"Ikal! Masuk duluan!" perintah Arai sok kuasa.
Tatapanku berkilat mengancam Arai. Ingin sekali aku membenamkan kepalanya kemulut ikan hiu gergaji raksasa yang menganga di depanku. Itu penyiksaan karena berarti aku harus bersentuhan langsung dengan balok es di dasar peti dan menanggung beban tubuh Jimbron dan Arai. Berat Jimbron sendiri tak kurang dari 75 kilo.
"Tak adil! Ini idemu Rai, kau masuk duluan!!"
"Jangan banyak protes! Badanmu paling kecil. Kalau tak masuk duluan, Jimbron tak bisa masuk!!"
Aku merasa in charge. Aku pemimpin pelarian ini, maka hanya aku yang berhak membuat perintah.
"Tak sudi! Bagaimana pendapatmu, Bron?"
Arai jengkel. "Ini bukan demokrasi! Atau kau mau berurusan dengan Capo?!"
Aku melongok ke dasar peti. Aku tak sanggup.
"Tak bisa, Rai! Bisa kudisan aku kena umpan busuk itu...."
Arai menyeringai seperti jin kurang sajen. Habis sudah kesabarannya dan meledaklah serapah khasnya yang legendaris.
"Kudisan?!! Kudisan katamu? Kau tak punya wewenang ilmiah untuk menentukan penyakit!!"