berlatar agama di Kalimantan Barat. Hal yang sebaliknya dengan etnis, pernah belasan kali terjadi pada masa silam (Edi Petebang, Dayak Sakti, 2009).  Dalam bebeberapa konflik bernuansa etnis tersebut kita menyaksikan betapa ikatan etnis lebih kental dibanding ikatan agama.

Di Kalimantan Barat, bicara soal agama, maka identik bicara soal etnisitas. Hal ini terjadi karena etnis-etnis yang besar jumlah warganya dengan mudah teridentifikasi ke dalam agama-agama. Etnis Melayu identik dengan Islam (karena mayoritas Melayu memeluk agama Islam). Etnis Dayak identik dengan Kristen Protestan dan Katolik (karena umumnya memeluk agama Kristen Protestan dan Katolik). Etnis Tionghoa identik dengan Budha dan Konghucu (karena sebagian besar memeluk agama Budha dan Konghucu).

Di dalam masing-maisng etnis tersebut ada banyak filosofi, budaya, praktek kerukunan yang mereka lakukan. Misalnya, dalam masyarakat Dayak ada lima praktek damai, rukun dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.   Persahabatan lintas etnis dan agama (“ahe agi’ talino; asu’ nang atakng dibare pajuh uga’: jangankan manusia, anjing pun yang datang diberi makan—bahasa Dayak Kanayatn).

2.   Nyawa tidak bisa diganti nyawa.

3.   Tidak dikenal hukuman mati (hukuman terburuk adalah dibuang—dipulo, tidak dianggap sebagai manusia.

4.   Fleksibilitas dan adaptif.

5.   Adanya hukum adat sebagai sarana penyelesaian konfllik.

Intinya, dalam konteks Kalimantan Barat, jika bicara tentang kerukunan umat beragama maka tidak bisa dilepaskan dengan persoalan etnisitas.

Kerukunan yang ideal dalam konteks Kalimantan Barat adalah kerukunan yang harmonis dalam etnis dan agamanya; kerukunan yang harmonis internal etnis dan agama serta kerukunan yang harmonis antara agama dan etnis dengan pemerintah. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Secara umum agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, perlu mendorong upaya-upaya agar terjadinya kerukunan sebagai berikut.

1.   Memperkuat kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.

2.   Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional, dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

3.   Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif, dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama, yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern umat beragama dan antar umat beragama.

4.   Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia, yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.

5.   Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nila-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

6.   Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

7.   Menyadari bahwa perbedaan adalah keniscayaan; suatu realita yang tidak dapat dihindari, anugerah dari Sang Pencipta.

Kitalah aktornya

“Karena peperangan dimulai dari pikiran manusia, maka dalam pikiran manusialah pertahanan untuk menjaga perdamaian harus ditegakkan” (Preambul Konstitusi UNESCO, 16 November 1945). Berdasarkan hasil penelitian badan PBB UNESCO terhadap berbagai perang yang pernah terjadi di muka bumi ini; baik perang karena agama maupun kekuasaan; disimpulkan bahwa perang adalah buah pikiran manusia. Hal sebaliknya, kerukunan, kedamaian adalah buah pikiran manusia. Jika makin banyak orang berpikir tentang kerukunan, kedamaian, maka niscaya kedamaian akan terwujud dalam sebuah masyarakat tersebut.

Pikiran yang damai, rukum akan membentuk perkataan dan perbuatan yang mengarah kepada kerukunan, kedamaian.

Mewujudkan kerukunan adalah mudah dibicarakan namun dalam praktek sulit dilaksanakan. Kerukunan mutlak harus dimulai dari diri sendiri: dari pikiran,perkataan dan perbuatan kita. Kitalah sesungguhnya aktor kerukunan itu.

Untuk membentuk manusia yang mempunyai pikiran, perkataan dan perbuatan yang rukun tidaklah gampang. Multi-faktor menjadi pemberi kontribusinya, seperti keluarga, budaya/tradisi, dunia pendidikan dan keagamaan masing-masing individu.Sudahkah kita, Anda, berpikiran rukun, berkata rukun, berbuat rukun di masa lalu, hari ini dan esok? Mari jadi actor kerukunan.****

Pontianak, 3 Maret 2016

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun