Mohon tunggu...
Jaka Sandara
Jaka Sandara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas || Digital Marketing || Publishing || Edittor ||

Suka Nulis | Baca | Ngedit | Photoshop | Jurnalistik | Otak-Atik Komputer | Musik | Publishing | Internet Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Seorang Perantau

18 Desember 2022   11:15 Diperbarui: 18 Desember 2022   11:30 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Pixabay

"tapi Bos, 3 hari saja buat ke Indonesia. Saya dah rindu sangat dengan keluarga di kampung", ucap Pak Zami dengan nada sedih.

"tak ada, sana keja... bisa rugi oe gara-gara lu". Dengan nada cukup kesal.

Dengan hati yang kecewa, Pak Zami pergi melanjutkan kerjanya. Pupus sudah harapan menemui keluarga di Kampung. Sudah berapa tahun tidak kembali hanya berkirim uang saja. Ingin rasanya mencari Bos yang beragama Islam, agar ia tahu makna hari kemenangan. Namun China telah berkuasa.

2 Hari kemudian, pagi hari di tempat kerja

"Pak Zami, you dipanggil Bos ha". Ucap teman sejawatnya.

Ia pun bergegas menemui Bosnya, berharap Bosnya berubah fikiran dan memberikan ia izin cuti, kerana sangat pagi Bos telah memanggilnya.

"oe kasih lu cuti, tapi dengan syarat". Tawar si Bos

"Alhamdulillah yaa Allah... oke Bos Siap".  Jawab Pak Zami dengan senang hati.

"lu bikin besi ha, dalam satu hari 100 besi ha, kalau selesai. Lu besok boleh cuti ha, kalau tak selesai ha, lu tak boleh balik kampung".

Pak Zami terdiam mendengarkan tawaran Bosnya, jangankan 100 besi. 20 besi pun tak mungkin terselesai dalam satu hari. Karena membuat besi dalam satu hari hanya bisa kira-kira 10 sampai 15 besi saja. Namun Pak Zami tak menyerah, ia sanggupi permintaan Bosnya demi anak dan keluarga di kampung.

Hingga sore menjelang Pak zami baru menyelesaikan 25 besi, letih memang sangat terasa. Namun ia tetap semangat. Kawan-kawan sejawatnya sudah pada pulang. Namun ia tetap bekerja sendiri hingga malampun datang. Bahkan ia berhenti hanya menyempatkan diri untuk shalat saja. Bahkan berbuka puasa pun hanya dengan segelas air putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun