Siang terus merangkak ke titik tertinggi yang semula bergelimang cahaya sinar matahari tiba-tiba seperti lampu dian yang kehilangan minyak, meredup, dan bergoyang ditiup angin menjadi kelabu.Â
Angin bertiup dingin, dan di langit yang semula biru seketika diselimuti mendung.
Kejadian yang tiba-tiba ini dikarenakan Galih Sukma merapal ajian Tangan Beracun dan Radar Sukma. Dua ajian untuk memusnahkan racun sekaligus memindai keberadaan makhluk halus yang bersinergi mengirimkan penyakit.
Bik Surti melihat perubahan kedua belah tangan Galih Sukma yang menyebabkan udara menjadi dingin dan muncul cahaya biru keemasan semakin dalam berdoa, berharap kesembuhan anaknya. Berdoa dan berserah sehingga matanya yang sudah sembab kembali berurai air mata.
Ki Masto dan penghuni kampung lain yang berada di dalam kamar Parjo, hanya diam takjub melihat perubahan itu. Dengan hati berdebar, mereka juga memohon kepada Tuhan, agar Galih Sukma berhasil menyelamatkan Parjo. Siapa tahu, Parjolah yang menjadi korban terakhir teror Siluman Ular.
"Hiaaaa... Tuk... Tuk... Tuk!"
"Tolong, Ki Masto nyalakan dupa wanginya." pinta Galih Sukma ramah.
Galih Sukma mulai usaha menyelamatkan Parjo. Kedua tangannya yang berisi tenaga dalam bergantian menotok ujung syaraf di tubuh Parjo. Ada saatnya mengusap bagian tubuh tertentu, sesekali menekan dan menyalurkan tenaga dalam. Akibatnya warna biru keemasan itu perlahan menjalar ke atas permukaan tubuh Parjo.
Selama terjadi semua peristiwa itu, Parjo hanya bisa mengeliat menahan semua rasa sakit yang dideritanya. Dia tidak bisa berteriak karena Galuh Sukma yang teliti telah menotok syaraf bicaranya.
Tenaga dalam beracun yang dingin bergantian dengan tenaga dalam panas dilepas oleh Galih Sukma.