Hidupku selama 29 ini terasa sangat sia-sia. Banyak sekali penyesalan dan penderitaan yang aku alami hingga sampai ke titik ini. Bahkan, setelah aku cukup sukses seperti sekarang, penyesalan itu masih tertanam kuat di pikiranku.
"Malin, siapkan dirimu dan jangan melamun" Kata seorang wanita yang mendekatiku
"Baik, Senior Meisen"
      Sebagai anggota kelompok peneliti terbaik di dunia, tentu saja aku memiliki kewajiban untuk mengerjakan misiku dengan baik, walaupun mungkin misi ini menjadi misi yang terakhir untukku.
"Semua kru bersiap di posisi!"
      Tak lama setelah Meisen berkata seperti itu, semua orang di ruangan langsung menuju ke tempat masing-masing, menyisakan ruangan yang awalnya penuh menjadi kosong, dengan satu kursi yang sering disebut 'Final Chair' tepat di tengah ruangan, yang nantinya akan menjadi tempatku menjalani misi terakhir.
      Setelah beberapa saat, alarm berbunyi, tanda bahwa misi akan segera dilaksanakan. Aku yang sudah duduk di Final Chair hanya bisa menunggu pengaturan terakhir yang dikerjakan oleh Meisen.
"Sebelum misi dimulai, ada beberapa hal yang harus kutegaskan padamu" kata Meisen sambil mendekatiku dan membawa sebuah kotak besi berisi hologram "Percobaan ini sangat berbahaya. Banyak sekali risiko yang mungkin timbul. Kau mungkin kembali dalam keadaan cacat, hilang ingatan, atau bahkan mungkin kau mungkin tidak akan kembali, entah karena meninggal ataupun terjebak. Masih yakin untuk melaksanakan misi?"
"Ya, saya yakin"
"Kalau begitu, letakkan kedua tanganmu di layar hologram, sebagai bukti perjanjian bahwa kau akan menerima segala konsekuensi yang ditimbulkan oleh misi ini"
      Aku segera melakukan apa yang dikatakannya, walaupun aku tahu sebenarnya perjanjian itu hanya formalitas belaka, karena pada dasarnya misi ini adalah misi bunuh diri. Kemungkinan untuk kembali hanya sekitar 0.19%. Setelah aku menyetujui perjanjian itu, Meisen mendekatiku lalu membisikkan sesuatu
"Semoga kita bertemu lagi"
      Tak lama setelah itu, dia mengusap kepalaku lalu menjauhi kursi. Sementara itu, aku menggunakan kacamata sebagai salah satu perangkat yang digunakan untuk misi.
"Misi dimulai!" adalah kata terakhir yang kudengar dari Meisen sebelum aku kehilangan kesadaran
****
     Perjalanan waktu atau time travel adalah aktivitas pergi melintasi waktu, baik ke masa depan atau masa lalu. Peristiwa ini dianggap suatu hal yang mustahil dan hanya ada di cerita fiksi ilmiah. Oleh karena itu, aku mengikuti misi ini untuk membuktikan bahwa time travel bisa dilakukan dengan pengetahuan.
      Tim peneliti kami berusaha semaksimal mungkin peristiwa ini, sehingga terciptalah suatu alat yang bisa merealisasikan hasil penelitian mereka. Prinsip kerja alat ini adalah mengirimkan kesadaran ke masa lampau, sehingga tubuh tetap diam sementara kesadaran berpindah tempat. Sulitnya mematerialisasi kembali tubuh di dimensi waktu yang berbeda adalah alasan utama mengapa hanya kesadaran yang dipindahkan. Dengan konsep ini, aku bisa mengulang hidupku.
 **
"Malin...... oi..... bangunlah atau kau akan dimarahi"
      Suara seorang anak kecil memenuhi telingaku. Dimarahi? Yang akan memarahiku? Sudah pasti anak ini membohongiku, tapi tidak ada salahnya membuka mata. Apa yang aku lihat adalah hal yang asing namun juga familiar.
"Oh, sepertinya kau sudah bangun. Baiklah, sekarang  jawab pertanyaan berikut" Seorang wanita dewasa, yang sepertinya adalah guru, tiba-tiba bertanya kepadaku "Pada masa Perang Dunia 2, siapakah orang yang......."
      Oh, syukurlah percobaannya berhasil. Kukira aku akan mati karena terkena distorsi ruang dan waktu. Sepertinya aku dikirim ke masa lalu yang paling berkesan, dalam hal ini, ingatan tentang aku yang tertidur di kelas dan dimarahi oleh guru. Kalau begitu, seharusnya sekarang---
"Malin, apa kau mendengarkan?"
"Ah, maaf bu, bisa diulang pertanyaannya?"
"Pada masa Perang Dunia 2, siapakah orang yang dijuluki Rubah Gurun?
       Pertanyaan yang sama persis seperti saat aku kecil, mumgkin karena memang aku kembali pada waktu yang sama. Tokoh yang dijuluki seperti itu adalah..... siapa? Aku lupa bahwa nilai sejarahku selalu buruk selama aku sekolah. Aku hanya bisa bertaruh
"Rubah Gurun pada masa Perang Dunia 2 adalah.... Garry Kasparov"
.............
Setelah keheningan sesaat, seisi kelas akhirnya tertawa sangat keras sampai menimbulkan kegaduhan. Apa yang lucu?
"Semuanya harap tenang" Setelah guru berkata seperti itu, kelas perlahan-lahan menjadi tenang "Malin, setelah jam pelajaran selesai, ikut ibu ke kantor"
      Yap, ini sama seperti dulu. Perbedaannya hanyalah rasa malu yang bertambah karena ditertawakan seisi kelas.
***
*Sfx: ting tong
      Bel sudah berbunyi, artinya jam pelajaran sudah habis. Tanpa banyak bicara aku langsung mengikuti guruku, ibu Annie, ke kantor. Di kantor, kami duduk berhadapan, untungnya saat itu sepi dan tidak banyak orang lain di sekitar
"Aku akan langsung pada intinya, kenapa kau tidur di kelas dan mengaitkan tokoh perang dengan pemain catur?" kata bu Annie dengan sedikit mengintimidasi
"Maaf bu, aku begadang tadi malam dan hanya sedikit tidur"
Dia berpikir sejenak, kemudian menghela nafas yang cukup dalam
"Baiklah, jangan ulangi lagi atau kau akan dalam masalah besar"
"Baik bu, terima kasih"
      Aku kemudian berdiri dan berbalik, namun tak lama setelah itu ada tangan uang menyentuh pumdakku.
"Tunggu sebentar, masih ada yang ingin kutanyakan" kata Bu Annie dengan ekspresi yang lebih bersahabat dari sebelumnya "Apa arti namamu?"
Arti namaku? Aku tidak pernah memikirkannya hingga saat ini. Apakah ibuku ingin aku menjadi anak durhaka? Tentu tidak mungkin seperti itu
"Maaf bu aku tidak tahu"
Setelah itu aku kembali ke kelas dan tidak ada kejadian penting lain yang terjadi.
**
      Setelah itu aku pulang ke rumah dan mendapati rumah yang kosong, mungkin ibu sedang bekerja. Aku menunggu ibu pulang sambil berbaring. Tenang saja aku tidak akan tertidur, aku pasti ... tidak.... akan......
............
Ada orang yang sedang mengusap kepalaku, aku yakin dengan itu. Apakah ini ibu?
"Selamat pagi, atau mungkin lebih tepatnya selamat sore" suara itu adalah ibuku
"Ibu!" kataku sambil memeluk ibu.
      Setelah bertahun-tahun akhirnya aku bisa bertemu kembali dengan ibu. Aku sangat senang seperti kucing yang bermain dengan bola benang
"Kau terlihat senang sekali. Ada hal baik yang terjadi di sekolah?"
"Ya, beberapa" aku menjawab dengan senyuman
"Kau pasti lapar kan, ayo makan bersama sambil bercerita hal baik yang terjadi padamu" kata ibu sambil berjalan ke dapur. Aku mengikuti ibu ke dapur dan bersiap untuk makan
      Ternyata benar kata mereka, keluarga adalah hal yang berharga dan esensial untuk hidup. Aku akan mencoba menjalani hidup dengan lebih mencintai keluargaku, karena hanya bersama keluarga aku merasa seperti di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H