Nenek bersedia ikut kami, dengan syarat anak angkat dan cucunya harus ikut juga.
" Maaf, Nek. Kalau menanggung itu semua, kami belum mampu," batinku sedih dalam hati.
*
Nenek Perkasa yang setiap pagi kutemui, selama hampir tiga tahun itu, saat aku harus " ngelaju " mengantar anakku yang memilih sekolah 35 kilometer jauhnya dari rumah mungil kami.
Hanya, lembaran rupiah, bungkusan mie instan, sarapan atau sekedar hadiah sembako sederhana untuk menjembatani hati kami yang jatuh kasih kepadamu.
Hingga pertemuan terakhir kami, membawa sepaket sembako untukmu, agar tepat di hari Lebaran nanti, dikau masih dapat bergembira menyambutnya.
Setelah itu, aku, istri dan anakku tidak melewati jalanan ini lagi untuk melihat dan menemuimu.
*
Nenek Perkasa Pengutip Infaq Masjid, entah siapa namamu aku lupa, apakah dirimu masih tetap berdiri di sana menanti derma?
Maaf, karena kami sudah lama sekali tidak mengunjungimu.
Oh!