Dalam sekejap, ekspresi wajahnya berubah. Tawa itu lenyap, digantikan dengan tatapan yang menakutkan. Tanpa peringatan, ia mengayunkan tangannya ke udara. Angin mendesir tajam, menusuk seperti belati tak kasatmata. Tanah di bawah Raksa tiba-tiba bergetar hebat, seperti naga yang terbangun dari tidurnya.
DUARRR!!
Ledakan terjadi tepat di tempat Raksa berdiri. Bongkahan tanah dan debu beterbangan, menerjang pepohonan dan menyisakan lubang besar di tanah. Raksa dengan refleks luar biasa melompat ke samping, nyaris terkena serangan itu. Napasnya memburu. Mata Ki Sancaka yang mengawasi dari kejauhan menyipit.
"Tenaga dalam yang luar biasa..." bisiknya dengan nada serius.
Dan saat itulah pertempuran benar-benar pecah.
Para penjaga Lembah Nirwana berteriak lantang sebelum menerjang, senjata mereka berkilat di bawah cahaya bulan. Pedang berbenturan, menimbulkan percikan api yang sesaat menerangi wajah-wajah yang dipenuhi keberanian dan ketegangan. Tombak menebas udara dengan desingan tajam, sementara jeritan dan raungan perang membelah malam.
Namun, pasukan Sura Langit bukanlah prajurit biasa. Mereka bertarung dengan disiplin mematikan, gerakan mereka cepat dan terlatih. Tidak ada keraguan dalam setiap tebasan dan tikaman mereka—mereka adalah pembunuh yang telah lama menempa diri dalam medan perang.
Di tengah kekacauan itu, Raksa mencengkeram tongkat kayunya erat-erat. Ia merasakan detak jantungnya berdenyut di telapak tangannya. Ia tahu—pertarungan ini bukan hanya soal dirinya. Ini adalah soal wasiat gurunya, soal sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Dengan tarikan napas panjang, ia melangkah maju. Matanya menyala dengan kobaran tekad yang tak tergoyahkan. Hari ini, ia tidak akan mundur.
Halaman Sebelumnya Jejak Naga Purnama Bab 3: Rahasia Kitab Naga Purnama