Tepat, niat itu aku sampaikan sambil memberikan sebuah jilbab dan mukena untuknya.
Perasaanku tertusuk robek dan aku pertahananku pun runtuh sudah.
Kami menangis bersama.Â
Matanya yang sedikit rabun berkaca-kaca, suara isak tangis di antara cerita kisah hidupnya membuat keinginan kami semakin menggebu.
*
Dipertemuan berikutnya, ia bercerita betapa tugasnya sebentar lagi akan berhenti setelah Lebaranan nanti. Hingga bulatlah aku sampaikan saja niatku untuk menolongnya.
Kutawarkan kepadanya untuk tinggal di rumahku dan kuberikan modal untuk berjualan nasi uduk.Â
Rumah tabungan, lumayan bisa ditempati dan ia tidak perlu bekerja sebagai pengutip infaq lagi.
Semua biaya kehidupannya sepakat kami tanggung semua.
*
Sayang, niat kami gagal. Dengan berbagai pertimbangan.