Lebih menarik lagi, Pak Ridho membangun dua buah bale-bale untuk digunakan tidur oleh para musafir. Satu bale-bale bisa menampung sampai puluhan orang. Nah, rombongan moge cocok juga singgah di masjid ini. Selain untuk beristirahat, juga lebih muhasabah untuk tidak terlalu sombong di jalan raya, eh!
Tidak hanya tempat menginapnya saja, para musafir juga disuguhkan minuman hangat. Ada pula kue-kue dan nasi. Semuanya gratis. Piye, enak? Tidak perlu ditambahi "jamanku toh" lah yaouw!
Saking terkenalnya masjid ini, seringkali membludak yang menginap di waktu-waktu tertentu. Oh, mungkin di masa liburan atau bisa jadi akhir pekan.Â
Pelayanan Super Ramah
Pak Ridho dan para pengurus Masjid Al-Muhajirin benar-benar memberikan pelayanan yang ramah kepada para musafir yang singgah. Mereka diajak mengobrol dengan menikmati makan malam yang lauk-pauknya istimewa.Â
Saat sedang mengobrol itu, Pak Ridho bercerita bahwa seringkali masjid dibobol oleh pencuri. Mereka pernah membobol kotak amal, mengambil mikropon, amplifier, sampai dengan speaker.Â
Penulis buku ini bertanya apakah Pak Ridho dan pengurus lainnya tidak marah masjidnya disatroni pencuri seperti itu? Ternyata, inilah jawabannya yang bikin nyes di hati. "Gak apa-apa, Bang. Mungkin mereka lebih membutuhkan daripada kami," jawab Pak Ridho dengan santainya seperti di dalam buku tersebut.Â
Meskipun sampai 27 kali pencuri masuk, tetapi Masya Allah, harta masjid yang dicuri selalu ada gantinya. Selalu saja ada yang baru dan lebih bagus daripada sebelumnya. Seperti pernah kehilangan mikropon dan salon gantung. Namun, tidak sampai sepekan, ada orang yang mengantarkan amplifier yang baru. Tidak hanya amplifier lho, tetapi dengan salon-salonnya. Apakah ini bukan warbiyasa?
Tetap Semangat Dong!
Pak Ridho tetap semangat dalam mengurus Masjid Al-Muhajirin. Adanya pencuri malah dianggap sepele saja oleh Pak Ridho dan para pengurus lainnya. Masjid tetap tidak dikunci seperti masjid pada umumnya. Malah, yang bikin geleng-geleng kepala lagi, pintu masjid justru dibongkar! Iya, benar, kamu tidak salah dengar, di buku itu, Masjid Al-Muhajirin sepakat tidak usah pakai pintu masjid. Kalau yang ini sih, minimarket dan apotek 24 jam kalah jauh. Sebab, dua tempat usaha itu meskipun promosinya buka 24 jam, tetapi masih ada pintunya. Kalau Masjid Al-Muhajirin, open house tiap saat. Tidak hanya pas lebaran seperti open house para pejabat itu, eh lagi!Â
Mungkin nanti pas mau ada pencuri lagi, melihat masjid tanpa ada pintu, dia akan merasa heran, lho, kok begini? Namun, mau sampai kapan dia akan terus menjadi pencuri? Apalagi tempat yang dicuri adalah rumah Allah. Rugi dong mencuri di rumah Dzat yang Maha Kaya. Mestinya dia dan kita melihat nama Masjid Muhajirin yang ramah musafir, sejatinya setiap manusia itu adalah musafir juga. Dunia bukanlah tempat tinggal, melainkan yang lebih tepat adalah tempat meninggal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H