Mohon tunggu...
Robert Setiadji
Robert Setiadji Mohon Tunggu... Penulis - Warung Om KOMPA dan Tante SIANA Cari Kawan Kolaborasi

Email : Om KOMPA Tante SIANA warung.kata2x@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Right or Wrong, Indonesia is My Country - Dirgahayu Indonesia ke 75 - MERDEKA

11 Agustus 2020   11:18 Diperbarui: 11 Agustus 2020   11:34 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri.
Hujan Derita di Negeri Sendiri.

Lagu :
Tukang radio semalam yang kukenal, berdansa dengan ku...
Ku telepon ke kantormu sedang apa dengan mu...
Bercanda dan bergurau, bercerita tentang cinta...

Mimpi apa aku semalam, si dia datang ke rumah...
Melamarku untuk jadi seorang istri...
Langsung ku peluk, ku cium dan ku jawab...
Yaaaaaaaaa...yayaya...yaya...
Yaaaaaaaaa...yayaya...yaya...

Cerita :
Seperti lagu Gombloh yang lirik awalnya...di Radio....
Begitu kisah awal pertemuan hubungan cinta Agnes Evertine Veldhuyzen dengan Tjiptokonyoto Hardjo Adikoesoemo.
Papi Tjipto pernah bercerita dengan ku, saat kala pertemuan pertama dengan Mami Agnes, fi suatu acara Pesta Dansa.
Teman-temannya mengajaknya ...Tjip, ayo ke pesta dansa disana banyak noni-noni cantik, nanti kita kenalan.

Benar saat pandangan pertama Tjipto dan Agnes langsung saling tertarik " ke Stroom " bagaikan ada magnet dari aliran sengatan listrik 13.000 watt 220 voltage.
Mungkin karena papi Tjipto lulusan Diploma Elektro sehingga badannya ada aliran listrik ya ?
Atau karena sering kestroom akibat pekerjaannya reperasi barang-barang elektronik ?
Kemudian mereka berdansa sorong kekiri dan sorong kekanan sambil bersenda gurau bercanda juga bercerita tentang cinta.

Hari-hari kemudian Tjipto sering datang kerumah Agnes yang awalnya untuk betulkan atau reparasi Radio yang rusak, dan menjadi sering bertemu tanpa alasan karena keduanya saling tertarik dan saling Cinta.
Betul kata orang kalau "Pandangan Pertama itu Tidak Pernah Salah dan Cinta itu Tidak Pernah Salah".

Akhirnya Agnes dan Tjipto menikah. Agnes yang Indo Belanda itu menikah dengan Tjipto yang Pribumi Asli "Arek Suroboyo" dan Seorang Santri Muslim yang taat beribadah Lima Waktu sehari.

Mereka menikah secara sederhana dengan pemberkatan di Gereja Katholik, yang sebelumnya membaptis Tjiptokonyoto memeluk Agama Katholik dengan nama baptis Andreas.

Mungkin saat-saat pertemuan berlanjut menikah dan bulan madu dengan Tjiptokonyoto tersebut adalah saat-saat terindah dalam hidup Agnes.

Sebelumnya Agnes pernah bersuamikan seorang Tentara Jepang dan dikaruniai seorang putri bernama Violet Zully Setianingrum.
Saat-saat hamil Violet Zully ditahun 1945 adalah paling menderita bagi Agnes karena Negara Indonesia sedang perang dunia ke 2 dan ditinggal suaminya yang Tentara Jepang pulang kembali ke Jepang.

Sebab Jepang kalah perang melawan Negara-negara sekutu Amerika setelah Bom Atom  Nuklir di jatuhkan ke Heroshima dan Nagasaki sehingga Jepang menyerah kepada Sekutu dan melepaskan semua negara jajahannya termasuk di Indonesia.

Setelah itu Agnes juga pernah menikah dengan seorang warga India yang konon katanya sangat pencemburu, sehingga Agnes hidupnya seperti dipingit dan seperti tahanan kota.

Bersuamikan warga India tersebut dikarunia seorang anak laki-laki yang diberi nama Paul Karel Setiono dan biasa dipanggil Poly.
Lagi-lagi pernikahannya kandas dan bercerai, karena tak tahan hidupnya dipingit seperti tahanan kota dan dicemburui terus sehingga terjadi cek cok pertengkaran terus menerus, bahkan KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang membuat Agnes pergi keluar rumah membawa Zully dan Poly meninggalkan suami warga India tersebut.

Pernikahan Agnes yang paling bahagia adalah dengan Tjiptokonyoto yang bisa awet dan langgeng hingga maut yang memisahkan mereka berdua.
Hubungan suami istri mereka tidak ada masalah, bahkan memberikan buah hati cinta hingga 6 orang anak yaitu : Didi, Wati, Ningsih, Richard, Yati dan Roy, sehingga total anak mereka menjadi 8 anak,  berikut Zully dan Poly.
Dan anggota keluarga inti mereka menjadi 10 orang termasuk Agnes dan Suaminya Tjiptokonyoto.

Hingga di tahun 1965 terjadi mimpi buruk bagi mereka karena situasi politik peralihan Orde Lama ke Orde Baru.
Terjadi kebijakan Nasionalisasi dan Krisis Ekonomi.
Dampak Nasionalisasi yaitu Agnes terpaksa terpisah dengan kedua saudaranya yaitu Sheny dan Johny.
Sheny dan Johny memilih untuk menjadi warga negara Belanda sehingga harus pindah ke negara Belanda.
Sedangkan Agnes ikut program Nasionalisasi dan menjadi Warga Negara Indonesia sehingga tetap berada di Indonesia.

Suasana Rumah di Jalan Majapahit No. 18, Surabaya tempat tinggal mereka semua,  mendadak jadi haru biru karena perpisahan dari Veldhuyzen Family generasi kedua tersebut.
Sheny beserta suaminya Yongki atau JJ Han berikut 9 anaknya memilih pindah ke Belanda. Begitu pula Johny yang masih bujang itu juga ikut memilih pindah ke Belanda menjadi warga negara Belanda.

Sedangkan pilihan Agnes beserta Suami berikut 8 anak-anaknya tetap di Indonesia dan jadi Warga Negara Indonesia karena tanah kelahirannya dan tanah airnya adalah Indonesia.

Dampak Nasionalisasi juga merugikan Tjiptokonyoto karena ter PHK dimana tempat bekerja Philip-Ralin suatu perusahaan Belanda juga ikut Tutup dan tidak beroperasi lagi di Indonesia.
Pesangon yang diperoleh Tjiptokonyoto diberikan kepada Janda Rumampuk si pemiik rumah di Jl. Majapahit 18 Surabaya, yang ikut-ikutan "Exodus" ramai-ramai  pindah ke Belanda.
Dan rumah di Jl. Majapahit No. 18 Surabaya tersebut diserahkan kepemilikannya ke Tjiptokonyoto, seperti transaksi jual beli.

Kemudian Indonesia mengalami krisis ekonomi keuangan yang ditandai dengan terjadi Sanering Uang Rupiah 1000 dipotong menjadi 1 Rupiah saja atau Dipresiasi.
Sehingga dimana banyak terjadi penutupan tempat usaha dan diikuti banyak sekali pengangguran dimana-mana.

Agnes dan ke 8 anaknya terpaksa hidup terpisah dengan Tjiptokonyoto yang hidup merantau bekerja ke Ibu Kota Jakarta yang masih bisa berikan peluang bekerja.
Tjiptokonyoto harus bekerja keras dan membanting tulang pergi ke proyek-proyek pemasangan Tower-tower Radio Komunikasi SSB (Single Side Band) ke hutan-hutan hingga gunung-gunung di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang lama minimal 1 bulan kadang lebih baru bisa pulang untuk menengok istrinya Agnes dan ke 8 anaknya.

Kondisi tersebut sangat menyiksa Agnes yang harus menghidupi dan merawat ke 8 anaknya dengan sendiri seperti layaknya Single Parent yang stress berat.
Pada bulan Agustus 1973 Agnes meninggal dunia di usia yang tergolong muda sebagai Ibu dengan usia 47 tahun di akibatkan sakit Strooke.

Padahal sebelumnya Agnes bakal senang sekali akan berjumpa lagi dengan adik-adiknya Sheny dan Johny yang hidup di Belanda akan datang berlibur di Indonesia pada bulan Desember 1973.
Namun untung tak dapat diraih dan rugi tak dapat ditolak, Agnes  dan adik-adiknya Sheny dan Johny tidak bisa bertemu lagi dan perpisahaan ditahun 1965 akibat Nasionalisasi merupakan perpisahan yang terakhir mereka  didunia.

Sheny dan Johny yang memilih hidup dan menjadi warga Belanda menjalani hidup dengan Bahagia dan Sejahtera karena hidup di Belanda diberikan Biaya  Tunjangan Hidup setiap bulannya, sehingga mereka hidup tenang dan senang juga tidak Stress memikirkan biaya hidup sehari-hari seperti di Indonesia.

Tapi meskipun Agnes hidup menderita dengan 8 anak dan hidup sederhana dan juga harus hidup terpisah dengan suami yang mencari nafkah harus pergi keluar masuk hutan dan naik turun gunung ke seluruh Indonesia.

Agnes tetap memilih hidup dan menjadi warga negara Indonesia di Tanah Kelahirannya Tanah Air Indonesia.
Seperti pribahasa "Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri, Lebih Baik di Negeri Sendiri"

Pastinya Agnes memegang prinsip "Right or Wrong, Indonesia is My Country""

"Dirhahayu Republik Indonesia ke 75"  - MERDEKA...

Terima kasih dan Tuhan Berkati Kita Semua .... AMIN.

Salam hormat,
Robert Setiadji
Penulis Media Online

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun